"Bersama denganmu membuatku seolah menjadi anak kecil yang baru mengenal cinta..."
*
*
*
"Aku nggak salah dengar 'kan, Ros?"
Jefri bangkit dari posisi berbaringnya. Ia sudah tidak lagi menggenggam tangan Rosa dan justru menatap cewek di hadapannya dengan tatapan yang sulit diartikan. Jefri memperhatikan Rosa dari atas ke bawah. Cewek itu masih memakai jaket tebal seperti tadi sore, walaupun penampilannya bisa dibilang lebih berantakan karena terlihat wajah bantal Rosa begitu kentara apalagi cewek itu sudah menghapus make upnya.
"Enggak, Jef. Aku serius." Rosa menegaskan.
Ia benar-benar serius kali ini. Rasanya begitu gemas karena Jefri bukanlah cowok yang peka dan pastinya tidak akan memulai lebih dulu jika Rosa hanya diam. Rosa yakin jika Jefri juga tertarik padanya, namun cowok itu mungkin belum menyadarinya dan rumor bahwa Jefri belum pernah pacaran itu mungkin benar adanya. Terbukti dari bagaimana kakunya Jefri menghadapi pernyataan Rosa barusan.
"K-kamu.." Jefri tergagap. Tiba-tiba saja ia begitu gugup saat sebuah pemikiran aneh muncul dalam kepalanya. Ia menggelengkan kepalanya keras-keras. "Aku belum siap nikahin kamu, Ros."
What?
Rahang Rosa seakan mau jatuh ke bawah saking terkejutnya. Jefri tidak sedang bercanda 'kan? Seingatnya Rosa hanya meminta Jefri untuk menjadi pacarnya dan bukan meminta untuk dijadikan istri. Rosa menatap Jefri yang masih menatapnya dengan wajah resah dan bimbang. Ia tidak bisa menebak apa isi pikiran cowok itu.
"Bukan itu, Jef." Mau tak mau Rosa akhirnya tertawa juga. Jefri begitu lucu dan lugu sekaligus. Rosa sampai ingin mencubit pipinya saking gemasnya. "Aku juga belum mau nikah wong baru dua puluh tahun." Sambungnya membuat Jefri menghembuskan nafas lega.
Jefri terdiam. Ia menatap Rosa cukup lama sambil berpikir. Entah apa yang tengah ia pikirkan. Diambilnya tangan Rosa dan ia genggam lagi, membuat kehangatan kembali mengaliri telapak tangan Rosa yang memang mulai dingin.
"Aku paham kok maksud kamu." Jefri membuka suaranya. Matanya masih mengunci mata Rosa dengan tatapannya yang meneduhkan. "Cuma aku masih ragu aja. Ini hal yang baru bagi aku, Ros."
"Kamu belum pernah pacaran 'kan?" Rosa menebak maksud ucapan Jefri. Sesuatu yang selama menggelitik rasa penasarannya dan akhirnya terjawab dengan anggukan kepala oleh Jefri. "Kalo gitu ayo kita coba." Ajaknya lagi.
"Tapi aku nggak mau pacaran." Jefri menegaskan hal itu sekali lagi. Nasihat kakeknya masih terus terngiang di dalam kepalanya.
Rosa menghembuskan nafasnya. Kali ini benar-benar panjang. Ia menundukkan kepalanya dan menarik tangannya dari genggaman tangan Jefri. Ucapan Jefri tadi seolah menyadarkannya bahwa mungkin ia sudah bertindak terlalu jauh. Rasanya ucapan Jefri begitu menamparnya hingga ia sadar jika ditolak itu rasanya benar-benar sakit.
Mungkinkah seperti ini perasaan cowok-cowok yang pernah ditolak dan dicampakkan oleh Rosa?
Kembali Rosa mempertanyakan perasaan Jefri. Jadi tempo hari Jefri meminta untuk menjadi teman Rosa itu serius? Jefri hanya ingin menjadi temannya saja? Jadi selama ini hanya Rosa saja yang terlalu percaya diri dengan mengira bahwa Jefri juga memiliki perasaan yang sama dengannya. Duh, Rosa merutuki dirinya sendiri yang terlalu cepat menyimpulkan semua ini.
"Yaudah, nggak apa-apa , Jef."
Sembari memberi seulas senyum yang kentara sekali dipaksakan, Rosa bangkit berdiri. Ia tidak boleh terlalu jelas menampakkan kekecewaannya. Ia harus bersikap biasa saja, seolah yang barusan ini hanyalah percakapan biasa dan tidak melibatkan campur tangan perasaan di dalamnya. Atau kalau boleh, Rosa ingin menganggap hal itu tidak pernah terjadi sehingga ia bisa bersikap biasa saja, tanpa perlu merasa sakit hati ataupun sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Girl Must Dating with Good Boy | Jaerose [END]
Teen FictionCeweknya play girl, genit dan boros. Cowoknya alim, baik hati, tidak sombong dan rajin menabung. Kalau mereka pacaran, kira-kira akan seperti apa jadinya? . . . . Kalau kata orang, Jefri itu ibaratnya pangeran tampan yang keluar dari buku dongeng. O...