16

12.3K 2.1K 313
                                    

"Guanlin suka sama Beby."

"satu tambah dua?" Guanlin tiba-tiba mengajukan pertanyaan dengan tempo cepat.

Dahi Xerim berkerut, kebingungan.
"apa?"

"jawab." suruh Guanlin.

"tiba-tiba gini?" sebenarnya Xerim ingin mengajukan protes tapi Guanlin lebih dulu menyelanya.

"tiga tambah dua?"

"lima." jawab Xerim cepat.

"tanggal 1 oktober ulang tahun?"

"Xerim."

"Xander adeknya?"

"Xerim."

"Daehwi Somi Guanlin...?"

"Xerim."

"Guanlin suka sama?"

"Xerim-eh"

"seratus! Anak pinter." Guanlin mengacak rambut Xerim gemas, sedangkan si pemilik rambut itu hanya terdiam mencerna apa yang baru saja terjadi.

"ayo makan lagi-aduh! Kok dipukul?!" Guanlin mengusap bahunya yang baru saja dipukul Xerim kuat.

Makanya jangan suka php. "makanya jangan ngacak-ngacak rambut." balas gadis itu tiba-tiba sengit.

"kalo ngacak-ngacak hati lo boleh nggak?"

"kenapa sih kalo sama Xerim pake lo-gue tapi kalo sama yang lain aku akuan. Emang kita se-nggak deket itu ya?"

"kalo udah deket mah jadian, Rim."

"yaudah makanya ayo kita jadian!" ucap Xerim meninggikan nada suaranya. Terselip nada kesal di dalamnya. Menantang laki-laki itu yang pasti akan ditolak, seperti yang lalu.

"ayo!" seru Guanlin semangat.

Bukan jawaban itu yang Xerim harapkan, untuk saat ini. Karena saat ini hati Xerim benar-benar tak bisa bernapas.

"kok diem?" tanya Guanlin berusaha untuk membuat air wajahnya tetap tenang. Berbeda sekali dengan jantungnya yang berdetak tak karuan.

"nggak lucu!" balas gadis itu dengan wajah yang memerah.

"i love you too, Xerim."

"Bunda masuk diwaktu yang salah nggak?" suara wanita yang tak asing itu terdengar.

Xerim menoleh lalu tersenyum, "engga kok, tante."

Wanita itu hanya mengangguk, lalu melepas jarum infus yang tertancap di pergelangan Guanlin. Tak bisa menahan senyum, wanita yang berprofesi sebagai dokter itu akhirnya tertawa kecil.

"loh Guanlin udah sembuh, tan?" Xerim memilih bertanya tentang infus, walaupun ia penasaran apa yang membuat sang bunda tertawa.

"Bunda kenapa ketawa?" pertanyaan itu diwakilkan oleh Guanlin.

"Guanlin udah boleh pulang hari ini, lagian emang sakitnya nggak parah kok." katanya tanpa menjawab pertanyaan Guanlin.

Merasa pertanyaannya diabaikan, Guanlin kembali bersuara. "Bun?"

"emang bunda nggak boleh ketawa?" dokter itu balik bertanya.

Guanlin menyipitkan matanya melihat sang ibu masih tersenyum menahan tawa.

"mencurigakan." ujar Guanlin pelan.

"Xerim, nggak sekolah?"

"engga, tante. Izin dulu, nemenin Guanlin."

"kalo gitu tante boleh minta tolong ya? Temenin Guanlin pulang, nanti dijemput sama supir kok. Bentar lagi paling sampe."

"iya, tante."

"makasih, Xerim. I love you." ucapnya membuat Guanlin langsung mengerti apa yang bundanya tertawakan sedari tadi.


oOo


"akhirnya" kata Guanlin merebahkan tubuhnya selagi bernapas lega

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"akhirnya" kata Guanlin merebahkan tubuhnya selagi bernapas lega.

Sedang Xerim hanya melihatnya sekilas, matanya lebih tertarik melihat isi kamar pemuda itu. Dan, pandangannya tertuju pada sebuah foto yang terpajang di meja belajar laki-laki itu.

Merasa terlalu hening, Guanlin membuka matanya yang sempat terpejam, ia mengikuti arah pandang Xerim.

Tubuhnya terlonjak bangkit, berlari secepat mungkin untuk menghentikan Xerim. "laper nggak? Oh iya, kita mau panggilan yang gimana? Ayah bunda? Mami papi? Honey baby? Sayang?" katanya cepat sambil merangkul gadis itu.

"lepas nggak, aku tau itu ada foto aku." gadis itu mencoba memberontak.

"nggak ada apa-apa, salah liat doang."

"bohong."

"beneran."

Keduanya menatap satu sama lain dengan penuh arti. Mencoba perang tatap-menatap mungkin.

Namun tujuan keduanya sama, berusaha mengambil bingkai foto yang terletak di meja yang tak jauh dari mereka.

Beruntung Guanlin lebih cepat menyambar foto tersebut dan menjauhkannya dari Xerim. Lebih parahnya, Guanlin mengunci gadis itu di dalam kamar. Tak ingin membuang waktu, ia segera menyembunyikan foto Xerim di kamar kakaknya dan kembali membuka kunci kamar dan melihat Xerim tersenyum kearahnya, di tangan gadis itu terdapat banyak foto dirinya.

"dasar bucin." ejek Xerim. "sejak kapan ngefans sama Xerim?" tambahnya sambil melihat hasil foto-foto dirinya yang Guanlin ambil diam-diam.

Guanlin yang awalnya terdiam membeku kini tergeletak lemas di karpet lantai kamarnya.

"ini siapa?" Xerim menunjuk salah satu foto yang berbeda, bukan foto dirinya melainkan Guanlin tengah berpose dengan seorang gadis asing.

"temen kecil, dia tinggal di Taiwan."

"masih berhubungan sampe sekarang?"

"heem."

Entah kenapa perasaan Xerim sedikit terganggu.

Kenapa sih Guanlin dikelilingin cewek-cewek cantik, kecuali Xerim sih. Ucap Xerim dalam hati masih mengamati foto gadis di foto tersebut.

Xerim yang memang pada sifatnya pesimis lebih memilih diam. Saingannya berat berat sist.

"pendek atau tinggi?" tiba-tiba Xerim bertanya.

"tinggi." jawab Guanlin walaupun sempat kebingungan dengan pertanyaan yang tiba-tiba diajukan.

"manja atau mandiri?"

"mandiri."

"cantik atau jelek?"

"cantik, yaa relatif lah."

"Xerim atau Beby?"

"Xerim!"

"Xerim atau yang di Taiwan?"

Kali ini Guanlin tampak berfikir, tak seperti jawaban lainnya yang spontan.

"Beda, Rim. Dalam hal apa dulu nih?"

Banyak hal yang beda memang, Lin. Xerim pendek, manja, jelek. "udah ah, nggak usah dijawab." takut tambah sakit nanti dengerya.

Secret ¦ Lai GuanlinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang