Neji

799 100 3
                                    

" Neji-nii..Neji-nii... "

Dia berlari dengan kaki mungilnya menyusulku lalu memelukku. Dia Hinata, sepupuku. Gadis mungil yang selalu mengikutiku kemanapun aku pergi. Selalu tersenyum dan menenangkanku disaat aku gundah dan sedih. Selalu ada dia disampingku. Aku menyayanginya lebih dari apapun lebih dari siapapun. Kami sudah bersama sejak usiaku 10 tahun dan dia 5 tahun.

Kedua orang tuaku meninggal dalam sebuah kecelakaan dan meninggalkan aku sendiri. Beruntung ada Oba-san dan Ji-san, mereka bersedia menampungku.

Tahun terus berlalu usiaku sudah 17 tahun sekarang sedang Hinata lulus sekolah dasar. Beranjak dewasa perubahan dalam diri Hinata semakin terlihat. Tubuhnya terbentuk dengan sempurna, surainya panjang terurai, dia sungguh cantik.

Dan lambat laun rasa sayangku padanya pun berubah. BUkan lagi sayang kepada adik melainkan pasangan. Ya, aku melihatnya sebagai seorang wanita.

Aku mulai menyukainya, mencintainya dan bahkan berharap untuk memilikinya hanya untukku sendiri. Rasa cintaku membuatku gila setiap kali aku melihatnya ataupun bersamanya. Dan tanpa kusadari aku sudah menjadi stalker.

Membuntuti kemana dia pergi, mengambil fotonya bahkan membuat rekaman kegiatannya setiap hari. Obsesiku

terhadap dirinya semakin menjadi seiring dengan rasa cintaku yang semakin besar.

Aku mencintainya.. tidak.. aku memujanya.

Di sudut ruangan dalam kamarku bahkan ku buatkan sebuah altar dengan semua fotonya terpampang disana.

Awalnya ku pikir semua rahasiaku akan berjalan dengan lancar karna memang aku tidak pernah menceritakan pada siapapun tentang ini. Hingga pada hari kelulusanku.

Siang itu sepulang sekolah dirumah, saat aku sedang di dalam toilet.

" Neji.. Neji.. " suara Oba-san memanggilku.

Karna sedang asik akupun hanya diam dan tidak menjawab panggilannya. Dan saat selesai ku lihat pintu kamarku terbuka. Aku langsung berlari sekuat tenaga dan ku dapati oba-san dan ji-san tertegun melihat semua foto putrinya, Hinata.

" Apa-apaan ini Neji " tanya Ji-san.

" I-ini..aku.. "

Plak

Lavenderku membulat sempurna mendapat tamparan dari Ji-san siang itu.

" Benahi pakaian mu, aku akan menghubungi keluarga lain untuk menampungmu "

Itu adalah kata-kata terakhir yang ku dengar dari Ji-san, oba-san bahkan tak menahanku hanya menangis.

Malamnya akupun pergi meninggalkan rumah itu. Tanpa ucapan perpisahan dengan Hinata juga Oba-san. Hanya Ji-san yang mengantarku keluar rumah.

Selanjutnya aku tinggal dengan keluarga Hyuga yang lain. Semua orang di keluarga ini berbeda, mereka terlalu perhitungan dengan orang baru sepertiku. Keributan selalu terjadi setiap saat dan itu membuatku muak.

" Jika kalian tidak ingin aku disini kenapa kalian menampungku? " kesalku.

Satu bulan aku disana lalu ku putuskan untuk keluar dan tinggal sendiri. Aku belajar siang dan malam demi mendapat beasiswa kuliah di luar negeri untuk membuktikan pada mereka bahwa aku bisa tanpa mereka semua.

Membuktikan pada Ji-san dan Oba-san bahwa kelak aku bisa memiliki Hinata dengan kedua tanganku sendiri.

Tiga tahun kemudian aku lulus dari sebuah universitas ternama di Inggris. Dan kembali ke Jepang kota kelahiranku.

Aku kembali ke rumah itu, rumah Ji-san dan Oba-san juga Hinata. Oba-san menyambutku dengan hangat, sebaliknya Ji-san. Beliau masih melihatku sebelah mata setelah insiden dulu.

Dan Hinata, aku tidak bisa mendeskripsikannya. Dia lebih dari sekedar cantik bagiku. Jantungku selalu berdegup tidak karuan setiap kali dekat dengannya.

" Kamisama..aku sungguh mencintainya " ucapku lirih.

Aku menangis di kamarku, menahan isakku yang teramat ingin memiliki Hinata.

Tapi lagi-lagi espektasiku tidak sejalan dengan kenyataan. Ji-san memintaku keluar dari rumah.

" Sering-seringlah berkunjung Neji " ucap Oba-san.

Aku hanya tersenyum.

Aku sudah keluar lagi dari rumah yang membesarkanku. Tapi mungkin ini sudah jalannya. Setidaknya aku bisa membangun altar pemujaanku untuk Hinata di apartemen baru ku ini tanpa ada yang mengetahuinya.

Aku melamar menjadi guru di sekolah Hinata demi untuk lebih dekat dengan Hinata setiap harinya. Tapi lagi- lagi espektasiku tidak sejalan dengan kenyataan.

Salah satu siswa kelas 1 Uchiha Sasuke selalu menggagalkan usahaku mendekati Hinata. Entah karna dia juga menyukai Hinata atau karna dia tau maksud dibalik semua tindakanku.

Tapi kurasa dia hanya anak kecil yang menyukai senpai nya di sekolah. Sebisa mungkin aku melewatkan dia dan tidak memikirkan kehadirannya. Dan hanya fokus pada Hinata seorang.

Hingga sore itu, Hinata mendadak menghubungiku dan mengatakan bahwa dia akan datang ke apartemenku.

" Ini kesempatanku berdua dengan Hinata! " seruku kegirangan.

Ku siapkan semuanya, kurapikan apartemenku. Aku bahkan membeli pengharum ruangan baru untuk membuatnya nyaman nanti saat berdua denganku. Dan saat semua sudah usai, aku mulai berfantasi tentang Hinata sambil menunggu kedatangannya.

" Astaga..aku bisa gila kalau begini " gumamku tersenyum sendiri.

Tok..tok..

Aku berlari keluar menghampiri.

" Hina..ta.. "

" Neji-nii datang " senyum Hinata.

Aku tertegun sesaat ketika ku lihat Hinata datang bersama Uchiha Sasuke. Sialan.

" Ah masuklah.. " senyumku.

Sial. Semua rencanaku gagal karna kedatangannya.

" Aku mau ke toilet "

" Disana " tunjukku.

Uchiha Sasuke pergi meninggalkan kami berdua.

" Ini kesempatanku " batinku.

Tepat saat aku mulai mendekat tiba-tiba Hinata mencari Uchiha Sasuke. Dan itu membuatku kesal.

" Aku akan mencarinya " ucapku.

Aku berlalu meninggalkannya dengan marah.

" Aku harus mengeluarkanmu " gumamku.

Saat ku cari di toilet, kosong. Akupun mencari ke tempat lain dan mendapati dia berdiri di sebuah ruangan khusus tempatku menumpulkan semua foto Hinata, tempatku memuja Hinata.

Cklek

Ku tutup pintu itu dan berdiri di hadapannya.

" Siskon "

Hanya itu yang keluar dari mulutnya.

" Bukan urusanmu " ucapku.

Disaat kami sedang saling pandang penuh emosi, Hinata datang. Kini semua semakin sulit tuk dijelaskan.

Semua gara-gara Uchiha Sasuke.

~Skip~

RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang