19. Sebuah Mimpi

4.7K 405 23
                                    

Jangan sampai semuanya terlambat.
Kita tak tau detik berikutnya akan berada di mana.


Agam Melihat Ghania sudah menggunakan baju tidur berwarna hijau dengan jilbab syari yang masih menutup kepalanya.

Sebenarnya Ghania sangat pusing, tapi dia harus minta maaf karena pulang selarut ini. Ghania meletakkan kopi di atas meja. Dia duduk di sofa yang berbeda dengan Agam. "Maaf, lain kali aku gak bakal pulang selarut ini," ucap Ghania sambil tertunduk.

"Tidur sana," suruh Agam.

"Aku mau tidur di sofa aja."

"Bawel!" cibir Agam.

Ghania meremas-remas ujung jilbabnya. "Aku mau cerita, boleh?"

"Hm."

"Tadi di jalan sepi banget, terus aku inget sama kamu, aku takut dikunciin pintu, takut juga ada yang jahatin, karena gak ada satupun kendaraan yang lewat, jadi aku milih jalan kaki aja pulangnya," Ghania menarik nafas panjang untuk melanjutkan ceritanya. "Dan alhamdulillah, pas aku sampe, aku udah sempet mikir kalo pintunya dikunci, tapi ternyata enggak, maafin aku, ya."

Ghania tetaplah Ghania. Gadis yang tidak bisa diam. Hal seperti itu saja diceritakan.

"Masih ada?"

"Eh, Gak, gak ada lagi kok. Aku minta maaf, tadi sebelum ke super market sempet ngomong yang gak sopan."

Agam berfikir. Sebenarnya gadis itu terbuat dari apa. Ada sesuatu yang membuat gadis ini berbeda dengan Akila, yaitu sifat tidak bisa diamnya, kadang cengeng, bawel, berisik, dan hal itu semua bertentangan dengan Agam.

"Aku boleh minta sesuatu?" Ghania menggit bibir bawahnya sebelum melanjutkan ucapannya. "Cobain kopi buatan ku, itu kalopun gak keberatan."

Agam meraih secangkir kopi itu dan menyeruputnya.

Ghania tersenyum tidak percaya.

"Segitu senengnya, ya?" batin Agam saat melihat ekspresi Ghania.

"Oh iya, aku boleh nanya, gak?"

"Apa?"

"Waktu SMA kenapa kamu tidur terus?" tanya Ghania.

"Ngantuk aja."

"Gak mungkin, pasti ada alasannya."

"Udah aku bilang, ngantuk ya ngantuk, gak usah nanya-nanya yang gak penting!" sentak Agam.

Ghania kaget. "Maaf," lirihnya. "Aku gak bakal nanya lagi, kalo aku pengen tau, aku bakal cari tau sendiri, dengan kayak gitu gak bakal ganggu kamu." Ghania tersenyum. Lebih tepatnya senyum yang tampak dipaksakan. "Besok aku pengen ke makam Bunda, kalo gak keberatan, bisa temenin aku, gak?"

"Liat aja besok."

"Bener?" tanya Ghania tak percaya.

"Iya."

"Makasih udah diminum kopinya, makasih juga buat besok, semoga kamu gak sibuk." Sedari tadi Ghania menahan panas yang menjalar di tubuhnya.

"Tidur sana," suruh Agam.

"Di mana?"

"Di kamarlah."

"Tapi aku gak mau liat kamu tidur di sofa, aku udah ngerasain gak enaknya tidur di sofa, sampe jatoh-jatoh."

"Terus?"

"Em--" Ghania kembali meremas ujung jilbabnya.

Agam yang melihat itu menghela nafasnya. Dia berdiri dan berjalan, sekilas dia menyentil dahi Ghania. "Tidur di kamar aja."

GHANIA [Revisi Versi Cetak]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang