A: 3

4.6K 225 47
                                    

Araska POV

"Ska?"

Saat ini aku tidak lagi bisa dikatakan cerdas. Aku bodoh, sangat bodoh.

Aku tidak menggubris panggilan tersebut dan berlalu menuju mobilku. Aku tidak mau sama sekali menengok ke belakang.

"Gimana, ra? Muzy udah?"

Aku menghampiri Rara yang sudah bersedia menemaniku kali ini. Timku sudah berada di hotel mereka yang sudah menajdi fasilitas dari kantor.

Sedangkan Rara menemaniku selama wawancara dan dia juga yang akan harus ikut aku kembali ke Jakarta saat ini juga.

"Ska, please?"

Aku tidak mau menggubris panggilan tersebut, meskipun Rara sudah sangat kebingungan denganku.

"Ska, please stop."

Entah apa, aku berhenti tepat beberapa langkah dari mobilku. Bayangin saja, aku diikuti sampai dengan parkiran mobil. Meskipun memang tidak jauh dari cafe tadi.

"Apa kita gak bisa bicara sebentar saja?"

"Tidak." kataku.

"Ska, 10 tahun yang lalu." katanya.

Aku menyuruh Rara untuk masuk mobil duluan. Aku tidak mau Rara ikut dalam ke permasalahan ini.

Aku tidak mau memberikan dia kesempatan untuk berbicara banyak padaku.

"Gue gak ada waktu, waktu gue cuma 1 menit. Ada apa?"

Aku sama sekali tidak mau menatapnya. Sejak wawancara tadi, aku tidak mau melihatnya. Mungkin setelah ini aku akan dikatakan sebagai CEO tidak profesional.

"Araska, aku tidak pernah sedikit pun bermaksud untuk menyakitimu...."

"Cukup, ndu. Alasan apa lagi? Sudah 10 tahun berlalu dan gue gak butuh alasan apapun."

Yap. Dia Sekara Rindu Sofa, seseorang yang pernah begitu aku cintai. Yang saat ini ternyata ia bekerja sebagai kru media.

Itulah alasan mengapa aku tidak mau melihatnya sedikit pun saat wawancara tadi. Karena Rindu sendirilah yang mewawancaraiku tadi.

Alasanku tidak mau untuk mengunting pita disetiap opening, masuk layar televisi dan media-media lain adalah aku menghindari Rindu. Dan saat ini, aku malah dipertemukan dengannya.

"Ska, please......"

"No. Jangan pernah temui gue lagi, ndu. Ini yang terakhir."

"Ska, i can't..."

Aku tidak mau lagi memberikan waktu untuk Rindu. Aku masuk ke dalam mobilku dan mobilku melaju meninggalkannya yang masih mengharapkan kehadiran aku untuk bisa berbicara banyak padanya.

Maafkan aku, Rindu.

Sepanjang perjalanan pulang, Rara bertanya padaku siapa perempuan tersebut? Namun aku tak menjawabnya.

Aku bingung apakah aku harus kembali ke Jakarta atau aku menikmati libur sehariku di Makassar.

Tapi sepertinya, keputusanku bulat. Aku akan terbang kembali ke Jakarta.

**

Aku memutuskan untuk tidak pergi ke kantor selama beberapa hari ini. Semua sudah dihandle dengan manajer kantorku dan semua agendaku juga sudah dijadwalkan ulang oleh Rara.

Saat ini aku melarikan diri ke rumah Mama dan Papa. Setidaknya di sana aku bisa beristirahat total.

"Ska, Mama sama Papa mau pergi. Kamu gak kemana-mana kan?"

Araska.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang