EXTRA PART 1

8.9K 372 49
                                    

Ketika Lelaki Bicara

************************************

Sinar hangat mentari sore ini, menemani mereka berdua. Lelaki berbeda usia yang tengah menikmati pemandangan senja di perkebunan.

"Ceritakan, Ayah!" seru lembut Danar pada ayahnya, disambut lirikan mata penuh tanya. "Rahasia Ayah bisa menjalani kehidupan seperti ini."

Adam tertawa. Ditatapnya putra sulung kebanggaannya itu penuh sayang.

"Apalagi yang mau kamu tahu, Nang?"

"Perasaan Ayah?"

"Perasaan Ayah?" Garis-garis kecil muncul berbaris di kening tua Adam. Dia kembali menatap lekat putranya. "Perasaan Ayah sekarang?" tanyanya lagi penasaran.  Danar memandang wajah ayahnya penuh ragu. Lalu sambil mengusap belakang lehernya, dia mengangguk pelan. Di wajahnya terukir senyum samar, serba salah. Sesaat dia sadar kalau pertanyaannya keterlaluan.

"Hmm ...." Adam kembali menatap pucuk-pucuk daun teh yang menghijau di hadapannya. Sebuah senyum yang sama serba salahnya, terukir di wajah tua yang menyisakan ketampanan itu.

"Bahagia, Nang. Terlalu bahagia," ucapnya seraya menepuk bahu sang putra. Danar terperangah. Sesaat kemudian,  dia tersenyum lebar.

"Kalau begitu, ceritakan rahasianya, Yah." Mata Danar berbinar, menatap ayahnya penuh harap. Keraguan yang tadi singgah, hilang entah ke mana.

Adam yang semula terlihat tidak mengerti maksud ucapan Danar, tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. Dengan gerakan pelan, dia meraih gelas kopi--di meja di sebelahnya--yang isinya hanya tinggal setengah, lalu menghirupnya pelan.  Sebuah senyum tersungging di wajah tuanya.

"Kamu."

"Ya?"

"Berniat?"

Danar menahan napas.

"... mengikuti jejak Ayah?" Cepat Adam menyelesaikan kalimatnya seraya melirik ke arah pintu masuk.

Danar menghela napas. Bersiap menjawab pertanyaan sang ayah, saat terdengar sebuah teriakan dari dalam, "Hei, kalian berdua! Kami di sini denger, ya!"

Dua lelaki berbeda usia itu terperanjat. Mata mereka sama-sama membulat dan saling beradu pandang. Lalu, mulut mereka membentuk huruf O. Sementara tiga perempuan di ruang makan, menahan tawa.

Sepiring pisang goreng dan dua buah cangkir berisi kopi dengan rasa berbeda, hanya tinggal cerita. Semuanya ludes beserta obrolan sore ini yang terhenti karena suara Dita.

Matahari pun sudah tak lagi menampakkan sinarnya. Hanya larik-larik cahaya membias siluet indah, menerobos awan. Akhirnya, keluarga itu bahagia tanpa derai air mata.

***

"Kami pulang ya, Mbak." Nela mencium mesra madunya. Sementara Seruni larut dalam pelukan perempuan cantik itu.

"Akhir pekan ini, jangan lupa kita kumpul sama anak-anak di sini ya, Jeng," ucap Seruni seraya mengusap lembut tangan Nela yang mulai keriput. "Mbak mau bikin tiwul ayu kesukaan Cindy," bisiknya lagi. Nela tersenyum.

"Anak itu pasti seneng." Nela menoleh ke arah luar, mencari sosok yang tadi mengantarnya ke vila ini. "Bang, ayo!" serunya pelan.

"Kami pulang dulu ya, Runi." Adam datang bersama Danar, lalu memeluk mesra istri keduanya. "Jangan terlalu capek, nanti sakit lagi." Dikecupnya pucuk kepala Seruni penuh kasih. Seruni hanya mengangguk pelan dengan sikap yang salah tingkah. Sementara Nela tersenyum kecil melihat sikap madunya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 16, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MAKAN SIANG TERAKHIR  (Sudah TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang