Author POV
Saat ini Araska sedang dibuat bingung dengan seorang gadis yang saat ini tengah mengajaknya berkenalan. Pasalnya ia tidak benar-benar mengetahui gadis tersebut.
Zaman sekarang, mungkin orang seperti gadis tersebut sangat jarang sekali ada.
"Asyania Nabila Putri, kamu siapa? Gak mau kenalan?"
Araska menoleh pada gadis bernama Asyania itu. Ia tidak bergeming, masih dengan wajah sok 'cool'nya.
Araska membuka kembali buku agendanya. Dan juga ponsel yang ada di tangannya.
"Sombong banget sih, mas" kata gadis tersebut.
Tak lama, ada panggilan telpon dari ponsel Araska. Araska kemudian bangkit dari duduknya dan mendekati mobilnya yang dikemudikan oleh supir pribadinya.
Ia meninggalkan gadis bernama Asyania tersebut dan benar-benar tidak mau berkenalan dengannya.
Araska bukanlah orang yang mau dekat dengan orang asing ketika ia berada di luar. Araska tidak mau dikenal banyak orang.
Satu jam berlalu, Araska kini sudah berada di kediamannya. Ia langsung pergi untuk istirahat dan membersihkan diri.
Keesokkan harinya.
Araska sudah siap dengan pakaian dan kemejanya untuk hari ini. Beserta dasi yang sudah disiapkan oleh orang yang telah berjasa untuk hidup Araska, yaitu bibi Lala.
"Sudah siap, den?" bibi Lala terbiasa memanggil Araska dengan sebutan aden sejak Araska tumbuh dewasa.
"Sudah bi, saya berangkat. Pak Jali sudah di depan?"
"Sudah, den. Semua sudah siap, ini jas aden." Bi Lala terbiasa melayani Araska. Ia pula yang memakaikan jas ke tubuh Araska yang atletis.
Araska tersenyum. Lalu berjalan menuju mobilnya untuk berangkat ke kantornya hari ini. Menjadwalkan ulang semua rapat dan acara yang telah dibatalkan.
Sesaat ia tersadar bahwa buku agendanya tidak berada ditangannya. Araska akhirnya menelpon sekertarisnya untuk memastikan berada dimana buku tersebut.
"Halo?"
"Buku agenda saya sama kamu kan, Ra?"
"Tidak, Ras. Terakhir dibawa sama kamu ke Melbourne." kata Rara dalam sambungan telepon mereka.
"Oke. Terima kasih, tolong siapkan berkas yang harus ditanda tangani hari ini dimeja saya."
Araska kembali mengingat-ingat kapan terakhir kali dia menyentuh buku agendanya. Saat ini ia tidak begitu tau dengan pasti agenda apa saja yang harus dia lakukan.
Araska tiba di kantor setelah menempuh waktu 1 jam dari rumahnya. Araska langsung menuju ruangannya. Dan kembali lagi mengingat dimana ia meletakkan buku agendanya.
Ia melanjutkan menandatangani berkas-berkas di mejanya yang telah disiapkan oleh Rara. Tak berapa lama, Araska mendapatkan panggilan telepon.
"Maaf, pak. Ada yang ingin bertemu dengan bapak, tetapi ia belum memiliki janji dengan bapak." Kali ini sekertaris kedua Araska yang berbicara.
"Saya segera ke sana."
Araska tidak tahu membuat janji dengan siapa hari ini. Tetapi ia harus tetap menemui orang tersebut di lobby kantornya.
Araska diantarkan oleh Rara menuju orang tersebut. Rara berada di belakang Araska.
"Siapa sih?"
"Gak tau, Ras. Tapi kata Melly dia maksa ketemu, katanya penting."
Araska sudah berada dibalik punggung perempuan berambut panjang bergelombang karena catokan tersebut.