"Tak selamanya kejutan itu selalu berakhir membahagiakan..."
*
*
*
Malam itu setelah pulang dari hangout dengan Erza, Rosa tidak bisa tidur. Walaupun jam masih menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, bagi Rosa yang sangat suka tidur di manapun dan kapanpun, ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk bisa tidur lebih awal. Namun, kini matanya tidak bisa terpejam meski ia sudah meminum segelas susu hangat dan berbaring di ranjangnya yang empuk.
Menghela nafas, Rosa memutuskan untuk bangkit. Ia mengambil ponselnya yang terletak di atas meja belajar dan melangkah keluar dari kamar. Ruang tengah sudah gelap karena hanya ia dan Fikri saja yang ada di rumah. Mama dan Papanya sedang ke Tegal karena Pak Leknya sedang ada hajatan. Dan Fikri bisa dipastikan sudah mendekam di dalam kamarnya sambil bermain game.
Rosa melangkah menuju teras rumahnya. Sekarang malam Minggu dan jalan kecil di depan rumahnya masih ramai dengan sepeda motor yang berlalu lalang. Rosa mendudukkan dirinya di atas kursi panjang yang terbuat dari bambu, menaikkan kedua kakinya ke atas dan memposisikan dirinya agar nyaman. Udara tidak terlalu dingin berhubung sekarang sudah masuk musim kemarau, sehingga Rosa nyaman-nyaman saja mengenakan atasan tanpa lengan dan celana pendek di atas lutut.
Ditatapnya ponsel yang ada dalam genggamannya. Ia kemudian membuka silikon pelindung ponselnya dan menarik sesuatu dari sana.
Di tangannya kini ada selembar foto yang sudah tidak utuh lagi. Foto itu sengaja disobek menjadi dua bagian, sehingga hanya menampakkan seorang pria yang tengah tersenyum dan nampak gagah dengan seragam polisi yang dikenakannya. Ia berdiri membelakangi sebuah air mancur yang di tengahnya ada patung ikan yang mengeluarkan air dalam mulutnya. Dapat ia lihat dengan jelas bahwa pria itu menggandeng tangan seorang perempuan. Namun sayangnya, bagian itu sengaja disobek hingga Rosa tidak bisa mengetahui siapa gerangan perempuan tersebut.
Rosa mengusap foto yang sudah nampak nampak tua itu dengan ibu jarinya. Telunjuknya lalu menyusuri deretan tanggal yang tertera di bagian kanan bawah foto tersebut, menunjukkan kapan tepatnya foto itu diambil – sekitar dua puluh satu tahun yang lalu.
Ingatan Rosa kembali pada saat ia menerima berita dari Juniarka, yang menginformasikan bahwa pria itu sudah meninggal. Rosa menghembuskan nafasnya, raut wajahnya kini menampakkan kesedihan. Bahkan sudut matanya sudah nampak basah karena air mata.
"Padahal aku belum pernah ketemu sama dia.." Gumamnya masih dengan tangannya yang menyusuri potret wajah pria itu.
Senyum pria itu seolah memberitahu Rosa bahwa ia baik-baik saja. Rosa ikut menarik bibirnya, meskipun tak dapat dipungkiri bahwa kini hatinya sesak saat mengetahui kenyataan bahwa orang yang paling ingin ia temui di dunia ini sudah tiada. Seolah-olah, mereka memang tidak ditakdirkan untuk bertemu satu sama lain.
Kegiatan Rosa terganggu saat mendengar deru motor yang mendekat ke arah rumahnya. Rosa menatap ke depan dan mendapati sebuah motor matic berhenti tepat di pintu pagar. Alis Rosa mengernyit, menerka siapa gerangan yang bertamu ke rumahnya selarut ini. Namun detik berikutnya Rosa hanya ber-oh ria saat melihat sosok itu melepaskan helm full facenya, hingga menunjukkan wajahnya.
Rosa mengusap wajahnya dengan kasar. Ia merapikan rambutnya yang sedikit kusut dan bangkit, melangkah menuju pagar.
"Ngapain ke sini malem-malem?" Tanya Rosa tanpa basa-basi saat jarak mereka sudah dekat. Rosa sengaja tidak membuka pintu pagar dan membiarkan pagar sebagai penghalang di antara mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Girl Must Dating with Good Boy | Jaerose [END]
Roman pour AdolescentsCeweknya play girl, genit dan boros. Cowoknya alim, baik hati, tidak sombong dan rajin menabung. Kalau mereka pacaran, kira-kira akan seperti apa jadinya? . . . . Kalau kata orang, Jefri itu ibaratnya pangeran tampan yang keluar dari buku dongeng. O...