~
Markas Kwon Jiyong meledak. Bukan pihak militer yang meledakannya— tapi Jiyong— namun serangan militer itu tetap memiliki andil dalam ledakan disana. Andai saja serangan itu di batalkan seperti permintaan Lisa, mungkin tidak akan pernah ada ledakan yang memekakan telinga dan menghancurkan bangunan tua itu. Di ruang kendali, semua orang terdiam begitu layar besar mereka menampilkan asap kelabu hasil dari ledakannya. Tubuh Lisa membeku dan pelupuk matanya penuh dengan buliran air mata yang bisa jatuh kapan saja. Lagi-lagi Lisa gagal dalam negosiasinya. Lagi-lagi Lisa kehilangan sanderanya, begitu yang ia pikirkan ketika melihat tebalnya asap menyelimuti markas yang meledak itu.
"Bukan salahmu, tidak akan ada yang menyalahkanmu," bisik Rose, si penanggung jawab panggilan video yang berusaha menenangkan Lisa. Namun siapa yang bisa tenang hanya dengan kata-kata seperti itu? Ketika nyawa banyak orang tidaklah penting dibandingkan harta dan harga diri para petinggi?
Dengan perasaan getir dan penuh rasa bersalah, Lisa hanya dapat duduk di kursi negosiatornya. Gadis itu terus menatap layar yang menjadi medianya bicara dengan Jiyong sampai rasanya, bayang-bayang Jiyong yang seharian ini muncil di sana melekat di kepalanya. Lisa tidak bisa melupakan Jiyong dan para sanderanya, ia tidak bisa melupakan wajah ketakutan dua anak kecil yang menjadi sandera, dan ia pun tidak dapat melupakan wajah terluka si penyandera. Layar komputer disana masih menampilkan gambar terakhirnya— gambar Kwon Jiyong ketika panggilan video mereka tiba-tiba terjeda dengan beberapa garis hijau seperti sebuah sistem yang eror. Wajah pria itu terlihat familiar, pikir Lisa saat ia terus menerus menatapnya.
Tiga puluh menit Lisa menatap layar yang sama sekali tidak berubah itu dan akhirnya ia menyadari sesuatu. IP panggilan video itu memang dari markas Jiyong di luar negri, namun bayangan yang tergambar dalam video tidaklah demikian. Jiyong tidak merekam panggilan videonya dari luar negri, pria itu hanya menyabotase alamat IP-nya.
"Kwon Jiyong masih hidup," ucap Lisa pada sekretaris ketahanan negara yang baru saja memuji satu persatu orang didalam ruang kendali itu. Ucapan Lisa barusan, lantas melenyapkan senyum di wajah sang sekretaris. Pekerjaan mereka belum selesai.
"Disini kau dapat melihat matahari sudah menghilang," ucap Lisa sembari menjelaskan sebuah gambar di layar komputer— tangkapan layar dari panggilan videonya dengan Kwon Jiyong tadi. "Dan saat itu waktu setempat menunjukan pukul 4.30," lanjut Lisa yang kini menunjuk data yang mereka miliki. "Menurut waktu Asia Timur, itu belum saatnya matahari terbenam, namun dengan selisih waktu 2 jam, pukul 4.30 disana berarti pukul 6.30 disini dan pada pukul 6.30 di sin matahari sudah terbenam. Kwon Jiyong berada di Korea,"
Tidak ada yang memperhatikan bayangan matahari dan jam sebelumnya. Lisa pun tidak akan melihat itu kalau ia tidak menatap layar komputernya selama lebih dari tiga puluh menit. Sayangnya, hal itu terlambat. Sepuluh menit sebelum Lisa menyadari perbedaan waktu dan keberadaan Jiyong itu, Jiyong sudah lebih dulu sampai dan menyabotase gedung ketahanan negara— gedung tempat Lisa berada saat itu.
Tidak ada waktu untuk terkejut apalagi memuji Lisa dengan penemuannya itu, karena selang beberapa detik setelah Lisa menyelesaikan penjelasannya, sebuah pesan baru masuk ke dalam handphone Lisa. Pesan itu berisi sebuah alamat— yang menurut si pengirim itu adalah lokasi para sandera.
Sementara itu di dalam sebuah gedung apartement mewah, tanpa Lisa dan yang lainnya ketahui, para petinggi yang Jiyong incar tengah berkumpul. Para petinggi itu berkumpul untuk mengontrol jalannya misi penyelamatan dari jauh— dengan sekretaris ketahanan negara yang menjadi jembatannya. Para petinggi itu, menekan si sekretaris yang hanya datang untuk bekerja agar seluruh misi penyelamatan mereka berakhir dengan kematian Kwon Jiyong.
Sayangnya, Jiyong sudah hampir sepuluh tahun bekerja untuk para petinggi itu. Hingga ia hafal di luar kepala bagaimana cara para petinggi licik itu menyelesaikan masalah. Bersamaan dengan Lisa yang tengah menjelaskan penemuannya tadi, Jiyong tengah mencoba menyusup masuk ke ruangan mewah tempat para petinggi mengontrol situasi. Lisa mengirim beberapa orang menuju alamat yang baru saja ia terima, sementara dirinya sendiri memaksa si sekretaris untuk memberitahunya dimana para petinggi itu berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Collection
FanficI wanna be your collection 💜 Oneshot and short fanfictions by yuwi