"Kepercayaan seperti halnya sebuah piring yang cantik. Ia dibuat dengan penuh perjuangan agar seseorang bisa menikmati keindahannya. Namun saat piring itu pecah, meskipun bisa dirangkai kembali, tetap saja kau tidak akan bisa menghilangkan retakannya..."*
*
*
Sekitar pukul setengah tujuh pagi Rosa terbangun dari tidurnya. Ia menggeliat pelan di balik selimutnya, lalu merasakan ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Matanya terasa perih saat dibuka, pun dengan badannya yang terasa lebih panas.
Rosa bangkit dan memposisikan dirinya bersandar pada kepala tempat tidurnya. Diambilnya ponsel yang selalu ia letakkan di atas nakas dan melihat pantulan wajahnya melalui layar ponsel yang gelap. Beberapa saat kemudian Rosa terlonjak, mengetahui bahwa matanya bengkak. Rosa memukul pelan kepalanya. Ia baru ingat jika semalam ia menangis setelah Jefri pergi begitu saja dari rumahnya.
Dengan malas Rosa berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Jika saja ia tidak harus berangkat bekerja pagi ini, mungkin Rosa akan memilih mengurung diri di kamarnya seharian meskipun tahu mamanya pasti akan mengomel lagi.
Setengah jam kemudian Rosa sudah siap dengan seragam kerja yang melekat pas di tubuhnya. Setelah memastikan tidak ada yang ketinggalan, Rosa keluar dari kamarnya menuju ruang makan. Namun lagi-lagi ia harus menelan kekecewaan kala tak menemukan apapun yang bisa dimakan di meja makan. Rosa menghembuskan nafasnya pelan dan melihat jam di pergelangan tangannya.
"Masih jam tujuh lebih. Gue bisa nyari sarapan di jalan." Ujarnya bermonolog.
Ia memutuskan untuk berangkat kerja agak lebih awal hari ini. Saat ia akan berpamitan dengan mamanya, ia tak menemukan wanita itu di manapun. Jadi Rosa memutuskan untuk berangkat dan tak mau ambil pusing karena hal itu hanya akan menambah beban hidupnya saja.
..
.
.
.
Tak terasa jam kerja Rosa sudah selesai sore ini. Ia berjalan menuju lokernya dan mengambil ranselnya lalu berjalan menuju toilet untuk berganti pakaian. Tak lama kemudian Rosa sudah berganti pakaian dengan jeans dan tunik lengan panjang yang dipadupadankan dengan sneakers putih favoritnya.
Setelah absen pulang dengan finger print, Rosa keluar dari tempat kerjanya dan berjalan menuju parkiran. Namun langkahnya terhenti saat melihat banyak orang yang berkerumun tak jauh di depannya. Karena penasaran, Rosa akhirnya memutuskan untuk mendekat guna mengetahui ada hal apa yang terjadi.
"Mas Tama, ini ada apaan ya?" Tanya Rosa pada salah satu rekan kerjanya.
Cowok yang diajak bicara oleh Rosa itu menoleh. "Biasa tuh Rena sama suaminya ribut." Jawabnya singkat.
Rosa memilih untuk melihat dua orang yang menjadi pusat perhatian sekarang ini. Ia tahu siapa Rena. Wanita muda yang sudah menjabat sebagai supervisor di tempat kerjanya itu memang dikabarkan akan segera bercerai dengan suaminya. Namun ia tidak tahu jika masalahnya akan sampai seperti ini. Lagipula, kenapa mereka harus bertengkar di tempat umum?
"Mas Danis, dengerin aku dulu. Aku bisa jelasin semuanya." Ucap Rena setengah berteriak. Ia berlari mengejar suaminya yang sudah bersiap masuk ke dalam mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Girl Must Dating with Good Boy | Jaerose [END]
Teen FictionCeweknya play girl, genit dan boros. Cowoknya alim, baik hati, tidak sombong dan rajin menabung. Kalau mereka pacaran, kira-kira akan seperti apa jadinya? . . . . Kalau kata orang, Jefri itu ibaratnya pangeran tampan yang keluar dari buku dongeng. O...