04

485 90 3
                                    

Chandra menaikkan sebelah alisnya melihat kedatangan Joyana yang terlihat kesal, diliriknya Jennie yang ikut berjalan di belakang Joyana, tangannya melambai menyuruh Jennie mendekat.

Mau tidak mau Jennie melangkah mendekat pada Chandra yang sibuk menikmati seblak berdua dengan Keano. Apa Chandra sedang mengalami kesulitan keuangan sampai seblak saja harus sepiring berdua?

Keano yang merasa diperhatikan memilih mendongakkan kepalanya dan menatap heran Jennie, dia tidak mengenal Jennie. Bahakan dia baru saja melihatnya.

“Ada apa dengan Joyie?”

“Dia baru saja bertengkar dengan ketua yayasan. Maksudku, kami baru saja datang ke yayasan Amartya untuk meminta ijin perihal tugas penelitian, tapi dia mulai kesal setelah sampai disana. Sebenarnya aku tidak tau apa permasalahannya.”

Chandra dan Keano saling berpandangan dan mengangguk mengerti. Sedangkan Jennie hanya mengendikkan bahunya tak peduli.

“Bukankah adikmu itu terlalu berlebihan?”

Jennie menjetikkan jarinya dan langsung duduk di depan Chandra dan Keano, “Benar, Joyana berlebihan dalam menyikapi sesuatu. Bayangkan, kita hanya disuruh bertemu dengan ketua yayasannya karena kepala sekolah sedang pergi, dia merengek ingin pergi sampai menyeretku segala. Apa dia sedang gila sekarang?”

Chandra mendelik kesal pada Jennie. Berani sekali gadis di depannya ini mengatai Joyana. Joyana tidak gila, tapi sangat gila. Chandra terkikik geli mengingat dirinya baru saja mengatai Joyana.

“Ada apa denganmu? Apa sekarang kamu sama gilanya dengan adikmu sendiri?”

Chandra mendelik kesal, baru saja dia ingin mengumpat pada Keano ada satu bantal yang mengenai wajah Keano. Ingin rasanya Chandra tertawa tapi mulutnya langsung terkunci mendengar teriakan marah dari Joyana.

“OI HITAM, SEKALI LAGI KAMU MENGATAIKU GILA, AKAN KUPATAHKAN KAKIMU ITU! JENNIE, KE KAMARKU ATAU PERGI DARI SINI?”

Keano meringis takut mendengar teriakan Joyana dan ancamannya. Jennie langsung berdiri dan meninggalkan keduanya dengan tawa tertahan. Keano menjitak kepala Chandra kesal, “Adikmu benar-benar gila!”

Chandra mengangguk dan kembali menyuapi seblak di depannya dengan porsi besar.

“Tapi kurasa adikmu bisa membawa Sean kembali menjadi dirinya sendiri. Dia terlalu banyak berkorban tapi semuanya tidak sesuai dengan keinginannya.”

Chandra terdiam. Mungkinkah Joyana bisa melakukannya? Tapi bagaimana caranya dia meminta tolong pada Joyana? Dia tidak mungkin menerima permintaan Chandra secara Cuma-Cuma, dia tau bagaimana otak adiknya itu bekerja.

***
Joyana menguap lebar dan merutuk sebal mendengar suara bel rumahnya yang terus bunyi. Matanya melirik jam dinding dan mendengus kesal, ini hari Minggu, siapa orang yang berani mengganggunya di pagi hari?

Joyana menuruni tangga dan terlihat bingung melihat keadaan sekitar rumah yang sepi. Kemana semua orang? Di anak tangga terakhir, Joyana mengangguk mengerti, dia tau kemana semua orang di hari Minggu pagi.

“Siapa?”, teriak Joyana sembari membuka pintu. Sekali lagi Joyana menguap, dia ingin ini cepat selesai dan kembali ke kasur di kamarnya.

“Ganti bajumu!”

Ganti baju? Siapa manusia pengganggu yang berani menyuruhnya di wilayah sendiri hah? Ini rumah orangtuanya, wilayahnya, dia berhak melakukan apapun, memakai apapun, terserah Joyana.

“Apa telingamu tuli?”

Shit,

Joyana mendongak dan matanya membulat terkejut. Sean berdiri di depannya dengan kaos berwarna hitam yang dipadunkan dengan celana hitam juga, dan jangan lupakan jaket coklat yang membungkus badan atletisnya itu.

Sean menyentil dahi Joyana membuat gadis yang tadinya terdiam itu sekarang sibuk mengumpulkan berbagai ocehan di pagi hari.

“Kenapa kesini? Cari Chandra? Tuh di taman kompleks lagi senam aerobic sama yang lain.”

Joyana mengernyit heran melihat Sean mengulurkan plastic hitam padanya. Joyana kembali menatap Sean yang wajahnya masih datar, “Apa itu?”

“Makanan, Chandra minta tolong padaku untuk memberikannya padamu. Sekarang ambil, aku tidak punya waktu untuk berlama-lama disini!”

Sean melihat jam tangannya dan kembali menatap Joyana yang masih asik berdiam diri. Joyana benar-benar membuang waktunya. Sean meletakkan makanannya di bawah dan segera berlalu, menunggu Joyana menerimanya hanya akan membuang waktunya yang berharga.

Joyana bergantian melihat kepergian Sean dan bungkusan plastic di lantai dengan wajah datar. Tapi dia tidak mempedulikannya, dia akan bertanya pada Chandra, kenapa pria itu tidak mengantarnya sendiri? Kenapa harus Sean? Kenapa tidak Keano saja?

Ah Keano, pria yang tadi malam ditimpuknya dengan bantal. Joyana harap otaknya kembali lurus setelah insiden semalam, Keano si pria dengan tingkat kemesuman level atas.

Joyana membuka bungkusan plastic yang diberikan Sean tadi dengan wajah berbinar, ada bubur kesukaannya. Dengan cepat dia mengambil sendok dan mangkok, memindahkan bubur itu ke piring dan menyantapnya. Sesekali matanya melirik kearah jam, sudah jam tujuh tapi keluarganya belum pulang.

“Joyie,”

Joyana menoleh ke sumber suara, Chandra sudah datang dan melepas kaos yang dipakainya, memutar-mutarnya lalu disampirkan ke bahunya,

“Simpan bajumu dulu Chandra!”

Chandra tidak mengindahkan perintah Joyana, dia memilih duduk di samping Joyana dan mengalungkan lengannya di bahu sang adik. Joyana berjengit, Chandra sangat lengket dan tubuhnya yang toples itu sudah banjir keringat.

“Apa Sean tadi kesini?”

“Ya!”

“Dan kamu memakai tanktop ini?”

“Tentu saja, memang apa yang harus aku pakai? Setelan baju formal?”

Joyana terdiam, dia menyadari sesuatu. Oh sial, dia baru mengerti kenapa tadi Sean menyuruhnya ganti baju. Dia malu! Tapi juga kesal melihat Chandra yang menertawakannya sekarang.

“Jangan menertawakanku bodoh!”

“Tidak bisa, aku dalam mood ingin menertawakanmu.”

“Sialan!”

***

Yesss,You AreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang