Chapter Six

1.1K 70 8
                                    

Tesya POV

Rasaku masih hambar , bukan hambar dalam artian aku tidak memiliki perasaan kepada kak Raya. Ini seperti aku merasa egois, aku datang kembali dan dengan gampangnya kak Raya menerimaku begitu saja.

Sudah hampir satu bulan keberadaan ku disini. Seperti biasa aku selalu ditinggalkan saat mereka kuliah. Aku sendiri dirumah hanya sekedar membaca novel dan menyalakan televisi supaya tidak terlalu sunyi. Sesekali aku ke halaman untuk membersihkan daun daun yang sudah kering. Lagi lagi aku ingat pada saat dulu aku dan kak Raya saling mengenal nama dihalaman rumahku. Betapa polosnya aku dulu, kadang ingin tertawa sendiri jika ingat masa dulu.

Sebenarnya selama satu bulan ini tidak hanya dirumah saja, sesekali kami bertiga keluar sekedar makan atau mencari angin. Emm, tapi dalam sebulan ini kami hampir sering nonton ke bioskop. Bukan bertiga terus sebenarnya , jika tidak salah ada yang bernama Rina. Ahhh iyaa Rina, salah satu teman Rayi yang akhir akhir ini sering menanyakan materi yang tidak dia paham kepada kak Raya. Jika aku boleh menilai, seperti Rina itu suka kepada kak Raya. Tapi kembali lagi ke laptop , Kak Raya sama sekali tidak merasakan hal yang sama seperti itu. Jangankan Rina, Rayi sekalipun kak Raya tidak menyadari padahal aku yakin Rayi pasti memiliki perasaan yang sama.

Aku sangat bersyukur bisa mengenal kak Raya, hatinya begitu tulus. Bahkan saat aku telah menyakitinya dia masih menerimaku seperti bridal terjadi apa apa sebelumnya. Padahal, jika aku diposisikan kak Raya. Pasti sulit untuk memaafkan.

Saat ini aku sedang mengumpulkan menu didalam lemari es. Tapi ada suara yang menggangguku. Seperti ada orang yang masuk tanpa permisi.

"Lhoo lhooo kamu siapa ?" Tanyaku saat aku sudah berada diruang tamu.

"Harusnya gue yang nanya lu siapa ?" Wanita ini masih menggendong tasnya dan mengamati sekeliling ruangan ini.

"Lahh ? Gue yakin loe salah masuk rumah. Atau jangan jangan loe ----" ucapku terpotong saat tangannya menutup mulutku.

"Tampang gua kaya gini emang kaya maling apa ?" Serongotnya menatap mataku dari atas kebawah. Kali ini jantungku berdebar tidak normal. Bukan karena aku suka kepada cewek ini. Tapi , aku hanya takut dia adalah orang jahat.

"Ishh apaan sih! Tangan loe lancang!" Protes ku menepis tangannya.

"Ehh bentar ini kan rumah yang udah gua sewa, kok ada orang lain sih ?" Tanya masih santai , seperti tidak ada dosa sedikitpun.

"Maaf yaa , dengan hormat Anda harus keluar. Ini udah ada penghuninya. Bahkan udah lama !" Aku

"Hahaha, humor gua receh yaa. Sebenarnya itu lu marah apa ngelawak sih?" Dia terkekeh melihatku yang masih geram padanya.

"Gue serius ! Loe datang kesini dengan ga ada rasa sopan sedikitpun! " Lagi, cewek ini malah terkekeh.

"Maaf yaa, ini buktinya gua bisa buka rumah ini. Berarti gua bisa menyimpulkan lu masuk ke rumah ini lewat jendela 'kan ? Ngaku….." wajahnya mendekat tidak jauh 10 cm dari pandanganku.

"Enak aja, liat dong seisi rumah ini dong udah banyak barang!" Aku berharap kak Raya segera pulang, aku curiga dia akan menghipnotis ku . Pandangannya selalu fokus terhadap mataku.

"Dan ini nomornya juga sama, apa mau kita buktikan ? Ayok kota ke depan rumah" tangan wanita ini menggenggam tanganku dan membawaku keluar rumah.

"Tuh liat, 139 . 'kan ? Benerkan ?"

Tuhan aku ingin tertawa dengan sangat keras. Entah, mungkin humorku terllau receh dan mana bisa aku tertawa saat aku sedang jengkel pada seseorang.

Open & Close(r)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang