6; berkibarnya bendera

1.5K 103 85
                                    

api tak akan membara jika
tak ada pemantikya.

•••

Derap langkah sepatu menggema memenuhi koridor, menciptakan keheningan yang membuat semua mata terfokus pada satu titik.

Seorang wanita jangkung dengan dandanan modis melintas tanpa ragu. Wajahnya menatap lurus, tak peduli dengan sorot para murid yang tertuju padanya. Bibir penuhnya diberi pewarna merah merona seperti hari-hari sebelumnya.

Polesan make up pada wajahnya membuat beberapa murid terkikik dengan tangan yang menutupi mulut. Mereka masih tahu diri jika tidak ingin berurusan dengan kepala sekolah. Maka dari itu mereka tidak akan mencari perkara dengan guru yang satu itu, kecuali memang murid yang bermuka tebal.

"Ebuseettt wangi bener," celetuk seorang siswa tanpa rasa takut. Ia sengaja berakting mengendus dengan mata tertutup, seolah benar-benar tersihir dengan aroma parfum yang memenuhi penciumannya. Dan aksinya mengundang gelak beberapa temannya.

"Bu Cantik mandi minyak wangi berapa jam?" Cengiran lebar dari seorang siswa berkulit sawo matang membuat wanita berusia dua puluh delapan tahun itu mendelik.

Kaki jenjang itu terus melangkah, tak acuh dengan godaan yang dilontarkan gerombolan muridnya. Ia sudah kebal, dan mungkin memang selama ini, itu yang diinginkannya—menarik seluruh perhatian agar semua mata terfokus pada dirinya.

Kelima murid lelaki itu terus mengekor, bahkan sesekali salah satu dari mereka mencoba bersikap sangat manis. Melempar rayu. "Bu Cantik, sini Ilham bawain. Ibu Cantik mah jangan bawa yang berat-berat."

"Tangan Ibu, kan, udah mulus. Jangan sampe kapalan gara-gara bawa tas berat."

Tas berwarna hijau itu sudah berada di tangan Ilham, sementara guru yang selalu dipanggil 'Ibu Cantik' mendekap beberap buku dengan satu tas merah muda berisikan laptop di tangan kanannya.

Lagi-lagi Ilham melirik pada barang bawaan gurunya. Sedikit merasa risih kala melihat terlalu banyak yang dibawa. Namun, di sisi lain ia pun cukup iba.

"Eh, Rujak, lu bawain itu tas laptopnya Bu Cantik! Bener-bener dah gak ada hormatnya pisan sama guru," gerutu Ilham pada salah satu temannya. Murid yang satu ini memang senang sekali mengekori Lisa, guru muda yang memiliki postur tubuh cukup tinggi dengan bagian dada yang sedikit besar.

"Bu Lis—"

"Bu Cantik, Rujak! Bener-bener lu ya, udah gue bilangin manggilnya Ibu Cantik, masih aja gak ngerti-ngerti!" potong Ilham mengingatkan. Rojak yang selalu dipanggil Rujak itu meringis, lantas menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Kaga lulus TK lu ya?" cibir Ilham setelah menyisir rambutnya yang sedikit ikal dengan jemari.

"Iya sori, sori," lirih Rojak.

"Elah, caper amat lo, Ham. Biar dapet nilai bagus ye?" celetuk salah satu temannya lagi yang lain sambil tertawa, tetapi Ilham hanya meliriknya sekilas tanpa memedulikannya lagi.

"Kalian ini murid-murid yang baik dan sangat sopan ya, andai semua murid seperti kalian," puji Lisa sambil terus berjalan. Meski tanpa senyum, pujian itu cukup membuat kelima siswa tersebut girang bukan main.

"Wah pastinya, Bu. Kita ini, kan, murid-murid paling baik dan tidak sombong. Iye gak cuy?" Ilham meminta pendapat pada keempat teman lainnya.

"Yoeh!" koor keempat murid lainnya sambil tertawa yang membuat Lisa menyunggingkan senyum seraya menoleh pada Ilham yang berada di sisi kirinya.

"Bu, ngajar di kelas mana?"

"12 IPS empat." Ilham dan keempat temannya tak lagi bersuara, hanya mengekori langkah Lisa. Meski dalam hati sungguh ingin terbahak kala melihat wajah sang guru, tetapi lagi-lagi mereka hanya bisa menahannya.

***

Keheningan menjadi raja di dalam ruang kelas 12 IPS 4. Keberadaan sosok wanita jangkung yang selalu menjadi bahan gosip di kalangan para siswa membuat keadaan berbalik. Entah mengapa, semua murid IPS 4 tidak ada yang pernah mau membuat gaduh. Mereka kapok berurusan dengan kepala sekolah.

Semula, kegiatan belajar berjalan dengan normal, hingga pada akhirnya gelak tawa tak tertahankan memecah keheningan. Salah seorang siswi yang berada di barisan tengah tertawa terpingkal.

"Sial! Gue enggak bisa nahan ketawa," rutuknya di sela tawa. Sementara beberapa murid lain yang juga menahan tawa sedari awal mulai melepaskan tawanya.

Guru itu berbalik, meletakkan spidol pada meja dan berjalan beberapa langkah dengan tangan bersidekap. "Kalian ini bisa menghargai saya tidak?" intonasi tinggi kembali mengudara, namun tak sampai membuat tawa itu lenyap.

"Lagian Ibu lucu, jadi saya ketawa," celetuk Ghea tanpa rasa takut. Dia memang seperti itu, terlalu ceplas-ceplos jika bicara.

"Kamu pikir saya ini badut, hah?! Jaga ucapan kamu ya!"

"Kalian ini rupanya belum kapok berhadapan dengan kepala sekolah?" Bu Lisa kembali bicara dengan nada sinis. Dan ini bukan untuk kali pertama ia begitu di kelas 12 IPS 4. "Apa perlu saya laporkan lagi supaya kalian semua di skors?"

"Ya Allah, Bu, baperan banget deh. Saya, kan, cuma berekspresi." Ghea masih bertahan dengan ucapan ceplas-ceplosnya, "Maaf ya, Bu, emang Ibu gak nyadar ya?"

Lisa memelotot, siap menyemprotkan serentetan kata pedas seperti tempo lalu.

"Bulu mata Ibu nggak ada sebelah," ceplos sebuah suara dengan santai tanpa menunggu Ghea memberikan jawaban.

Lisa mengepalkan kedua tangannya di samping, wajahnya yang dilapisi make up kian memerah, mengalahkan blush on pada pipinya. "Nayara!" geramnya seraya memelotot. Sementara Naya hanya diam.

"Ikut saya ke ruang kepala sekolah!" titahnya sambil lalu, meninggalkan ruang kelas yang kembali hening.

"Kamu itu tidak ada bedanya sama ibu kamu," Lisa kembali berujar ditengah perjalanan menuju ruang kepala sekolah. Nada cibiran itu jelas kentara di telinga Naya.

"Kalo saya jadi Tante, saya pasti malu. Apa Tante nggak merasa malu?" balas Naya seraya melayangkan lirikan santai, meski dadanya sesak, ia tak akan pernah rela jika ada orang lain yang menghina mendiang sang bunda.

Bahkan, Naya sempat melupakan jika ia sedang menghadapi seorang Lisa. Guru muda yang tak pernah menyukai dirinya sedikit pun.

Naya berjalan mendahului Lisa yang tengah bersusah payah menahan emosinya agar tidak meledak. Bagaimanapun juga, ia harus bisa menahan emosi di hadapan para murid dan beberapa orang yang berlalu lalang di sekitar koridor.

***

Yuhuuuu... Gimana gimana gimana? Syebel tidack sama ibu guru Lisa? Bukan Lisa Blackpink ya ini mah 🙈 Lisa Blackpink mah mantulll 💃💃

Tunggu sadja kelanjutannya, yang penasaran jan lupa masukin koma, ke library 💃biar nggak ketinggalan 💋

Ajak temennya hayukkk buat ikutan baca ini ^^

komaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang