(1) Agenda

31 3 0
                                    

satu tahun telah berlalu.

drama Juna dan surat kabur pelajaran matematikanya sudah usai.

tapi Juna tetaplah Juna. Juna yang benci menghitung angka.

Awal memasuki sekolah sebagai senior pertengahan, Juna terlihat semangat sekali.
Ia keluar dan menunggu bus di halte terdekat.

-----

Juna yang berpenampilan tidak rapih.
sepatu hitam dengan tali hijau muda, hasil kombinasi dengan sepatu futsal.
rambut yang hanya disisir menggunakan tangan, dan seragam yang seharusnya dimasukkan, Juna malah mengeluarkannya.

kecuali didepan Abahnya.

padahal jika memang itu style seorang Juna, harusnya ia terapkan dimanapun.
lagian, tidak ada yang menjamin Abah akan marah, kan?

Tidak. Juna tetap menolaknya.
nasihat Abah setahun yang lalu masih ia ingat, tapi susah ia terapkan.

Juna hanya melamun dengan menyandarkan kepalanya di ambang jendela bus yang sedikit terbuka.

sepoi sepoi angin pagi membuatnya mengantuk lagi, padahal sebelumnya ia sudah teriak teriak karena mandi dengan air yang sangat dingin.

Juna tertidur.

"mas, mas. sudah sampai" ucap seorang penumpang yang mengagetkan Juna.

Juna melihat keluar, dan yang benar saja. memang sudah sampai, tinggal menyabrang, dan ia akan berdiri didepan gerbang sekolahnya.

saat ia hendak menyabrang,
seorang gadis berkepang satu membarengi langkah Juna saat menyabrang.

dan ternyata dia juga berlari kedepan gerbang sekolah.

namun satu hal,

dia menjatuhkan buku agendanya.

Juna mengambilnya, lalu membuka bagian awalnya. Karena dia tidak mengenali nama anak baru.

Sarasvati Ninda Jasmina?

-asing.

mungkin Juna harus menitipkan buku ini kepada adik kelas lainnya.

-----

Juna memilih menghabiskan waktu istirahat untuk bersantai di perpustakaan.

menulis keadaan hari harinya dalam sebuah buku yang mungkin ia sebut dengan agenda.

membahas tentang agenda, Juna teringat akan buku yang tadi pagi ia temukan.

Juna merogoh kantong celananya yang sangat luas dan dalam, lalu menemukan bukunya.

ia membacanya,

16 oktober 2013,

terdiam menatap terbenamnya matahari di sudut pantai.
membiarkan jemari kaki tergusur ombak.
burung camar yang berterbangan, semoga tak lupa jalan pulang.

aku merindukan kilas tentang bintang.
ingin kusentuh rasinya.
dan kunyanyikan melodi melodi yang membuatnya menari.

Juna tertawa. sekaligus tertegun.
rangkaian kalimat seindah ini, terkumpul dalam satu buku dengan tanggal yang berbeda beda.

beda sekali dengan agenda Juna yang hanya berisi jadwal pelajaran, jadwal piket, dan curahan hatinya tentang depresi matematika.

gadis itu sama sekali tak menuliskan apapun tentang matematika.

-----

Juni untuk JunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang