5. Petuah

55 8 2
                                        

"Menasihati bukan berarti dia lebih pintar darimu, hanya saja dia tak mau kau terus berjalan kearah yang salah."

Ketika Takdir Menyapa

    Matahari baru saja tergelincir, beberapa adzan saling berkumandang dari beberapa masjid dan musolla. Salat hal yang wajib untuk ditunaikan seorang muslim. Naila bergegas mengambil mukena yang baru saja dia taruh diatas nakas. Dia memanggil Amara dan alhasil tidak ada jawaban.

   Kalau dia menunggu Amara pasti dia akan terlambat salat berjamaah, Naila ini tipikal cewek yang gak suka terlambat.

  Selepas dari masjid terdekat dia berniat ingin memasak untuk makan malam nanti, soalnya mamanya Amara lagi pergi berkunjung kerumah saudara. Hanya dia, Aldi dan Amara.

  Kemudian dia berjalan menaiki anak tangga, mencari keberadaan Amara. Dimanakah dia? Sejak mau magrib Naila tak berjumpa dengannya. Naila menaruh mukenanya diatas nakas kamarnya, ia berjalan ke kamar Amara dan mendapati Amara tertidur pulas.

  Naila segera membangunkan saudaranya itu, karena dia yakin saudaranya itu belum salat magrib.

"Ra bangun, bangun ih bangun!" ujarnya lembut penuh penekanan.

  Sesaat kemudian Amara bangun, kepalanya terasa pening sekali badannya lemas seakan-akan tak berdaya.

"Ada apa mbak?" katanya lirih.

  Naila mengerti sekarang, Amara sedang tidak baik saja terlihat dari sorot matanya yang berkaca-kaca dan agam kemerah-merahan. Dia pun mengurungkan niatnya untuk memarahi  Amara.  Bukan memarahi sih tapi menasihati, tapi kali ini Naila akan tegas dengan Amara. Dia gak mau saudaranya itu jatuh pada jalan yang salah.

  Mengapa Naila seperti itu? Karena dia sudah diberi hak oleh mamanya Amara untuk selalu menasihati Amara.

"Sudah salat?" tanyanya

"Gak salat mba, lagi dapet!" ujarnya dan tersenyum simpul kearah Naila.

"Mbak Nai, katanya mau masak jadi?"

"Jadi. Kamu kayaknya lagi gak enak badan ya?" Naila tahu bahwa Amara tidak enak badan, karena dia dulu pernah bimbel psikologi ya dia tahu bagaimana sikap dan seseorang seperti apa.

  "Ihh gak, mbak Nai jangan sok tahu! Aku sehat nih!" Amara mengangkat kedua lengannya dan ditekut seperti tanda strong.

"Hai malaikat, saudaraku lagi berbohong! Tolong katakan kepadanya bahwa berbohong itu dosa, dia tak akan mau jujur jika aku yang berbicara." Naila berbicara dan melirik ke kanan, seakan-akan ada orang disana.

  Amara tertawa lepas terhadap apa yang dikatakan oleh Naila. Namun badanya masih kurang enak.

"Mbak Nai ada-ada aja sih!" pekiknya sambil mencubit hidung Naila yang pesek itu.

Naila tersinggung terhadap apa yang dilakukan oleh Amara, "Nyindir nih!" tunjuknya pada hidung sendiri.

"Eh? Siapa yang nyindir? Mbak Nai aja yang ngerasa,"

  Detik selanjutnya mereka tertawa bersama. Naila tetap memerhatikan ketawanya, "Udah-udah gak baik banyak tawa!" ujarnya memberhentikan.

Ketika Takdir MenyapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang