VII Abu Bakar

13 2 0
                                    

Aku berjalan dengan lesu ke arah kantor bersama Yuli. Dia tampak murung terus sejak dari kemarin. Aku menepuk-nepuk punggung nya, berniat menguatkan. Dia menarik sudut bibirnya sedikit, yah hanya sedikit. Lalu kami sibuk dengan pikiran masing-masing hingga tidak terasa kami sudah tiba.

Aku selalu tidak siap ke kantor karena takut. Entah apa yang kutakutkan. Aku tidak pernah siap untuk bertemu ustadzah Fit. Aku menghela nafas dengan kasar dan bergumam bismillah.

Ku mantapkan langkah kakiku untuk bertemu beliau. Setiap sebelum pelajaran, aku wajib bimbingan materi agar di kelas tidak terjadi kebingungan saat mengajar.
"Ingat ya dilah, jangan sampai salah mengajar seperti kemarin. Sebatikan dengan RPP. Paham?"
"Paham ustadzah."

Tepat pukul 14.10 wib, aku menuju kelas VII Abu bersama ustadzah Fitri. Saat memasuki kelas, semua mata tertuju padaku. Mereka bertanya-tanya siapa gerangan seseorang yang bersama beliau.
Suara ustadzah Fitri menginterupsi seisi kelas.
"Sekarang yang mengajar kalian untuk sementara waktu adalah mahasiswa PPL. Jadi perhatikan yang diajarkan oleh beliau ya? Jangan banyak main dan cerita. Mengerti?"
"Iya ustadzah." Jawab mereka serempak.

Setelah berbasa-basi dengan mereka, aku meminta mereka membuka buku cetak dan mulai belajar. Terlihat mereka bersemangat mengikuti pelajaran ku. Kurasa. Kali ini pelajaran kami tentang maharah qira'ah berjudul fasilitas dan peralatan sekolah.
Aku meminta mereka membaca teks per kalimat dengan artinya secara bergiliran sampai santri terakhir.

"Dari teks ini, ada yang tidak tahu artinya?"
"Ada ustadzah."
"Yang mana?"
"Gurfatul idaaroh."
"Kantor TU."
"Maktabatun, zah?"
"Perpustakaan."
"Ada lagi?"
"Laa ustadzah."

Lalu aku meminta mereka membuat kelompok diskusi dan membagikan teks yang sudah di acak untuk disusun menjadi teks bacaan sempurna.

~~~

Laa = tidak

PPLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang