Chapter Ten

778 56 24
                                    

Tesya POV

Satu bulan lebih aku tanpanya, tidak ada raga dia yang menemaniku dibawah atap yang sering kali sebelumnya kita selalu melakukan banyak hal. Apapun itu, menyangkut hati dan juga candanya yang sukses membuatku tertawa.

Masih sama seperti sebelumnya setelah kehadiran Himeka dalam hidupku. Hadirnya tidak pernah luput dalam pandangku. Meski perasaannya bertepuk sebelah tangan terhadapku dia masih setia menemani ruang sepi ini. Satu hal yang aku suka dari diri Himeka adalah dia sanggup menerima keadaan sebenarnya meski aku tau rasa sakit yang dia tahan menusuk dalam dirinya.

Jika kalian mengira kak Raya sering menghubungiku,  perkiraan kalian salah. Jarang sekali aku menerima pesan darinya bahkan bisa dihidup dengan jari. Kadang aku bertanya pada diri sendiri 'sesibuk itukah sehingga tidak ada waktu sedikitpun untuk menghubungiku?' perhatian kecil darinya sudah cukup bagiku atau jika hanya kabar dia saja aku sudah merasa senang.

"Ca, kamu mau sarapan apa sekarang? Aku masakin yaa? " Tanya Himeka dengan senyum paginya.

Aku menatap Himeka dan berandai itu kak Raya "Apa yaa? Aku kayanya gak selera makan deh , kamu aja yang sarapan."

Halisnya mengkerut dan bibitnya lebih maju satu senti meter "lhoo lhoo, gak bisa gitu dong, nanti aku dimaharin kak Raya. Ga becus jaga orang cantiknya"

"Aihhh lebay kamu Him!" seketika aku mengacak ngacak rambutnya. Dia mengaduh lalu memelukku.

"Tesya sayang, janganlah kamu tidak sarapan pagi ini. Kasihani lah perutmu. Kasian dong dedek bayinya nanti kelaparan , yaa bayi yaa kamu laperkan?" Himeka mengelus ngelus perutku dan menciumnya.

Sontak mendengar kalimat dia barusan aku menghantamnya dengan bantal dan memukul mukul  "ishhhh jijik Him, enak aja aku dibilang hamil!"

Himeka mengaduh berkali kali "Aduhhhh, ampun ampun.  Lagian disuruh sarapan kamu mah susah banget. Inget, diluaran sana masih banyak yang kelaparan,  Ca! "

"Lahh lahh, kok jadi kesitu? "

"lagian kamu makan aja susah, harus bersyukur tau kamu masih bisa makan normal bahkan kamu mau makan apa aja tinggal beli. Udah ahh aku mau nyari makan dulu... Ehh apa aku masak aja yaa? " Laga Himeka berpikir keras

"ehh bentar bentar, Ca emang aku bisa masak? " Lanjutnya bertanya kepadaku.

"Him, semoga ga ada orang aneh kaya kamu lagi yaa di hidup aku!" Tegasku mulai merasa kesal.

"Aamiin, kalo gitu aku balik lagi ke Bali aja ahh."

"Yaudah sana" jawabku cuek.

Himeka beranjak mengambil ponselnya "Yaudah aku mau pesen tiket dulu sekarang"

"ishhh kamu beneran mau balik kesana? Katanya kita mau ngvlog hari ini? " Aku menahan tangannya.

"Ca, saat kamu bilang kamu udah ga butuh kehadiran aku lagi. Aku bersedia asal itu terucap dari mulut kamu. Kalo itu bikin kamu bahagia apapun akan aku lakukan buat kamu. Rasa aku masih sama kok sama kamu tidak berubah sedikitpun. Biarkan aku menjaga kamu meski dalam diamku ada rasa sakit karena hatimu bukan untukku."

Aku terkejut dengan jawabannya yang tiba tiba menjadi serius seperti ini "Him? Kok ja---?"

Tanyaku terpotong langsung olehnya "Ca, aku serius sama perasaan ini. Rasaku masih sama setelah itu, tanpa kamu harus cerita sedikitpun tentang keadaanmu saat ini aku udah tau. Kamu sedih karena akhir akhir ini kak Raya jarang ada kabar. Aku yang berusaha disini buat kamu apa kamu gak sadar? Kamu jangan salah paham ya, aku bukan mengharapkan balasan dari kamu yaa 'meski aku sangat berharap, aku cuma mau kamu menerima setiap rasa khawatirku dan perhatianku. Apa untuk seeperti itu saja ga boleh Ca?"

Entah ada angin dari mana aku luluh mendengar apa yang dia katakan padaku. Rasa iba mungkin sudah berkurang dan saat ini rasanya aku baru sadar hanya dia yang selalu ada untukku saat ini. Hime tidak pernah merasa lelah atas semua keluhanku apalagi dengan perasaannya yang terus dia pelihara.

"Hime, aku jahat gak sih sama kamu?" aku.

"Mau jawaban jujur apa bohong?"

"Jujurlah, ga ada manusia yang suka bohong!"

"Kamu gak jahat kok, ini bukan salah kamu. Ini kesalahan tentang rasaku. Aku sayang kamu Ca"

Aku hanya terdiam tanpa sepatah katapun yang bisa aku lontarkan. Rasanya bibirku terkunci rapat untuk memperjelas semuanya. Jika aku dalami lagi, disini sekarang yang paling mengerti adalah dia, bukan kak Raya. Dan... Aku merasa bahwa aku sudah tidak penting lagi baginya, aku hampir lupa kapan dia menghubungiku.

********

Sendiri saja aku saat ini bersama malam. Melihat bulan bersinar terang namun sama sekali tidak ada bintang-bintang yang bertebaran. Hanya awan hitam yang sedari tadi melewati bulan. Hampir sama sepertiku tidak adanya kamu hatiku sepi, tanpa ada nafasmu berderu menyayat hati. Tapi meski awan hitam yang hadir, setidaknya dia memastikan bahwa bulan tidak bersinar sendiri.

"Ca, kamu yakin sama pilihan kamu sekarang?" Himeka merapihkan koper milikku.

"Iyaa Him, aku yakin kok. Tugas aku disini kayanya udah selesai. Liburanku sudah habis disini dan aku siapa sekarang?"

"Ca, aku boleh egois saat ini?"

Himeka menatapku penuh , "Bahagialah bersamaku, meski aku tidak jauh lebih baik dari orang yang kamu sayang, meski aku belum mengenal kamu lama dan meski mungkin perjuanganku tidak berarti bagimu. Tapi tolong percaya akan satu hal dalam diriku. Aku mencintaimu, sungguh. Hati ini berkata bahwa dia rela menunggu dan sakit hati. Karena aku tau, cinta kamu lebih besar terhadapnya. Sekalipun senyummu harus nyawaku yang jadi korbannya, aku dengan senang hati memberikan semuanya untuk kamu. Kamu paham maksud aku? "

Entah kenapa tiba tiba hatiku ingin berkata 'iyaa' dan hampir menerima hatinya. Tapi.… "Him, aku paham maksud kamu, tapi jujur aku ga mau nyakitin kak Raya kalo caranya seperti ini"

"Ca, kita kan sekarang mau pindah ke Bali, aku ikut kemanapun kamu pergi. Asal sama kamu dan senyummu adalah penguatku." Kali ini Himeka memelukku erat,  rasanya nyaman!

"Kamu ga sakit hati dengan hubungan yang seperti ini?"

"mungkin ada rasa itu, tapi asal kamu menerima alurku untuk kamu. Itu sudah lebih dari cukup sayang" Himeka namanya yang saat ini membuatku nyaman.

Aku menarik nafas panjang membuang senada dengan detak jantungku. "Him, makasih banyak udah hadir."

Kali pertama aku memeluk Himeka dengan rasa yang seperti ini. Dengan rasa yang tidak biasa hadir seperti saat ini. Hati aku hanya bertanya untuk seseorang yang berjuang dari dulu "Lima meit saja tidak ada waktu untuk mengabariku?"

"Ca, percaya sama aku yaa. Aku adalah orang yang ga bakal ninggalin kamu satu langkahpun. Hidup sama aku. Mau yaa?"

Aku mengatakan 'iyaa' meski dalam hati, dan mungkin Himeka juga tau isi hatiku saat ini. Satu kecupan mendarat dibibirku entah rasa dari mana aku membalas kecupan bibirnya. Mataku terpejam menikmati rasa ini, rasa saat ini dari bibirnya yang lembut. Penuh perasaan didalamnya,  halus dan lembut itu caranya. Kedua tangannya mengelus pipiku dengan ibu jarinya. Hal itu semakin membuatku tidak ingin berhenti. Jika aku menikmati maka Himeka lebih daripada itu.

Tapi jujur saja dalam pikiranku masih teringat namanya, andai saja orang yang sedang bersamaku saat ini kak Raya. Salah jika aku mengatakan seperti itu? 

"Ca, hp kamu bunyi" Sontak aksi kami terhenti.
Baru saja dia datang dalam pikiranku dan kini dia muncul saat aku benar benar tidak sangat berharap tentangnya ?

Jika aku salah telat melakukan ini, apakah kak Raya tidak salah tidak ada kabar sama sekali? Dan setelah semuanya telah menjadi seperti ini dia baru datang?
























Kabar readers baik ? 😂 maaf yaa baru update lagi, sibuk kerja elah gayanya hahaha.

Btw baca juga cerita my leader Venomandall hehe
Cerita dia bagus,  kata katanya berbobot judulnya "Dibawa(h) Langit" bagus banget ceritanya 😆

Yaudah yaa, happy reading ❤







Open & Close(r)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang