17. Rencana

380 27 10
                                    

Aku tak mengerti apa maksud Jamaika demikian. Sebelumnya, aku tak pernah kalah dengan perempuan. Tapi dengan Jamaika...

aku merasa kasihan, merasa seolah kata-katanya harus kuturuti saat itu juga.

Aku berbincang dengan Jamaika cukup lama. Dia merencanakan sesuatu. Aku sempat berdebat dengannya atas poin-poin yang tak kusetujui.

"Kamu yakin?" kataku pada Jamaika.

"Yakin."

"Apa aku harus banget bilang kalo aku bisa lihat hantu ke Orchid—kalau sewaktu-waktu dia tanya kenapa aku bisa tahu semua tentangmu?"

"Justru yang bakal dia kagetin itu karena tiba-tiba lo sepeduli ini ke gue. Dan setahu itu tentang gue yang udah mati, lindang."

"Kamu punya orang tua? Rumah asli kamu di mana? Nggak harus Orchid yang aku tanyain!"

Jamaika mengelus dada mengetahui aku memberontak lagi. Kita udah bahas ini tadi, Gandi!

"Gue tinggal di apartemen. Gue yatim piatu sejak lima tahun lalu."

"Bagaimana bisa? Kok kamu baru cerita?!"

"Udahlah. Cepet lo datengin Orchid. Ada beberapa hal yang perlu aku omongin ke dia, lo yang nyampein!"

Aku menggaruk tengkuk. "Apa dia nggak bakal curiga?"

"Lo takut?"

Aku terkekeh. Jamaika mulai menantangku, sekarang?


--

#TBC!

31DWC-2 (Ghost Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang