A: 2

5.7K 233 0
                                    

"Lo apa kabar? Gila lo ilang kayak apaan tau"

"Gue baik baik aja, Ben. Lebay lo, rehat aja gue." Araska memeluk sahabatnya tersebut.

Tak disangka bahwa Araska bertemu dengan sahabat lama masa kecilnya, namanya adalah Benza. Mereka mengobrol banyak, seperti benar-benar menemukan sesuatu yang mereka cari.

Benza adalah sahabat Araska ketika Araska masih masa kanak-kanak. Benza adalah satu-satunya sahabatnya yang mengetahui segala seluk beluk dirinya.

Hingga akhirnya, ketika Araska memutuskan untuk meninggalkan semuanya ia tidak lagi bisa bertemu dengan Benza. Sudah 10 tahun mereka tidak bertemu.

"10 tahun, ska!" Araska tertawa.

"Gue sekarang berantakan, Ben."

"Rapihin lah. Lo tuh ya, gue bukan TEMEN lo yang hilang dan pergi gitu aja. Gue nyari lo kesana sini dan gak nemu dimana mana."

Benar, Benza adalah orang yang menemani Araska dari segala keadaan. Benza merasa bahwa Araska adalah adik baginya.

Benza saat ini terlihat begitu senang bisa bertemu orang yang ia cari-cari selama ini.

"Waktu lo masih di Bandung sama bokap nyokap lo, gue gak pernah kepikiran bakalan pisah sama lo." Araska terdiam sambil meminum minuman yang ada disebelahnya.

"Sekarang liat, lo berubah seperti apa yang lo mau. Dan gue gak tau apapun dari lo." Mereka tertawa. Meskipun tidaklah ada yang lucu.

"Lo udah punya anak, Ben?" Benza ketawa dengan pertanyaan Araska.

"Nikah aja gue belom. Rencananya tahun depan, gue masih cari modal buat nikah. Makanya gue akhirnya ke Jakarta, kerja di sini."

Araska meneguk sampai habis minumannya. Araska kembali merebahkan tubuhnya.

Benza ikut-ikutan tiduran di sebelah Araska dengan tangan jadi bantalannya sama seperti Araska.

"Lo lulusan apa, Ben?"

"Marketing" Araska lalu mengeluarkan dompetnya.

"Coba nih lo lamar kerjaan di sini. Siapa tau bisa bantu modal nikah lo dan cepet nikah tanpa nunggu tahun depan."

Araska memberikan kartu nama dari dompetnya kepada Benza. Raut wajah Benza terlihat bingung. Tetapi Benza tetap menyimpannya pada saku celananya.

"GAD.co?? Ini GAD yang bergerak dibidang fashion? Gue kok kayak gak asing ya sama nama perusahaan ini..."

**

Pagi ini Araska akan terbang menuju Makassar untuk pembukaan gerai baru disalah satu mall, untuk pertama kalinya Araska memutuskan membuka gerai disebuah mall. Ia juga akan melakukan sesi wawancara dengan beberapa media cetak.

Araska bukanlah tipe CEO yang mau untuk diekspos wajahnya di layar televisi. Ia lebih menyukai media cetak dibandingkan media televisi.

Araska sudah berada di dalam pesawat saat ini bersama dengan timnya. Ini bukanlah penerbangan Araska untuk pertama kalinya, ia sudah ke berbagai kota untuk melakukan menghadiri acara opening.

"Rara, tolong ambilkan agenda saya" kata Araska pada sekertarisnya.

Kebiasaan Araska sebelum turun dari pesawat adalah membuka agendanya. Memastikan ia harus bagaimana ketika nanti acara dimulai.

Kegiatan demi kegiatan dalam acara tersebut pun berlalu. Yang memotong pita pun bukanlah Araska. Araska benar-benar belum siap untuk masuk dalam layar televisi diberbagai acara-acara.

"Aras, kita melakukan wawancara di cafe hari ini. Semua sudah diatur oleh Muzy di sana."

Muzy juga merupakan orang kepercayaan Araska untuk mengawalnya, menemaninya, mengatur segala hal yang akan Araska lakukan seperti wawancara kali ini. Bagi Araska, Muzy seperti Benza.

Dalam perjalanan menuju cafe pun, Araska masih harus menerima banyak panggilan. "Halo?"

"Ya benar. Silahkan buat laporannya, taro saja di meja saya. Lusa pagi akan saya cek. Kamu tolong kirimkan filenya ke email saya sore ini."

"Ya, terima kasih." Araska menghela nafasnya. Ia terkadang merasa cukup lelah dengan pekerjaannya.

Rara terkekeh mendengar helaan nafas Araska. "Kenapa ras? Capek?"

"Ye lo malah ketawain gue! Tapi gak tau ya, kok gue rasanya hari ini tuh kayak berat banget jalaninnya."

"Perasaan lo aja mungkin karena capek." kata Rara mencoba menenangkan Araska. Ia kemudian memberikan minuman bervitamin yang mungkin akan membuat Araska akan merasa lebih baik.

Minuman berasa jeruk itu selalu dibawa Rara kemana pun Araska akan pergi, karena minuman itulah yang mampu membuat Araska kembali semangat.

Araska dan tim telah tiba ditempat yang sudah ditentukan untuk melakukan wawancara. Betapa terkejut Araska saat tiba di sana.

"Are you okay, Ras?"

"I'm okay. Bilang Muzy urus tiket kepulangan hari ini, kita batalin jalan-jalannya." kata Araska pada Rara. Rara mengerutkan dahi bingung.

"Nanti saya jelasin."

Entah mengapa, tiba-tiba Araska berubah menjadi seserius itu. Membuat Rara bingung dengan keadaannya.

Araska memang sudah mengatakan bahwa dia dan timnya akan pergi membeli oleh-oleh dan berkunjung liburan dadakan setelah ini. Namun Araska tiba-tiba membatalkannya begitu saja saat ia sampai di tempat janjian tersebut.

Selama wawancara berlangsung, Rara bingung Araska tidak seperti biasanya. Araska begitu tegang ketika wawancara tersebut, meskipun terlihat bahwa dirinya tetap mencoba bersikap profesional.

Kurang lebih selama 30 menit, wawancara tersebut selesai. Araska bersalaman dengan semua kru media cetak tersebut dan berjalan agak cepat dari biasanya menuju mobilnya.

"Ska?"

TBC.

Araska.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang