💛STORY🌞Bambam » 4

138 14 0
                                    

LEKAS
-waktumu sangat terbatas-

-[Tulus]-
____

"Liat baik-baik." Kata Sunny. June dan Sunny masih berada di teras atas sekolahnya, dengan sembunyi memperhatikan Syela dan Arga yang sedang bersama di bawah pohon. Syela juga memegang kamera, mungkin untuk merekam awan.

June dan Sunny mendalamkan pendengarannya. Di bawah sana Syela dan Arga terlihat saling melemparkan umpatan satu sama lain. "Lo 'tuh ya, nggak tau trima kasih. Masih baik gue mau jadi pacar lo."

Sunny dan June melirik sekilas, alis masing-masing mereka menyatu.

"Untuk alasan nggak jelas, lagi. Gue disangka PHO 'kan jadinya." Lanjut Arga seraya memainkan handphone-nya. "Buat apa? Misi? Mau buat dia cemburu?"

"Lo gimana sih, yang ikhlas dong.." Balas Syela.

"Pretttt." Sunny mencekik June dengan rangkulannya. Dia kebanyakan tertawa tanpa suara sampai mengeluarkan air mata. "Cewek lo tolol banget. Sumpah. Emang masih jaman yang begituan? Kayak di sinetron aja.."

"Gue punya ide!"

"Gue bisa tebak apa ide lo." Sunny masih menahan tawanya. "Sama aja bodohnya. Kalian."

"Ide gue apa emangnya?"

"Yah pokoknya yang lo pikirin itu."

June menjitak kepala Sunny. "Kita pacaran juga. Tapi bohongan."

Sunny terdiam sejenak. Detik berikutnya, tawanya sudah tidak sanggup ia kendalikan. Sunny memukul-mukul pelan pundak June. "Lucu."

"Ok?" June berharap.

Sunny menempelkan ujung jari telunjuk dengan ibu jarinya. "Ide lo norak, tapi... boleh juga buat lucu-lucuan."

"Ok. Lo jadi pacar gue. Nanti gue traktir."




June tidak melihat Bobby hari ini. Biasanya Bobby sendiri yang akan datang ke kelasnya dan membawakan makanan. Untuk pertama kalinya, June berniat untuk mencari Bobby. Tapi batal, karena matanya sudah lebih dulu mendapati Bobby di taman, tepat di depan kelasnya. Bobby ada di sana, sedang menggambar sesuatu.

Awalnya June berniat untuk mengagetkan Bobby. Tapi Bobby paling ahli menghindari itu karena dia bekerja di bidangnya.

"Bokap lo rencana mau lanjut tahun depan?"

June menggeleng. "Nggak."

"Kalau bokap lo nggak lanjut, gue mungkin pindah ke saingan lo."

"Kok gitu? Lo disini aja sama gue."

"Nggak bisa, lah June.. Itu udah tugas gue." Bobby menggambar seseorang di kertasnya. Berkali-kali dia membuat kesalahan pada lukisannya dan berakhir dengan dilemparnya sembarangan. "Btw.. udah lima tahun. Tapi kalau gue pergi, lo jangan rindu."

"Lo tega. Gue kan sedih.."

"Yang gue denger saingan lo itu sekolah di Surabaya. Jadi mau nggak mau kalau bokapnya yang naik, gue ikut dia."

"Gue sayang sama lo, Bobb."

"Gue jijik."

June sungguh menyayangi Bobby. Sudah lima tahun Bobby mendampinginya. Dan baru dia sadari sendiri, dia selalu memanfaatkan Bobby. Bobby selalu mengalah untuknya, dan keinginannya akan diusahakan Bobby.

Setidaknya untuk tahun ini, tahun yang mungkin akan menjadi yang terakhir, dia akan lebih menghargai Bobby. June berpikir untuk membahagiakan Bobby. Tidak lama lagi, hanya tersisa beberapa bulan.

"Lo ingat gue pernah bilang kalau gue liat cewek yang cantik?"

June tidak menjawab.

"Gue ketemu dia. Terus gue nanya namanya." Bobby tersenyum dalam seperti orang yang baru pertama kali merasakan cinta. "Dia bilang dia suka cowok yang mancung. Persis sama hidung gue."

"Ciee.."

"Lo kenal Sunny? Dia sekelas sama lo. Gue belum tau nama lengkapnya."

June mengangguk ragu. "Kenal."

"Dia orangnya. Sunny. Gue suka dia."

/"/"/"/"/"/"/"/"/"/"/"/"/"/"/"/"/"/




June bodoh. Dia ketinggalan ulangan lagi. Sedang hujan, dan tanah sudah becek. Pasti June akan memakai keadaan sebagai alasannya. Sudah bisa ditebak jika June tidak akan mentraktir Sunny karena hujan.

June sementara menyelesaikan ujian susulannya. Sedari tadi, June sudah memberi Sunny aba-aba untuk menunggu. Mungkin sudah lewat setengah jam.

Hanya ada satu bangku di sekitarnya, yaitu di taman depan kelas. Untunglah, ada atap di atas bangkunya jadi dia tidak terkena hujan. Sunny memilih duduk di sana karena kakinya merasa kelelahan.

Di sampingnya, ada seseorang berkulit putih. Laki-laki, sepertinya adik kelas. Sunny pernah mendengar gosip tentangnya. Sunny juga pernah mendengar namanya, tapi dia lupa. "Gue benci hujan."

Sunny terkejut setelah mendengar seseorang di sampingnya mengeluarkan suara. Tidak ada orang lain di sana kecuali dirinya. Jadi mungkin adik kelas tampan itu sedang berbicara kepada Sunny. Dan lalu, Sunny merespon. "Kenapa?"

"Karena gue phobia hujan." Dia terus melamun.

Sunny mengerutkan keningnya. "Lo nggak keliatan takut,"

"Buat apa takut?"

Sunny mengabaikan.

"Hujan itu indah. Gue nggak takut." Dia menoleh. "Tapi kata orang gue phobia hujan."

"Lo aneh."

Orang di sampingnya menyengir, tapi tetap saja tidak kelihatan jelek. "Parfum lo enak." Dia mengendus.

"Gue nggak pake parfum. Lo salah." Tatapan Sunny berubah. "Push-up!"

"Kenapa push-up?"

"Karena lo salah."

"Lo jahat banget." Cowok itu membuang pandangannya. "Gue kasih tau ya, nggak ada yang mau sama cewek jahat."

"Enak aja! Yang mau sama gue itu banyak."

"Oh ya? Kok gitu?"

"Ia. Karna gue cantik, secerah matahari."

"Apa? Gue nggak denger." Yang di sampingnya mendekatkan telinganya.

"Karena gue cantik, secerah matahari. Ingat aja."

Sunny tak sengaja menginjak sesuatu. Dia mengambil yang baru saja dia injak, sebuah kertas yang telah diremas dan sedikit basah karena cipratan air hujan. Dia membukanya, lalu dahinya mengkerut. "Kayak kenal..." Sunny memiringkan kepalanya sedikit, berpikir. "Lho, ini 'kan gue!"

""""""""""

LOVE STORY; BambamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang