Chapter 12: Ilmu Hitam

168 6 28
                                    

Elisa melihat suaminya sedang tidur di kamar, beberapa minggu ini hubungannya dengan Aryo kurang harmonis. Pertengkaran sering terjadi di rumah mereka, Elisa sering menangis karena dibentak suaminya. Aryo sering tidak pulang, ia mengaku sibuk, lalu ia mengaku bosan dengan makanan di rumah dan ingin mencari makan di luar. Waktu itu Aryo melempar sate ayam yang dimasak oleh istrinya.

Beberapa hari yang lalu

"Mas, kenapa dilempar?!" tanya Elisa, ia terkejut, Aryo melempar sate ayam buatannya.

"Aku bosan!" teriak Aryo dengan keras. Matanya melotot kepada Elisa, ia menampar pipi Elisa sampai wanita itu menangis. "Mas, kenapa kamu jadi kayak gini? Aku salah apa Mas?" tanyanya. Isak tangis terdengar dari mulutnya.

"Kamu masak yang lain dong. Ini melulu. Punya otak buat masak ga sih kamu?"

"Mas, kita udah lama ga makan sate ayam. Kamu ingat waktu itu kita—"

"Apa lagi hah?! Aku bosan sama masakan kamu!"

"Mas, sayang sate ayamnya dilempar. Kamu mau makan apa sih Mas?!" Elisa sudah tidak kuat dengan suaminya yang bersikap kasar. Aryo menendang sate ayam yang sudah tercecer. Lantai rumah menjadi kotor karenanya. "Aku pengen yang lain! Masakan apa kek gitu!"

"Mas.... Aku kan udah bilang—"

"Kamu jadi istri becus masak ga sih? Goblok banget!"

Mendengar kata-kata kasar Aryo, Elisa langsung masuk ke dalam kamar, Aryo mengambil kunci mobil lalu pergi dari rumah. Sikap kasar Aryo membuat Elisa menangis di dalam kamar tersedu-sedu. Elisa mencengkram guling yang ia peluk.

Kembali ke saat ini

Elisa mengambil ponsel Aryo, ia ingin mengetahui apa isi ponselnya, ia mempunyai perasaan yang tidak enak. Ia membuka ponsel Aryo. Ia melihat chat Aryo dengan Arlin. Ada foto-foto Arlin bersama Aryo di tempat tidur.

Mereka berdua tersenyum. Ada juga foto Aryo yang mencium pipi Arlin. Ada juga foto Arlin yang memakai lingerie dengan tatapan yang menggoda. Elisa menahan napas, ia terkejut, air mata keluar membasahi wajahnya. Ia berlari keluar dari kamarnya, ia berteriak dengan keras.

Badannya terjatuh. Hatinya hancur berantakan, selama ini di belakangnya, Aryo telah berselingkuh dengan muridnya sendiri. Ia mengambil salah satu bantal di sofa lalu melemparnya. Dadanya berdebar-debar, emosinya membara, ia tak terima dengan kenyataan. Ia kehilangan semangatnya, ia hanya bersandar di sofa.

Tiba-tiba suaminya membuka pintu kamar lalu keluar. Aryo melihat istrinya sedang menangis. Air mata berlinang di wajahnya. "Kenapa nangis?!" tanya Aryo.

Elisa menarik napas, ia menatap suaminya tajam.

"Ini apa Mas?!" tanyanya dengan suara keras. Aryo terkejut karena Elisa menunjukkan fotonya dengan Arlin ketika sedang berada di tempat tidur. Elisa menatap suaminya dengan rasa sakit. Matanya memerah. "Kamu tidur di belakang aku sama murid kamu!" teriak Elisa.

"Elisa!"

"Kenapa Mas? Dan kamu foto-foto mesra dengan dia!"

"Aku pengen menikah lagi."

"Kenapa Mas? Aku kurang apa Mas?! Kita selalu bercumbu di ranjang—"

"Arlin itu memuaskan aku."

"Mas! Aku minta cerai!"

"Aku pengen cerai memang dari kamu! Aku udah bosan!"

"Mas! Kamu mau aku layani? Kamu butuh jatah?! Kita—"

"Bukan itu! Aku gak mau lagi sama kamu! Aku udah gak mau bersamamu. Aku minta hape aku! Istri kayak kamu gak bisa apa-apa!" ucap Aryo kasar.

Ia mengambil kunci mobil di kamar lalu meninggalkan istrinya. Elisa melihat mobil Aryo yang meninggalkan rumah. Elisa masuk ke dalam kamarnya lalu membanting-banting barang miliknya. Foto pernikahannya dengan Aryo dilempar hingga bingkainya patah.

Tangisnya meledak. Ia berteriak-teriak, mengumpat-umpat.Elisa mengambil pulpen lalu menusukkannya ke pergelangan tangannya. Tusukkan pulpen terlihat, mengeluarkan darah. Elisa menangis. Ia menusukannya lebih keras. Ia lalu melempar pulpennya.

Elisa memegang tangannya sendiri lalu berbaring di tempat tidur. Air mata membasahi bantalnya.

Ia ingin bertemu dengan Arlin lalu memarahinya. Ia merasa sakit di dalam hatinya. Ia akhirnya tahu mengapa Aryo selalu berbuat kasar kepadanya, melempar makanan-makanan yang ia masak. Aryo dengan dirinya sering menolak untuk melakukan hubungan suami-istri, ia tak menyangka suaminya selingkuh.

Hatinya sakit, ia ingat momen-momen di mana ia sedang bermesraan dengan Aryo. Dadanya sesak, ia melempar guling yang ia peluk. Matanya terpejam, ia tertidur.

***

Hubungan Arlin dengan Gatef sedikit merenggang , Gatef tidak suka dengan Aryo, Gatef terkadang kesal dengan tatapan Aryo yang menatap Arlin dengan tatapan nafsu. Arlin juga merasa bosan dengan Gatef. Ia merasa sudah saatnya ia harus melepasnya secara perlahan.

Minggu ini sudah minggu ujian akhir semester, ujian berlangsung seminggu. Arlin mengendalikan otal Aryo agar ia bisa mendapat nilai bagus darinya. Ia juga melayani nafsu Aryo. Aryo tidak pernah pulang, lalu memutuskan untuk membeli rumah dan tinggal bersama Arlin.

Suatu hari Arlin ditelepon oleh Gatef, ia tidak menjawabnya, ia sedang berenang bersama Aryo. Ia bercumbu dengan pria beristri itu, setelah berenang ia menelepon Gatef kembali, ia marah-marah kepada Arlin.

"Kamu di mana?! Aku dari tadi nelepon kamu!"

"Aku lagi berenang sayang."

"Aku pengen ketemu kamu. Kamu berenang nggak ngajak-ajak aku!"

"Maaf Tef."

"Aku pengen kita putus. Aku udah capek sama kamu. Kamu tuh makin ke sini jadi menjauh sama aku!" teriak Gatef keras.

"Sayang, maaf....."

"Basahin aja si Aryo." Bentak Gatef.

Telepon ditutup, Arlin meletakkan ponselnya, Aryo sedang makan di dalam. Arlin lalu memeluknya dari belakang, dadanya sakit ketika Gatef membentaknya, ia memeluk Aryo karena hatinya sakit. Ia mencium leher pria itu.

"Sayang. Abis ini kita tidur ya. Aku pengen bobo sama kamu."

"Iya. Aku juga."

Di suatu malam, Arlin menuju tempat ritualnya, dendamnya kepada Gatef membara, ia akan menghancurkan Gatef. Sebuah energi kegelapan ia ucapkan dari mulutnya, ia mengirimkannya ke rumah Gatef. Di rumah Gatef, seorang ibu sedang membereskan makanan, wanita memakai kain sari itu kaget ketika ada suara terdengar dari langit-langit rumah. Sebuah ledakan terdengar di luar.

Sonya kaget, tiba-tiba ada ledakan kedua. Ia lalu menuju ke pintu depan melihat keadaan di luar. Ia melihat sebuah bola api melesat ke dalam rumahnya. Bola api itu menuju jendela dan memecahkan kaca. Kekuatan gelap membuat tubuh Sonya terpental dan membenturkan kepala Sonya ke ubin. Sonya kesakitan, ia melihat sesosok Kuntilanak di hadapannya.

Ia berteriak-teriak. Lehernya dicekik dengan keras oleh Kuntilanak itu. Sonya dilempar hingga kepalanya membentur tembok. Mulut Sonya mengeluarkan darah. Ia berteriak-teriak ketakutan. Sonya muntah, paku-paku keluar dari mulutnya, ia terjatuh, sementara itu Arlin tersenyum puas. Energi kegelapan melemparkan tubuh Sonya kembali, ia terjatuh, kepalanya terbentuk dan berdarah. Wanita itu pingsan. Gatef berteriak menemukan ibunya pingsan ketika ia baru pulang ke rumah.

Wangi PeletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang