H-04 : Kau adalah ....

181 16 0
                                    


"Serius?" Kata Ame setelah mendengar jawaban Bambam.

"Iya. Lo salah paham. Kertas itu bukan buat lo."

Astaga ... apa yang lo pikirin?? Gerutu Ame dalam hati.

Ame menutup teleponnya. Berbalik pada June, menampilkan deretan giginya. "Bambam nggak nyuruh gue ke sini." Ame mengangkat dua jarinya, sebagai tanda damai.

"Oh."

"Sorry ... June. Sumpah! Gue nggak konek banget tadi!"

June tersenyum, "okelah ... Soalnya gue baik."

"Yaudah lo pulang aja. Tinggalin aja gue ... Anggap itu hukuman buat gue karna nyusahin lo."

"Gue nggak setega itu, tau! Masa sih, gue tinggalin anak cewek sendirian, gelap-gelap ..." June menekankan kata gelap.

June merangkul Ame. Mempersilahkan Ame untuk kembali masuk ke mobilnya, sekalian membukakan pintu.

"Lo belum mau pulang, 'kan?"

"Mau," jawab Ame.

"Mau apa?"

"Mau pulang."

"Kita makan dulu."

"Nggak usah."

"Kok gitu? Gue laper."

"Jadi gue cuman liatin lo makan?"

"Nggak masalah juga kalo lo maunya gitu."

"Hehehe ... Nggak kok, jangan ngambek."

Perkiraan Ame di luar dugaan. Dia pikir June akan mengajaknya ke restoran mahal. Tapi sebaliknya, yang terjadi malah June membawanya duduk di antara gerobak bakso. Tapi tak masalah, selama dia tidak mengeluarkan uang.

"Jadi kertas yang tadi lo dapat buat siapa?"

"Jadi katanya Bambam ceritanya gini ...."



"""


16.32

Sudah lewat satu jam, dan teman Ame mengatakan jika masih banyak waktu yang dibutuhkan. Bambam berdiri. Langit sedang gelap dan dingin, masa yang tepat untuk kembali mengunjungi kenangan.

Lantai 3, ruang kelas 11 IPA 3

Bambam memilih duduk menyilangkan kakinya di atas meja, dekat jendela. Dia mengeluarkan bubble wrap dari tasnya, memasang headphone di kedua sisi telinganya. Memejamkan matanya, seraya memecahkan gelembung dari plastik yang tadi diambilnya.

Selalu seperti ini. Suara rintik hujan yang menembus telinganya terus membuatnya merasa kehilangan. Ada keresahan di hatinya, dan gejolak-gejolak penuh kepahitan.

Saat itu terjadi begitu saja, pada Kamis di tahun 2017 ....


Ya, waktu itu juga musim hujan. Hujan turun sangat deras, disusul erangan-erangan tuan petir.

Suatu sore di sekolah, sebelum Bambam pulang.

"Gue benci hujan."

Merasa diajak bicara, gadis di sebelahnya merespon. "Kenapa?"

"Karna gue phobia hujan."

"Trus kenapa nggak takut?"

"Buat apa takut?"

Pandangan Bambam masih lurus ke depan, menatap air-air asin yang menghantam jalanan kota. Sedangkan gadis di sebelahnya, masih mengherani lelaki berkulit putih dengan jaket tebalnya.

"Katanya phobia hujan,"

"Hujan itu indah. Gue nggak takut." Bambam mengusap-usap tangannya, kedinginan. "Tapi kata orang gue phobia hujan."

"Lo aneh."

"Jangan bilang gue aneh kalo lo nggak tau apa-apa tentang gue."

"Kalo gitu kasih tau ke gue apa-apa tentang lo."

"Gue nggak punya apa-apa buat diceritain. Cukup seseorang, yang mampu membuat gue bercerita."

Gadis itu memutar bola matanya, "ceritain ke gue tentang SMA lo."

"Bukan gitu," Bambam tertawa pelan. "Maksud gue ... seseorang yang bisa bersama gue membuat jalan cerita yang indah."

Yang di sampingnya mengangkat bahu. "Gue nggak tau nama lo."

Bambam menoleh, "sama. Gue juga."

"Gue kakak kelas lo. Nama gue rahasia. Lo nggak boleh tau. Kalo nama lo?"

"Gue tau kalo lo udah denger nama gue dari kemaren." Bambam tersenyum jahil. "Iya, 'kan?"

"Lo salah. Gue emang belum tau nama lo."

"Jangan bohong."

Gadis bernama rahasia itu tersipu, malu.

Bambam juga ikut tertawa. "Btw ... aroma parfum lo enak."

"Gue nggak pake parfum." Tegas gadis itu. "Push-up!"

Bambam mengerutkan dahinya. "Kenapa?"

"Lo tadi salah. Itu hukumannya."

"Ogah ... Jahat banget lo jadi cewek." Bambam berdesis. "Ntar nggak ada yang mau, loh ...."

"Enak aja! Banyak kali, yang mau sama gue!"

"Oh ya?"

"Ia. Karena gue cantik, secerah matahari."


▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪

Galau_peopl

LOVE STORY; BambamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang