Sebenarnya, mempunyai teman seperti Guanlin tidak seburuk yang orang katakan. Walaupun terkadang sulit untuk berkomunikasi, Guanlin adalah pendengar yang baik, dan yang paling menyenangkan adalah, Guanlin tidak akan berkata pedas atau mencela ketika seseorang melakukan kesalahan, dan terakhir ia tidak akan membicarakan orang lain atau bergosip."Mirex, mana pr lo?" tanya ketua kelas memanggil Xerim dengan nama terbalik, meskipun ia sudah memperingatkan untuk memanggilnya dengan benar, tetap saja ketua kelas yang lumayan tampan itu memanggilnya, Mirex.
"emang ada pr?" Xerim bertanya balik, dahinya berkerut.
"nggak usah pura-pura amnesia, cepetan, mau gue kumpulin pagi ini."
"Guanlin, kok nggak kasih tau?" tanya Xerim sedikit dramatis.
"bukannya Xerim lagi marah sama Guanlin?"
"Guanlin pikir Xerim lagi nggak mau Guanlin ganggu" sambungnya.
Xerim menganga tak percaya ketika membaca gerakan Guanlin, "tapikan..." gadis itu kehilangan kata-katanya sejenak.
"kumpul duluan aja, Le. Gue nyusul nggakpapa." ucap Xerim lemas pada lelaki berkulit putih pucat, Chenle.
"yaudah. Punya lo?" tanya Chenle pada Guanlin, dengan sigap lelaki jangkung itu memberikan bukunya.
Merasa tak memiliki waktu lagi, setelah berakhirnya jam Bahasa Inggris, Xerim menggunakan waktu istirahat untuk mengerjakan tugas Seni Budaya yang tertunda.
Rasa kesalnya bertambah saat mengingat teman sebangku, Somi dan juga penghuni kursi belakangnya yaitu Daehwi sedang berjuang mengharumkan nama sekolah melalui lomba cerdas cermat. Xerim terbiasa diingatkan ketika mempunyai pekerjaan rumah oleh mereka, atau Guanlin, tapi kali ini tidak.
"mau kemana, Rex?" tanya Chenle saat berpapasan Xerim di pintu kelas.
"mau ngumpul tugas, Le. Udah telat banget." jawab gadis itu terburu.
"sini gue aja yang ngumpul, gue bisa bilang buku lo ketinggal di meja gue tadi pagi." lelaki berkulit putih itu menawarkan diri.
Senyum Xerim mengembang, "wah, beneran? Tapi lo nggak bakal kena marah kan?" tanyanya mengantisipasi.
"nggak kok, sini gue kumpulin." Chenle mengambil buku tersebut dari tangan Xerim, yang langsung dibalas kata-kata terimakasih.
Guanlin yang sedari tadi berdiri hendak mengantar Xerim, terdiam melihat gadis itu sudah dibantu oleh sang mantan pacar, meskipun akhirnya Guanlin tetap berjalan menyusul Chenle.
oOo
Xerim berjalan sembari memegangi perutnya lemas, ia tidak sempat memasukkan sesuap makanan pun kedalam mulut dari pagi hari, kalaupun ia memakannya sekarang pasti lauknya sudah tak enak.
Makadari itu ia berusaha mempercepat langkahnya agar segera sampai rumah dan melahap masakan ibunya.
Xerim mengurungkan niatnya saat hendak berlari saat sebuah sepeda menghadang, ia benar-benar hafal siapa pemilik sepeda itu, masih kesal, Xerim melanjutkan langkah tanpa memperdulikan seseorang itu.
Tak menyerah, Guanlin si pemilik sepeda pantang menyerah mengejar Xerim dan terus meminta maaf, sampai akhirnya langkah gadis itu terhenti.
"aku nggak marah, Guanlin. Nggak ada yang perlu dimaafin."
Mungkin karena efek kelaparan, suara Xerim terdengar meninggi.
"kalo nggak marah kenapa aku di diemin terus?"
"aku lagi laper, nggak ada tenaga sekedar mau ngomong." jawab Xerim berusaha dengan nada selembut mungkin.
"kalau gitu, aku traktir mie ayam di deket rumah kamu. Dua porsi, tiga porsi, atau sepuluh porsi terserah, aku yang bayar."
"pake bakso boleh nggak? Sama es campur?" tanya Xerim pelan sedikit ragu ketika menatap Guanlin.
Guanlin mengangguk yakin, "ayo naik." remaja lelaki itu menepuk bagian top tube sepeda fixie nya.
"Guanlin pelan-pelan! Kalo jatuh aku duluan yang nyungsep." Xerim reflek memukul lengan Guanlin ketika lelaki itu mempercepat laju sepeda.
Guanlin terkekeh. Selanjutnya, ia berusaha menumpukan dagunya pada puncak kepala si gadis.
"sakit!" protes Xerim kali ini menepuk pelan pipi Guanlin, memberitahu untuk berhenti melakukannya.
oOo
"kamu pake bakso?" tanya Xerim ketika sampai di warung bakso dan mie ayam langganannya.
Guanlin mengangguk, mendudukkan diri sembari menunggu Xerim memesan.
Lagi-lagi para pelanggan wanita mencuri pandang ke arah Guanlin, Xerim yang sering mengajak lelaki itu kemari hampir biasa mendengar atau melihat para wanita memuji ketampanan Guanlin.
Xerim juga sudah terbiasa ketika ia berbicara bersama Guanlin menggunakan bahasa isyarat, tak sedikit para wanita yang memuja itu berbalik mencemooh.
"yahh bisu." celetuk salah satu pelanggan ketika melihat ia dan Guanlin berkomunikasi.
"nanti aku bakal abisin sepuluh mangkok beneran, emang Guanlin punya uang?" Xerim berusaha mengalihkan perhatian Guanlin.
"uang aku banyak." jawabnya dengan wajah sombong, tengah bercanda.
"hm sombong." balas Xerim diakhiri tawa kecil.
<<<
"Loh, Lin. Bukannya lo udah ngumpul?" tanya Chenle melihat Guanlin meletakkan bukunya di atas buku Xerim.
"tadi salah buku."
Alasan Guanlin tak bohong, tapi ia memang sengaja memberikan buku yang salah. Karena ia ingin menunggu Xerim selesai dan mengumpul bersama. Tapi rencana itu gagal.