Memaafkan

8.3K 550 41
                                    

Lupa mau upload. Gegara kemarin ada kabar duka. Salah satu sahabat saya yang baru dinyatakan sembuh dari kanker usus, tiba2 kambuh dan meninggal.
Jadi kemarin saya ke rumah duka dulu.
Mohon doa utk semuanya, semoga khusnul khotimah.

Yuk mulai ceritanya;
Jangan lupa vote yaaa ...

******

"Assalammualaikum ...."

Sebuah suara bariton menggema, mengalihkan isak tangis dua manusia yang saling berpelukan erat, Seruni dan Nela.
Adam menatap sosok yang masuk dengan gagah itu, tak percaya. Sesaat tangannya diraih, lalu dicium dengan khidmat, barulah dia tersadar.

"Waalikumsalam, Nak. Kapan kamu datang?" tanyanya lirih.

"Sudah sejak tadi, Ayah." Mengabaikan tatapan tanya dari Nela, dia memeluk sosok tua di hadapannya. Lalu beralih mendekati Nela, dan tanpa ragu, meraih tangan perempuan itu.

"Apa kabar, Bu?" tanyanya seraya menyalami Nela penuh hormat.

"Kamu siapa?" Nela mengernyitkan keningnya. "Kenapa memanggil dia, Ayah?" tanyanya lagi seraya menunjuk Adam. Wajahnya di penuhi rasa penasaran.

Sebenarnya, bukan baru kali ini mereka bertemu. Sewaktu Danar masih berseragam abu-abu, dia sudah mengenalnya. Anak laki-laki yang ramah, sopan juga pintar.

'Dia, anak yang mendapat beasiswa penuh dari perusahaan kita, Ma." Saat itu Adam mengenalkannya di kantor. Tanpa direncana, hari itu seusai menjemput Cindy sekolah, dia mampir ke kantor Adam dan bertemu Danar.

"Kelas berapa sekarang? Nanti mau lanjut kuliah di mana? Rumahnya di mana?" Semua ditanyakan. Bahkan sampai urusan pribadi pun dia tanyakan. Danar menjawab semuanya dengan sangat sopan.

Saat itu, Nela terkesan dengan kepribadian Danar. Namun, setelah hari itu, mereka tidak pernah bertemu lagi. Nela pun melupakannya seiring berjalannya waktu.

"Ini putra saya," ucap Seruni seraya mengusap kepala Danar yang sedang mencium tangannya.

Nela terhenyak. Menutup mulut dengan tangannya. Dia mencoba mengingat setiap pembicaraan mereka dari awal. Lalu, menatap Adam dengan wajah penuh tanya.

"Danar, anak dari suami pertama saya." Seruni menjelaskan. Mencoba menjawab rasa penasaran Nela, dia pun melanjutkan, "Ayahnya meninggal sewaktu dia masih kecil. Sebulan sebelum saya bertemu Kang Adam."

Nela terdiam, menatap Seruni dan Danar bergantian. Ada kekaguman di hatinya ketika melihat bagaimana Danar memperlakukan Ceu Niah dan ibunya. Penuh kasih sayang, dan kelembutan.

"Maksud kepulangan Nang ke sini, untuk menjemput Ibu, Yah." Danar berbicara lembut, namun tegas. "Hanya saja, Nang sedikit terkejut dengan situasi saat ini. Apa ada yang bisa menjelaskan?" tanyanya lagi.

Ceu Niah menepuk bahu Danar pelan.
"Mungkin memang sudah saatnya semua dibuka, Nang. Ibu Nela sekarang sudah tahu semuanya."

Danar tersenyum getir. Memandang ibunya sendu.
"Ibu tidak apa-apa, kan?"

Seruni menggelengkan kepalanya pelan.
"Tidak apa-apa. Ibu tahu, suatu saat ini akan terjadi."

Keheningan sesaat menyelimuti mereka. Adam tertunduk menatap lantai di bawah kakinya, dengan perasaan berkecamuk. Segala tanya ingin dia layangkan pada Seruni, namun dia menyadari kehadiran Nela di sebelahnya.

Nela menatap Danar lekat. Ucapannya yang tegas namun lemah lembut, membuatnya berpikir keras. Mengingat sosok tinggi tegap di hadapannya yang sedang memeluk ibunya erat.

MAKAN SIANG TERAKHIR  (Sudah TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang