Chapter Three

1.7K 98 64
                                    

Part ini gua khususkan buat reader yang minta gua harus update hari ini :(( yang ngerasa aja yaa :((

Tesya POV

"Sebenernya ini ada apa sih ?!" Rayi berlutut padaku seraya menangis.

"Aku ga tau harus cerita darimana ? Aku aja bingung , aku harus gimana sekarang ?" Bodoh memang, aku sama sekali tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Semua badanku saja masih bergetar tidak lepas dengan jantungku yang terus menerus tidak bisa mengatur detaknya hingga aku merasa sakit kepala.

"Atau … jangan jangan cewek yang maksud kak Raya itu… kamu yaa?" Tanyanya fokus pada wajahku yang masih banjir dengan air mata.

Aku menatapnya kembali "Haa ? Kak Raya emang cerita apa sama kamu ?" Jawabku,  ingin menjelaskan sesuatu tapi apa yang harus aku lakukan ? "

"Jadi, dia sempet cerita kalo dia ga bisa buka hati buat orang lain, dia masih mau nunggu orang yang dia sayang. Dan… kayanya kamu yaa orangnya?" Tatapan matanya seakan menunggu jawaban 'iya'.

"Jadi , sebenarnya---" jelasku terpotong oleh seorang dokter yang baru saja keluar.

"Permisi mbak, apa kalian keluarga nya ? " Tanya dokter menatap kami secara bergantian.

"Iyaa dok, kami sodaranya. Gimana keadaan dia ? Gak ada hal yang serius kan?" Tanya Rayi terlihat sangat khawatir.

"Tidak ada, hanya saja dia terlalu syok hingga detak jantungnya tidak teratur seperti itu. Nanti malam dia boleh pulang, mari saya kasih resepnya" Rayi mengikuti langkah dokter tersebut.

Aku ditinggal seorang diri, aku memperhatikan dia dibalik kaca pintu. Kak Raya terbaring lemah tanpa sadarkan diri. Pada saat itu aku membuatnya tersenyum namun saat ini aku penyebab dia seperti ini.

"Kak ? Maafin aku " lagi, aku tidak bisa menahan air mataku. Aku menggenggam tangan kirinya. Apa yang harus aku lakukan saat ini ? Aku hanya sedang merasa aku sangat bersalah. Aku menunduk ditangan nya yang masih lemas.

"Syaaaa?" Ujarnya parau, dia mengusap rambutku. Aku menatapnya. Masih menangis.

Kami saling menatap satu sama lain , tidak ada kata lain lagi selain baru saja dia menyebut namaku. Dahinya berkerut dan air matanya terus mengalir (lagi).  Tatapan matanya seperti menyampaikan perasaannya jika dia benar benar merindukan ku sejak lama, menahan rindu kurang lebih 2 tahun tidak pernah ada pertemuan atau hanya perbincangan sederhana.

Tangan kanannya menyusul menggenggam kedua tanganku. Kami saling menggenggam , rasanya semakin kuat genggaman itu ada rasa sakit yang tidak bisa dijelaskan. Sungguh, memang ini sangat terasa sakit. Karena, ketika kami tidak bisa berbicara sedikitpun dan hanya menangis itu sebagai perwakilan dari hati yang selalu memendam. Satu duri menusuk seluruhnya.

Suara pintu terbuka , ku lihat Rayi. Dia tidak heran melihat aksi kami saat ini. Seperti dia sudah paham dengan kisah aku dan kak Raya, mungkin.

"Ini obatnya, kakak makan dulu yaa" Genggaman kami terlepas, Rayi mengusap kak Raya dan menghapus air matanya.

Aku menghapus air mataku (sendiri) dan memalingkan wajahku. Salah gak kalo aku cemburu ? "Syaa, kamu udah makan ? " Tanya kak Raya masih dengan tatapannya yang tidak sanggup untuk menatap lama.

"Ahh .. Haa ? Emm.. engg… enggak kak" jawabku salah tingkah masih sibuk mengusap wajahku yang basah.

"Mau makan apa , Sya ? Nanti aku pesenin " Tanya Rayi tersenyum , mungkin senyumnya itu agar aku tidak terlihat kaku.

"Iyaa kamu kan pasti lapar . Abis perjalanan jauh juga . Makan yaa!" Sebagian jaringan berada dalam lenganku. Membuat mataku tidak bisa diam. Benar, saat ini aku sedang salah tingkah.

Open & Close(r)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang