H A L O
.
.
.Ini sudah minggu ketiga, Asa tidak menampakkan dirinya dihadapanku. Aku tidak tahu kemana ia pergi setelah malam itu.
Asa tidak seperti yang aku kenal, yang selalu berani menampakkan dirinya sekalipun aku bilang tidak. Aku kehilangannya saat ini karena ucapanku sendiri.
"Ras, kenapa beberapa minggu ini lo gak ke penginepan?" tanya Mario yang sedang berada di ruanganku.
"Males"
Aku melanjutkan pekerjaanku setelah melamunkan seseorang yang tak kunjung datang padaku.
"Si manusia gila itu kemana? Kok gak ke sini sih dia? Tumben"
Aku hanya diam saja tidak ingin menanggapi ucapan Mario yang terus saja berbicara.
"Ras. Lo ditolak? Apa gimana sih?"
Suara ketukan pintu ruanganku berhasil membuat Mario menoleh dan aku tidak perlu lagi menjawabnya.
Rara datang masuk dengan beberapa berkas yang ia bawa. Kemudian duduk di samping Mario.
"Ras, hari ini ada pertemuan dengan pimpinan cabang Jakarta beserta staffnya, iya kan?"
"Iyaa, suruh tunggu di ruang meeting. Gue siap-siapin berkasnya dulu"
"Udah gue siapin, ras. Lo kenapa sih? Kok kayak linglung gitu?"
Aku menghempaskan begitu saja badanku ke sofa dihadapan mereka. Memijat keningku yang sebenarnya tidak sakit, tapi pikiranku benar-benar rumit sekali.
"Entah, gue merasa ada yang gak bener sama diri gue setelah Asa pergi dari gue."
"Lo jatuh cinta sama dia?!" tanya Rara yang terkejut lebih dulu.
"Gak tau gue juga"
Aku kalau meminta saran atau apa memang memilih Rara tetapi untuk urusan cerita perasaan aku lebih nyaman bercerita pada Mario di penginepan. Aku merasa Mario benar-benar ngetreatku menjadi sosok yang kuat seperti saat ini.
Mereka dan Muzy adalah sahabatku yang benar-benar mengetahuiku dalam segala hal. Bahkan mereka sudah kuanggap sebagai keluargaku sendiri.
Ini bukan saatnya aku menceritakan mereka. Pikiranku tidak akan kuat karena Asa menguasai seluruh pikiranku.
Beberapa menit lagi menuju meetingku tetapi pikiranku tidak karuan seperti ini.
Mario dan Rara saling melempar pandangan mereka karenaku. Aku melihatnya.
"Udahlah, ayo meeting. Gue cuci muka dulu"
Author POV
Araska sudah memasuki ruangan meetingnya. Semua orang berdiri saat Araska memasuki ruangan meeting.
Seorang staff memandang Araska dengan wajah terkejut. Yang berhasil membuat Araska hanya melemparkan senyumannya.
Rapatpun dimulai.
Araska tidak fokus saat beberapa staff menjelaskan laporan mereka. Juga beberapa saran yang mereka berikan.
Beruntungnya Araska memiliki sekertaris yang cekatan dalam bekerja dan sangat teliti terhadap pekerjaannya.
"Ras, apa kita gak pertimbangkan dulu?"
Ketika Rara menoleh ke Araska, ia tekejut melihat Araska tidak fokus dan tatapannya kosong. Rara sangat melihat jelas tatapan Araska saat ini.
"Hah?"
"Ah. Maaf, saya akan pertimbangkan semuanya, kita lanjutkan meetingnya pekan depan. Saya ada keperluan mendadak. Permisi"