| C H A P T O8 |

92 15 9
                                    


I can be on your side, I can compliment you every day. But why are you hesitating?

Wannaone11






Chapter O8;
Still hesitating







Kepalaku terasa pusing, mataku bengkak. Terasa sakit bila dibuka. Untuk melihat pun terlihat mengabur.


Semalam, setelah Jinyoung menjelaskan tentang hal yang selama ini bersarang di kepalaku, aku diantar pulang olehnya. Dia juga izin untuk tinggal di rumahku.

Aku sih, senang-senang saja. Lagipula, jika dia tinggal disini pun, tidak akan ada yang bisa lihat. Kecuali aku.


Merasa butuh air putih segelas, karena tenggorokanku rasanya begitu kering, aku berjalan cukup hati-hati keluar kamar. Pandanganku masih mengabur, untuk berjalan pun butuh bantuan. Aku berjalan di dekat dinding agar dengan mudah menyangga.


Padahal jarak dari kamar ke dapur cukup dekat, sekitar lima belas meter, tapi kenapa rasanya begitu lama?


“Dek, makan ya? Kakak udah buatin sarapan.” Sesampainya di dapur, ada kakak yang sedang menata dua piring nasi goreng dan dua gelas susu hangat.


Jujur saja, kepalaku masih pusing. Perutku mual, dan aku tidak berselera untuk makan.


Maka dari itu, aku menggeleng.


Kakak membantuku untuk duduk di kursi meja makan. Aku melipat kedua tangan di atas meja dan menenggelamkan wajahku disana.


“Pusing?” tanya kakak khawatir. Aku memang tidak melihat langsung bagaimana ekspresi wajah kakak saat ini. Tapi jika di dengar dari nada suaranya, kakak begitu khawatir.

Aku mengangguk, “Tolong izinkan ke kampus kak, rasanya aku tidak punya tenaga untuk belajar.”

“Ok. Tapi kamu makan, ya? Dua suap aja, biar perutmu nggak kosong.”

“Kakak ngapain nunggu aku di ruang tamu? 'Kan dingin.” Aku mengalihkan pembicaraan.

“Khawatir,” balasnya singkat. Kemudian hening. Kakak duduk di hadapanku dan memakan nasi goreng buatannya sendiri.

Sementara aku terdiam. Memikirkan kejadian semalam.

Aku pulang ke rumah sekitar jam sebelas malam, itupun setelah dibujuk berkali-kali oleh Jinyoung.

Ketika masuk ke dalam rumah, aku menemukan kakak tertidur di sofa ruang tamu. Meski tidur, tetapi keningnya mengerut. Seperti tengah berpikir.


Aku tau, kalau kakak mengkhawatirkanku.


Maka dari itu, aku mengambil selimut tebal dari kamar kakak dan menyelimutinya. Supaya kakak tidak kedinginan.

Maaf kak, adikmu ini memang selalu buat khawatir.

Suara dentingan sendok membuatku kembali sadar dari lamunan.

Kakak menatapku, eung—sedih? Entahlah, aku tidak bisa mendeskripsikan arti dari tatapan matanya.

“Makan, ya? Kakak suapin mau?”


Hm? Kenapa kakak jadi cringe gini!?! Gila, aku merinding.


Ya meskipun, dulu saat masih kecil bahkan remaja, kakak selalu memperlakukanku seperti ini, sih.

Deeper | Bjy √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang