Satu hal yang Joyana ingin lakukan sekarang yaitu pergi meninggalkan yayasan Amartya secepat mungkin. Matanya meneliti setiap tempat, berusaha mencari celah kemana dia harus kabur.
“Silahkan masuk!”
Empat mahasiswa yang lain berjalan masuk meninggalkan Joyana yang masih enggan untuk masuk ke dalam. Taerendra yang merasa Joyana tidak berjalan di belakangnya langsung menoleh, “Ayo masuk Joyana!”
Joyana mengangguk tapi kakinya masih enggan untuk melangkah. Taerendra sendiri sudah kesal, teman-temannya yang lain sudah masuk ke dalam, tapi dia dan mantan kekasihnya ini harus berdiri di luar dan menjadi tontonan beberapa guru dan murid yang sedang lewat. Dengan gemas Taerendra menarik lengan Joyana dan menyeretnya masuk ke dalam.
“Kenapa menarikku? Singkirkan tanganmu, aku tidak ingin kita berpegangan!”
Taerendra memutar badannya menghadap Joyana dan menyentil dahinya, “Siapa yang memegangmu? Aku? Biar kuperjelas, aku sedang menyeretmu bukan berpegangan! Dan tumben sekali kamu jual mahal begini?”
Jual mahal? Memang itu yang harusnya dia lakukan pada Taerendra, dia sudah tidak mengobralkan dirinya sendiri. Joyana menendang tulang kering Taerendra dan berjalan masuk melewati Taerendra yang kesakitan.
Sean yang melihat kedatangan Joyana hanya menatapnya datar. Tiga temannya yang lain sudah memandangnya tajam.
“Joyana Tanvir, tidak bisakah kamu datang tepat waktu? Dan membuat tiga temanmu yang sudah datang lebih awal ini harus menunggumu.”
Joyana mengangguk dan menggumamkan kata maaf. Dia memang bersalah, dia egois karena memikirkan dirinya sendiri yang bermasalah dengan Sean dan mengorbankan teman-temannya.
Jennie segera menarik lengan Joyana agar duduk di sampingnya. Taerendra juga segera menyusul dan sama hal dengan Joyana, dia mendapatkan pertanyaan yang sama.
Joyana dan yang lain berpamitan keluar menuju kelas yang akan mereka jadikan tempat penelitian. Setiap tingkatan kelas memiliki ciri khas sendiri-dibedakan oleh warna cat tembok. Kelas sepuluh berwarna merah, kelas sebelas berwarna kuning dan kelas dua belas berwarna hijau. Jennie mengetuk pintu dan mendorongnya setelah mendengar perintah untuk masuk.
Warna hijau,
Warna kesukaannya.Joyana tersenyum lalu mengedarkan matanya ke seluruh isi kelas, menatap satu persatu siswa disana. Ada perasaan ciut melihat beberapa siswa perempuan tumbuh dengan baik dan cantik.
Joyana ingin sekali berteriak pada ELina, kenapa mamanya tidak membolehkannya melakukan perawatan dulu pas jaman dia SMA? Joyana mengumpat kesal melihat salah satu siswa perempuan yang duduk di bangku paling pojok sedang menatapnya dengan seringaian kecil.
Dia menyesal sudah masuk ke dalam kelas ini sekarang, kenapa dari sekian banyak kelas dia harus bertemu dengan gadis tengil itu disini?
Joyana mengabaikannya, dia hanya perlu focus pada penelitiannya kali ini. Semuanya berjalan normal walaupun terkadang ada beberapa siswa laki-laki yang menggoda Joyana dan yang lain. Sudah biasa bagi Joyana, karena dia dulu seperti itu juga.
“Halo gendut,”
Joyana memutar matanya kesal, ingin rasanya dia menghajar wajah perempuan di depannya ini.
“Halo pendek,”
Joyana terkekeh kecil melihat gadis di depannya ini kini merenggut kesal, “Jangan mengejekku jika tidak ingin kuejek balik Yeri!”
Yeri mengangguk dan menatap sekitar, “Dimana temanmu yang lain kak?”
“Mereka sedang ke kantin, kamu tidak ke kantin?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Yesss,You Are
RomanceJoyana membencinya, sangat membencinya! Sampai dia tau, orang yang dibenci yaitu Sean, akhirnya menginginkannya.