Lisa Tsadieda, wanita cantik dengan fashion yang terkadang membuat para mahasiswa ciut dengan penampilannya sendiri kini tengah berdiri di depan kelas dan memandang satu persatu mahasiswanya dengan senyum lebar.
Matanya meneliti setiap isi kelas dan menghitung mahasiswa yang hadir. Sedetik kemudian senyumnya luntur melihat satu kursi tidak berpenghuni.
Joyana mengikuti arah mata dosennya dan mengangguk mengerti.
Taerendra kembali terlambat.
Joyana bisa mendengar teman-temannya berbisik membicarakan Taerendra. Mahasiswa yang terkenal akan keterlambatannya.Joyana heran saja, bagaimana bisa Taerendra telat karena setau Joyana pria itu tinggal di apartemen dekat kampus. Terkadang orang kaya bisa seenaknya sendiri.
“Maaf bu, saya terlambat lagi!”
Joyana menengadahkan wajahnya melihat Taerendra sudah berdiri di depan Bu Lisa dengan baju yang sama dengan kemarin. Ya, Joyana masih ingat jika teman sekelasnya itu memakai baju kotak-kotak berwarna merah kemarin.
Apa dia tidak memiliki baju lain atau mungkin dia sangat menyukai baju itu sampai harus memakainya dua kali? Atau bisa saja Taerendra memiliki banyak stok baju dengan warna dan corak yang sama.
“Kenapa terlambat lagi?”
“Saya dapat orderan yang jauh bu.”
Bu Lisa terlihat mengangguk, dia tidak ingin membuang waktunya untuk mendengar penjelasan Taerendra yang lain. Sedangkan Joyana membulatkan matanya tidak percaya.
Matanya mengikuti pergerakan Taerendra yang berjalan ke arah tempat duduknya.
“Apa kamu menyukai Taerendra?”
Joyana menolehkan kepalanya menghadap Jennie yang duduk tepat di sampingnya, “Tidak, memangnya kenapa?”
“Matamu sedari tadi melihat kearah Taerendra jadi aku pikir kamu menyukainya. Apa aku salah?”
Joyana mengangguk, “Aku tidak menyukainya. Jadi buang jauh-jauh fikiran anehmu itu Jennie!”
Jennie hanya mengendikkan bahunya dan kembali melihat ke depan, memperhatikan Bu Lisa menjelaskan materi mengenai Matematika.
Begitupun dengan Joyana, tapi sayangnya fikirannya mengelana jauh, dia hanya melihat ke depan tanpa berniat mendengarkan.
Joyana kembali memikirkan ucapan Chandra tadi pagi. Apakah dia memang sulit untuk melupakannya?Itu hanya candaan, kalimat yang selalu ditegaskan Chandra padanya. Sean Alaric Amartya, memikirkan wajah menyebalkannya saja membuat Joyana ingin mengumpat kesal.
“Joyana, hei, Joyana!”
Joyana mengumpulkan atensinya dan menoleh pada Jennie yang sudah menatapnya dengan sebal, “Ada apa?”
“Kamu melamun sedari tadi, untung saja dosen kita itu tidak menyadarinya. Jika dia sadar, habis sudah hidupmu untuk hari ini.”
Joyana melirik meja dosen yang sudah kosong dan kembali menatap Jennie, “Apa aku melupakan satu hal ketika pelajaran?”
“Kamu melupakan banyak hal Joyana, materi hari ini akan keluar untuk tes minggu depan dan aku yakin kamu tidak mencatat satupun karena melamun.”
Joyana mengangguk, “Kamu benar. Apa kamu mencatatnya? Aku ingin meminjamnya untuk dicatat di rumah.”
Jennie mengangguk dan menyerahkan buku catatannya pada Joyana, dia memperhatikan Joyana yang menyimpan bukunya ke dalam tas.
“Aku tau kamu menungguku karena ingin mengajakku ke kantin kan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Yesss,You Are
RomanceJoyana membencinya, sangat membencinya! Sampai dia tau, orang yang dibenci yaitu Sean, akhirnya menginginkannya.