A: 1

13.8K 345 7
                                    

Langit-langit gedung saat ini seperti di Antartika. Berlebihan, mungkin seperti di Tokyo saat cuaca mencapai - °C.

Semua mata memandang pada sosok manusia yang cukup tampan dan tampang yang tegas.

"Seharusnya tidak seperti itu. Jangan lakukan kesalahan dua kali, ini sebagai peringatan pertama untuk gerai Jakarta." ia memberikan keputusan sebagai penutup rapatnya kali ini.

"Bertemu di ruangan saya"

Manusia tampan ini berjalan dengan gagah menuju ruangannya. Semua orang yang berjalan memberikan hormat padanya.

"Aras, makan siang apa kita hari ini?"

"Laporan bikin dulu, gue kasih tempe goreng doang hari ini buat lo"

"Payah"

Araska POV

8 tahun yang lalu.

"Udahlah, ska. Itu tugas Papa, kamu belajar aja yang pinter"

"Pa. Ini biar jadi urusan Araska. Percaya, Araska pasti bisa."

Obrolanku dengan Papa berhenti sampai disitu. Papa seperti itu karena tidak akan percaya pada anak usia 15 tahun sepertiku akan mencoba berwirausaha.

Aku tidak akan pernah berhenti mencoba untuk meminjam uang pada Papa sebagai modalku untuk berwirausaha.

Hari-hari selanjutnya, sepulang sekolah aku kembali membuka obrolan pada Papa.

Hari ini sepertinya Papa tidak akan menolak. Semoga itu bukan hanya sekedar harapanku.

"Pa, aku mau membuka usaha...."

Papa memotong ucapanku. "Kamu butuh modal berapa?" aku terkesima.

Buru-buru ku sebut nominal sebelum Papa berubah pikiran. "800 ribu, Pa"

Aku menunggu jawaban Papa. Apa yang akan Papa katakan setelah ini.

"Nanti sore Papa transfer."

YES! "Thank u, Pa!"

Aku memeluk Papa dengan raut wajah yang begitu senang. Senang sekali rasanya. Aku segera menentukan rencanaku selanjutanya.

Saat ini.

Aku telah memiliki sebuah perusahaan cukup besar dan cukup terkenal, karena Papa. Sosok orang tua yang begitu hebat untukku.

Aku Garisya Araska Derren, yang terlanjur terlahir sebagai perempuan namun tidak sedikit pun aku terlihat seperti perempuan. Aku adalah aku, yang tidak mau dibatasi.

Papa dan mama adalah orang hebat dibalik suksesnya karirku saat ini. Merekalah yang sukses, aku hanyalah manusia yang mau berusaha.

"Aras, pihak mereka tidak akan mau mengambil keputusan seperti itu."

"Ya memang tidak akan mau. Mereka telah menang dengan kecurangannya. Dan kita kalah dengan kebodohannya."

Saat ini aku tengah mengurus keteledoran staffku dalam mengelola toko kami. Aku telah mengalami kerugian sekitar 0,3% dari penghasilan toko kami di cabang Jakarta.

Laki-laki dihadapanku adalah sahabatku. Frans namanya. Dia merupakan staffku, bukan murni sahabatku. Tetapi semua staff dikantorku bagiku adalah sahabatku.

"Maafkan ketidaktelitian saya, Araska." katanya yang terlihat begitu merasa bersalah.

"It's okay, man. Ayo makan siang dulu, udah jam istirahat. Lo harus balik lagi ke gerai kan?"

"Iya dan harus urus semuanya biar kembali seperti biasa."

Aku dan Frans keluar bersama dari dalam ruangan. Semua mata memadangku.

"Lah pada ngapain? Istirahat, kerja terus, tua kalian." kataku pada staff yang lain yang masih bekerja dibalik meja kerja mereka.

"Baik bos"

Aku mendengar ucapan bos namun samar dan agak jauh dari jangkauan telingaku.

"Duluan, Frans. Gue urus anak baru dulu"

Aku mendekati sosok laki-laki yang menyebutku bos tadi. Sepertinya dia anak baru di sini, yang belum benar-benar mengerti.

Dia sepertinya ketakutan dengan kedatanganku ke mejanya.

"Tadi bilang apa?"

"...b.b..bos.."

"Araska." kataku sambil tersenyum padanya.

"Baik, bbb....Araska"

Aneh sekali rasanya dengan sebutan 'bos' dan aku tidak suka dengan sebutan itu.

"Cepat beradaptasi ya,....." kulihat id cardnya disakunya.

"Ivan." lanjutku, menepuk pundaknya lalu meninggalkannya.

Aku melangkah kembali menuju keluar gedung untuk makan siang. Aku pergi bersama dengan para sahabatku, Mario, Givano, dan Rara.

Mereka memang partner makan siangku. Juga Frans, tetapi sepertinya dia harus buru-buru kembali ke gerai. Vano yang mengatakan padaku saat menyambutku untuk pergi makan bersama mereka.

Author POV

Pagi ini Araska tidak berangkat bekerja. Memang jadwalnya ia untuk pergi ke tempat ia menenangkan diri, Pantai.

"Selamat beristirahat, hati"

Araska merentangkan tangannya, merasakan angin yang menghempas tubuhnya. Araska memiliki penginapan sendiri disebuah pulau di Kepulauan Seribu, yang akan ia datangi setiap hari jumat. Lalu Sabtunya ia akan pergi bekerja kembali.

Saat ini ia tengah menikmati udara pantai yang mulai menenangkan hatinya. Meski ia memiliki penginapan sendiri, ketika Araska pergi ke pinggir pantainya ia akan bertemu orang asing juga.

"Ska!"

TBC.

Araska.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang