ABTHA #9

5.1K 216 6
                                    

Saat pulang Aletha di sambut dengan banyak orang dan papanya yang memakai pakaian formal. Papanya tersenyum pada Aletha. Itu membuat Aletha kebingungan, apalagi rumahnya di hiasi seperti yang akan nikah. Ah iya! Aletha sampai lupa kalau hari ini, hari pernikahan papanya dengan calon istrinya yang baru.

"Tadi papa ke sekolah jemput kamu, tapi katanya ada belajar tambahan. Ya sudah, papa biarin kamu," ujar papanya.

Bukannya menjawab, Aletha menatap sekeliling. Sungguh tidak suka Aletha melihatnya. Apalagi melihat wanita itu merangkul tangan papanya.

"Cepat ganti baju, akad nikahnya akan segera di mulai," kata papanya memberitahu.

"Sampai kapanpun, Alet gak setuju kalau papa nikah lagi!" ucap Aletha lalu berlari ke dalam kamarnya.

Dengan cepat, Aletha mengunci kamarnya. Tubuhnya bersandar pada pintu kamarnya dengan mata yang berkaca-kaca. Air matanya mulai meluncur ke pipi, sudah tidak bisa di tahan lagi. Sudah lama Aletha tidak menangis, selama ini Aletha selalu tersenyum ceria. Ini semua hanya gara-gara papanya.

"Sayang, buka pintunya! Tolong mengerti papa, Alet! Semua orang udah nunggu!" teriak papanya sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar Aletha.

"Alet udah bilang, gak akan pernah setuju!" teriak Aletha di dalam kamar.

Andre hanya bisa pasrah, ia tidak bisa membatalkan pernikahan ini. Ia memang mencintai wanita baru itu, sudah cukup menunggu istrinya yang kabur entah kemana. Akhirnya, ia memutuskan untuk ke bawah dan melanjutkan pernikahan itu dengan Shofia.

Aletha segera menghapus air matanya, bukan Aletha kalau lemah seperti ini. Ia membawa hoodie yang berada di lemarinya dan segera memakainya. Ia keluar dari kamarnya diam-diam lalu keluar lewat pintu belakang. Jam menunjukkan pukul lima sore. Selama ini, ia selalu nurut kepada papanya. Kalau soal yang ini, ia tidak setuju. Ia memesan gojek dan pergi ke rumah Vega.

Tidak tahu harus ke mana, Aletha memutuskan untuk menginap di rumah Vega untuk sehari ini. Untungnya, Vega tidak keberatan dan orang tuanya tidak banyak tanya. Ia memberi alesan karena papanya sedang tidak ada di rumah dan ia meresa kesepian. Ia tidak mau sampai Vega tahu tentang masalahnya.

"Biasanya di rumah sendiri juga lo gak masalah," ujar Vega sambil menghempaskan tubuhnya ke atas kasur.

"Kali ini, hantu-hantu ganggu gue," kekeh Aletha.

"Serius, Let!"

"Gak apa-apa, gue pengen aja nginep di rumah lo. Biar besok bisa berangkat bareng, kan sosweet!"

"Sinting!"

Vega tidak habis pikir, temannya itu tidak bisa di ajak serius. Setiap hari membuatnya emosi, tetapi itu tidak pernah membuatnya sedikitpun untuk menjauhi Aletha. Menurut Aletha, apapun itu harus di bawa enjoy. Baiklah, ia harus enjoy dan tidak perlu memikirkan yang berat-berat. Hidup itu harus simple, jangan di persulit. Itulah kira-kira yang sering Aletha katakan padanya.

***

"Lo gak amnesia, kan?" tanya Bintang yang kesal dengan Abyan, teman masa kecilnya itu tidak pernah ingat. Oh ralat, sekarang sudah menjadi musuh baginya.

"Arlan." Bintang sengaja menyebutkan nama panggilan Abyan saat kecil.

Abyan terkejut saat Bintang menyebutkan sebutan itu.

"Masih gak inget?" tanya Bintang tersenyum kecut.

Abyan baru sadar, Bintang teman masa kecilnya. Perubahan yang dratis, sampai terlihat beda saat masa kecil. Bintang dulu yang tubuhnya kecil, pendek dan berbeda dengan sekarang.

"Apa mau lo?" tanya Abyan tidak ingin ribet.

"Gue cuma pengen jatuhin harga diri lo di sekolah dan buat lo ngerasain apa yang gue rasain waktu dulu," kata Bintang mengingat Abyan sangat baik waktu kecil hingga Bintang selalu bersama dengan Abyan. Semuanya berubah saat Abyan menginjak SD kelas 5, Bintang yang sederhana selalu di remehkan, di cemooh. Bintang sadar hal itu, sedangkan Abyan yang orang berada, tidak lagi membelanya. Abyan berpihak pada teman-temannya yang sederajat dengannya.

Abyan tahu itu salahnya, waktu itu dirinya terhasut oleh teman-temannya untuk menjauhi Bintang. Namun, semua itu sudah lama. Apakah pantas untuk di ungkit lagi sekarang?

"Seperti yang udah gue bilang waktu sebelum lo pergi ke luar negeri, gue di hasut sama temen-temen. Bocah SD, waktu itu tahu apa tentang pemikiran yang panjang, masih labil, lo terlalu bawa perasaan. Lo jangan lupa kebaikan selama ini yang gue lakuin sama lo dan lo lupain dengan satu keburukan," jelas Abyan dengan tenang.

Bintang semakin marah, justru Abyan berkata seperti itu baginya adalah dirinya sedang di remehkan lagi. Bintang tidak terima itu.

"Secara tidak langsung, lo remehin gue. Bocah SD juga punya perasaan!" Bintang sengaja menekan kata 'Bocah SD'.

"Oh iya, gue juga gak pernah lupa sama kebaikan lo. Gue sangat-sangat berterimakasih, tapi gue tetap sama pendirian gue. Gue bakal lakuin apa pun yang akan buat lo jatuh, sejatuh-jatuhnya," sambungnya.

"Silahkan, kalau lo bisa!" Abyan tidak takut dengan ancaman Bintang. Dengan Bintang memberitahu seperti itu, Abyan bisa berhati-hati setiap yang akan di perbuat.

Abyan memilih pergi dari hadapan Bintang karena sudah muak melihatnya. Tidak menyangka kalau teman dekatnya waktu kecil menjadi musuhnya sekarang. Memang takdir itu tidak bisa kita duga, apapun yang kita pikirkan tidak akan terjadi bisa jadi terjadi.

"Are you okay?" Bima yang mengerti wajah Abyan tiba-tiba kusut, pasti ada apa-apa.

Abyan mengangguk kecil. "Oke."

"Byan, si Aletha di hukum lari, kira-kira kenapa ya," ujar Rion yang tidak sengaja tadi melewati lapangan basket dan melihat Aletha.

"Terus urusanya sama gue apa?" sewot Abyan.

"Wih, kalem-kalem, gue cuma kasih tahu aja. Karena di sana ada Bintang yang nunggu--"

Saat mendengar kata Bintang, Abyan langsung berlari ke luar kelas.

"Abyan kenapa?" tanya Cakra heran.

"Gak tahu, kebelet pipis kali," kekeh Rion.

Bima sepertinya tahu Abyan kenapa, ia memutuskan untuk menyusul Abyan daripada nantinya terjadi sesuatu.

Abyan sampai di lapang basket, bel istirahat sudah berbunyi sejak tadi. Maka dari itu, siswa-siswi tidak banyak di luar. Abyan melihat Aletha yang menerima minum dari Bintang. Aletha tidak melihat dari siapa botol minum itu karena cewek itu langsung saja duduk karena kelelahan.

Aletha mendongak dan mendapatkan Bintang yang berdiri dengan senyum lebarnya. Refleks, Aletha menyemburkan air minumnya ke tubuh Bintang. Dengan cepat Aletha menutup botol minumnya dan berdiri.

"Nih! Gue gak butuh minum dari lo!" Aletha tidak tahu kalau itu Bintang, tadi ia tidak fokus.

Bintang berdecak kesal. "Kenapa? Gue gak racun, kok!"

Abyan yang melihatnya dari jauh mengulum senyumnya. Ada perasaan senang saat melihat Aletha bersikap begitu terhadap Bintang.

"Udah mulai tertarik, nih!" seru Bima yang membuat Abyan terkejut.

"Lo ngapain di sini?" tanya Abyan kaget.

"Harusnya gue yang tanya lo, tumben banget keluar dari jam pelajaran. Untung lagi jamkos." Ucapan Bima barusan memang benar, Abyan merasa dirinya aneh. Apalagi jadi penasaran dengan si cewek hiperaktif itu.

ABTHA [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang