Sebuah Rasa

6.1K 439 12
                                    

Yuk, vote  dulu sebelum baca.

********

Adam termenung. Menatap kertas putih di tangan. Sebuah helaan napas kasar pun dia hempaskan. Matanya menerawang jauh, teringat Seruni juga janjinya. Teringat Nela, juga niatnya. Juga teringat Rendy dan kata-katanya.

Namun, manusia hanya bisa berencana, Tuhan-lah pemilik mutlak segala keputusan.

Adam hanyut dalam lamunan. Suasana rumah yang sepi membuatnya semakin larut. Namun tiba-tiba ada suara dentuman benda jatuh dan teriakan Mak Ipah, asisten rumah tangga di rumahnya. Bergegas dia keluar dari ruang kerja, dan mendapati Nela tergeletak di lantai tak sadarkan diri.

"Tolong Neng Nela, Den ...." Mak Ipah terisak. Perempuan  paruh baya itu berlutut di depan tubuh Nela dengan wajah khawatir.

"Nel ... Nela ...." Adam bergegas mendekat, lalu menepuk pipi istrinya pelan.

"Neng Nela sudah beberapa hari ini tidak bisa makan. Padahal tiap hari muntah-muntah terus," ucap Mak Ipah di tengah isaknya. Adam menatap istrinya penuh rasa khawatir.

"Tolong ambil kunci mobil, Mak. Kita ke rumah sakit," ucapnya seraya mengangkat Nela, berjalan cepat ke garasi.
Sejenak setelah mendudukkan Nela di kursi belakang, mobil Adam pun melaju membelah jalanan kota Bandung, menuju sebuah rumah sakit besar di kota itu.

*****

"Istri Anda sedang hamil, sebaiknya perhatikan asupan gizi-nya. Begitu juga emosinya, tolong dijaga. Tubuhnya lemah, Pak. Saya takut nanti berpengaruh pada janinnya." Dokter menerangkan kondisi Nela hati-hati. Adam hanya diam memperhatikan. Raut wajahnya penuh kekhawatiran.

"Lakukan apapun yang terbaik untuk istri saya, Dok," ucap Adam pelan. Ada rasa penyesalan di hatinya melihat keadaan Nela.

"Saya akan lakukan yang terbaik, Pak." Dokter muda itu berkata pelan, "sebentar lagi, Bu Nela dipindah ke ruang rawat khusus ya, Pak."

Adam mengangguk seraya mengucapkan terima kasih. Sepeninggal dokter itu, dia meraih tangan istrinya, lalu berbisik pelan, "kamu yang kuat, Nel."

Di luar, Mak Ipah menunggu dengan perasaan was-was.
Berkali-kali dia melongok ke arah ruangan gawat darurat itu, tapi orang dikhawatirkannya, tidak kunjung keluar.
Lelah mondar-mandir di koridor ruangan, Mak Ipah terduduk di kursi tunggu, sendirian. Tiba-tiba, ada tepukan pelan di bahunya, di menengadah.

"Den Rendy?" tanyanya penuh heran. "Sedang apa di sini?" lanjutnya lagi.

"Saya yang mau tanya, Emak sedang apa di sini?" tanya Rendy seraya duduk di sebelah perempuan paruh baya itu.

"Neng Nela ... sakit." Suara Mak Ipah bergetar. Rendy terbelalak.

"Di mana dia, Mak?"

"Di dalam, Den." Mak Ipah menunjuk ruangan tempat Nela dirawat. Rendy bergegas mengikuti arah yang ditunjuk perempuan paruh baya itu.

"Dam," panggilnya pelan saat melihat Adam duduk termenung menatap Nela yang terlelap dengan sebelah tangan terpasang selang infus. "Nela tidak apa-apa?"

"Dia hamil. Tubuhnya lemah. Tadi dia pingsan." Adam menjelaskan pelan. Wajahnya tampak kusut. "Kamu tahu kita di sini, dari mana?"

"Mm ... aku lagi ada urusan," jawab Rendy gugup.

"Urusan?" Adam mengernyit heran.

Rendy tersenyum salah tingkah. "Aku mukulin orang sampai babak belur," ucapnya ragu.

Adam menatapnya lekat penuh tanya. "Siapa?"

"Bukan siapa-siapa." Rendy menyahut, mencoba menutupi kegugupannya. "Ga penting kok, Dam. Jangan jadi pikiran kamu, fokus saja dengan kondisi Nela, ok?"

Adam diam. Mencoba membaca raut wajah Rendy yang terlihat gugup. Entah kenapa, dia merasa Rendy menyembunyikan sesuatu.

****

"Uni, tolong ceritakan apa yang terjadi. Ceuceu juga berhak untuk tahu." Ceu Niah terisak, tangannya sibuk mengusap airmata yang terus bercucuran.

"Saya minta maaf, Ceuceu. Kang Nurdin pernah hampir memperkosa saya, tapi untung ketahuan Kang Adam." Seruni pun terisak. Wajahnya menunduk. Rasa malu, takut juga kesal bercampur menjadi satu.

"Waktu dia pulang babak belur?" Ceu Niah bertanya ragu.
Seruni mengangguk. "Kenapa tidak cerita, Uni?"

Seruni menggelengkan kepalanya kasar. "Saya tidak mau Ceuceu kecewa. Walau bagaimana pun, Ceuceu sudah banyak menolong saya, sudah saya anggap kakak saya sendiri."

"Kita sama-sama tahu dia bukan laki-laki yang baik. Kecewa, pasti. Walau bagaimana pun, sudah puluhan tahun kami bersama, tapi masalah sebesar ini tidak seharusnya ditutupi."

"Saya minta maaf, Ceu."

Kedua perempuan itu, larut dalam tangis. Seruni tampak masih terpukul dengan kejadian barusan. Namun Ceu Niah jauh lebih terpukul. Tidak sedikit pun dia menyangka kalau suaminya tega melakukan perbuatan yang  begitu tercela pada Seruni.

"Kamu tunggu di sini, Uni. Ceuceu mau lihat Kang Nurdin dulu," ucap Ceu Niah seraya berdiri. Seruni mengangguk.
Diam terduduk di kursi ruang tunggu seraya memeluk Danar.

Tepat ketika Ceu Niah masuk ke ruangan Nurdin, Rendy keluar dari ruangan Nela, dan seorang perawat menghampiri Adam.

"Ibu, pindah ke ruangan sekarang ya, Pak. Biar bisa lebih tenang istirahatnya." Seorang perawat menjelaskan dengan ramah. Adam hanya menganggukkan kepala.

Sementara di luar ....

"Ayo Runi, kita cari tempat yang lebih nyaman. Di sini angin, kasihan Danar." Rendy mengambil Danar dari pelukan Seruni, melangkah menuju lobi. Seruni hanya mengangguk dan mengikuti.

Mak Ipah yang sedari tadi duduk di salah satu kursi di lorong itu, menatap Rendy dan Seruni dengan heran. Tepat saat dia akan memanggil, Adam keluar bersama Nela.

"Neng Nela ...." Isak perempuan tua itu seraya memanggil majikannya.

"Tidak apa-apa kok, Mak. Hanya terlalu lemah badannya." Adam mengelus bahu Mak Ipah pelan. "Nela sudah bisa pindah ke kamar rawat, Mak istirahat di sana, ya," lanjutnya seraya tersenyum penuh sayang. Mak Ipah mengangguk.

Sesaat memasuki ruangan yang akan di tempati, Nela sadar. Mengerjapkan mata, lalu kepalanya bergerak, "Bang," panggilnya pelan, "ini di mana?"

Dengan sigap Adam menghampir seraya mengusap kepalanya penuh sayang. "Kita di rumah sakit. Kamu dirawat dulu di sini sebentar, ya."

Nela terdiam. Pelan dia pejamkan lagi matanya. Sebutir air bening turun dari netranya yang indah.

"Kamu jangan banyak pikiran, Nel. Kasihan bayi kita." Adam mengusap tangan Nela pelan. Ada senyum sinis di wajah cantik itu.

"Tinggalkan aku sendiri."

"Nel ...."

"Sudah. Den Adam keluar saja. Neng Nela biar bibi yang temani." Mak Ipah cepat menengahi mereka, sebelum berlanjut ke pertengkaran. "Ada Nak Rendy di luar, tadi Mak lihat sama perempuan. Mungkin calon istrinya."

"Perempuan?" desis Adam.

"Iya, perempuan kecil yang bawa anak laki-laki."

Adam terperanjat. "Di mana mereka, Mak?" tanyanya tidak sabar.

"Sepertinya ke lobi, Den."

"Saya titip Nela sebentar ya, Mak," ucapnya seraya menepuk bahu Mak Ipah pelan. Sekilas dia menatap Nela yang masih memejamkan mata, lalu beranjak keluar, mencari Rendy.

*****

Ih, Adam
Istri sakit ditinggal
Tegaaaa😭

MAKAN SIANG TERAKHIR  (Sudah TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang