06

453 92 5
                                    

“Jaga dirimu baik-baik!”

“Kami akan merindukanmu sayang!”

“Jangan menjual rumah Sean kalau uangmu habis, telfon kakak, aku akan mentransfernya padamu!”

Joyana mendelik sebal pada Chandra dan menatap Mahendra dan Elina bergantian. Memeluk mereka satu persatu sebelum berpisah. Mahendra dan Elina akan terbang untuk bulan madu mereka kesekian kalinya, sedangkan Chandra akan terbang menuju Kanada, dimana gadis pujaannya sedang menunggu untuk merayakan anniversary mereka.

Sebenarnya Joyana tidak masalah mereka meninggalkannya beberapa hari tapi kenapa harus menitipkan dirinya pada Sean? Pria menyebalkan yang sedari tadi berdiri di sampingnya ini.

Joyana bisa tinggal sendiri, itu yang selalu ia tegaskan pada keluarganya dari semalam. Tapi semuanya kompak dengan keputusan yang sma, menitipkannya pada Sean.

“Sean, kamu bisa menggantung Joyana di pohon kelapa jika dia berbuat masalah.”

Please deh pa, Joyana itu bukan anak kecil dan bukan setan penunggu pohon kelapa.

“Atau kamu bisa langsung menendangnya kalau dia berbuat seenaknya, terkadang sikap tidak tau dirinya itu melewati batas.”

Sial,

Chandra kembali menghinanya, “Apa kalian tidak mau pergi? Pesawatnya akan lepas landas sebentar lagi. Berhentilah membuatku terlihat seperti gadis yang menyebalkan hari ini!”

Mahendra, Elina dan Chandra terkekeh pelan. Mereka kembali berpelukan dan pergi meninggalkan Joyana yang menatap keluarganya dengan senyum kecil. Joyana harap semuanya baik-baik saja, dia begiidk ngeri melihat beberapa channel televisi yang menayangkan perihal jatuhnya pesawat.

Sean sudah berbalik begitupun dengan Joyana, dia mengikuti langkah Sean dari belakang. Beberapa pasang mata menatap Sean kagum. Memang tampan, Joyana mengakuinya, tapi sikap menyebalkannya itu menutup ketampanan Sean, itu menurut Joyana.

“Cepatlah Joyana!”

Joyana mempoutkan bibirnya, dia sedikit berlari untuk menyamai langkah kaki Sean. Ada beberapa yang berbisik tentang dirinya dan Sean, bagaimana dia tau? Karena mereka menunjuk Joyana secara terang-terangan, Joyana yang merasa ditunjuk langsung menolehkan kepalanya dan tersenyum lalu mencibir pada mereka.

Joyana terkikik melihat orang yang baru saja dicibirnya terlihat kesal dan melengoskan wajahnya.

“Apa kita harus ke psikolog?”

“Tidak, kemudikan saja mobilnya dengan benar.”

Sean hanya mendesah kesal mendengar perintah Joyana. Joyana sebenarnya ingin tertawa melihat Sean yang terlihat menahan kesal padanya. Joyana fikir, ini sangat menyenangkan jika melihat wajah kesal Sean.

Membutuhkan waktu sekitar setengah jam untuk sampai ke rumah Sean. Sudah lama Joyana tidak menginjakkan kakinya ke rumah ini, tidak ada banyak yang rubah, masih sama seperti dulu. Kakinya melangkah mengekori Sean yang sudah berjalan masuk. Beberapa pasang foto masih bertengger di dinding rumah tapi satu yang berhasil Joyana tangkap, tidak ada foto keluarga.

“Kak Joyie…”

Joyana menolehkan kepalanya ke atas, dilantai dua, Yeri berteriak sembari melambaikan tangannya. Joyana tersenyum lebar dan ikut melambaikan tangannya sembari meloncat heboh.

“Aku merindukanmu pendekkk…”

Joyana berlari melewati Sean dan berlari heboh. Sean hanya menggelengkan kepalanya dan memilih menuju dapur, mengambil sekotak susu dan meminumnya sampai habis. Telinganya masih mendengar beberapa teriakan dari Joyana dan Yeri yang melepas rindu.

Yesss,You AreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang