3. Kebohongan manis

743 54 6
                                    

Aku tak tahu bahwa ternyata mengenal Jamaika utuh-utuh begitu mengerikan. Membiarkan perempuan itu tinggal di rumahku ternyata jauh lebih berbahaya. Hari ini Jamaika terus-terusan tersenyum—bagiku lebih mematikan.

Dan parahnya, aku salah tingkah.

"Gandi, hidup lo enak, ya?"

"Jamaika—"

"Ya?"

"Justru setelah ketemu kamu aku kepengen mati aja."

"Mau gue bantu?"

Sumpah, jawabannya nggak terduga banget! Dia kira aku beneran mau mati?!

"Jamaika. Kamu bunuh diri, kan? Kenapa sekarang kenyataannya kamu keliatan seneng?"

"Gue seneng. Gue lagi menyadari tepatnya keputusan gue bunuh diri."

Aku berdecak sinis. Tapi sisi penasaranku mendadak muncul.

"Kenapa dalam ceritamu sendiri, kamu bunuh diri cuma buat orang lain?!"

"Karena bila pohon satu tumbang, pohon lain bisa tumbuh. Dengan matinya gue, ada orang lain yang bisa hidup."

Dia senyum lagi.

👽👽

"

Orchid!"

Aku mendatangi Orchid sepulang sekolah. Di koridor sepi. Dia spontan kaget. Ini percakapan pertama kami.

Kita bertemu lagi, Orchid.

Aku sempat melihat wajah Orchid, Jamaika sendiri sekilas selama sekolah, tanpa tahu namanya. Jadi agak ragu memastikan siapa mereka dan seterusnya.


Jamaika berada di sisiku seharian ini, dan sekarang dia sudah menunjukkan padaku yang mana Orchid, lalu Jamaika menghilang lagi entah ke mana.

"Aku mau ngembaliin surat. Dari Jamaika."

"Gandi?" tanya-nya gemetar.

Dia mengenalku.

"Kenapa?"

"Lo kenal Jamaika? Da-darimana dapet surat ini?"

"Itu nggak penting. Yang penting sekarang aku mau nanya. Apa bener Jamaika bunuh diri?"

Orchid tertegun sebentar. Diterimanya surat itu kembali. Setetes air mata meluncur ke pipinya. Dengan yakin, tanpa syak dia berkata, "Dia nggak bunuh diri, Gandi."


--
#TBC!

31DWC-2 (Ghost Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang