12. Tentang Ayah

4.2K 390 7
                                    

Tak bisa melihat mu lagi. Namun aku akan selalu memanjatkan doa. Maafkan aku yang dulu. Sekarang aku tak mau lelaki perkasa itu terseret ke dalam api neraka hanya karena ulahku yang tidak mau menutup aurat.

Agam hanya terdiam. Sedangkan Naufal tengah berfikir keras untuk memisahkan kedua sahabatnya ini.

"Terus lo ngajak kita berdua untuk memperbaiki diri dan akhirnya kita kayak sekarang, dan bukan yang dulu! Gue tau lo emang udah terlahir dari keluarga yang baik, tapi kalo lo udah melihat hal yang gak baik, kenapa gak lo cegah? Itu sama aja lo kejam, Gam!" Daffa menghela nafasnya kasar. "Kalo misalnya tadi batunya besar, entah apa yang terjadi sama Ghania." Emosi Daffa sudah meluap-luap.

Naufal langsung merangkul Agam dan Daffa. Saat ini hanya dia yang tidak terlibat perang dingin ini. "Udahlah, Gam, Daf. Semoga aja Ghania cuman pingsan, lo juga Gam, jangan egois, dan lo Daf, gak usah emosi gini," ucap Naufal mode waras. "Sekarang kalian baikan, gue udah mau pulang ni, mau nonton spongebob." Naufal menarik tangan kedua mahluk itu, hingga tangan keduanya berjabat.

"Maafin gue," ucap Daffa.

"Nah gitu dong, kan gue jadi gak tegang lagi," ucap Naufal mencairkan suasana.

Sebenarnya Daffa tidak berniat untuk seemosi ini. Yang dia inginkan hanyalah agar sifat Agam yang seperti ini cepat hilang.

***

Acara perpisahan berlangsung. Sampai sekarang Ghania tidak tau siapa yang telah melemparinya batu. Saat ini Ghania hanya memikirkan Bundanya di rumah sakit. Dia datang ke acara perpisahan pun tidak seperti siswa yang lainnya, yang datang bersama orang tua mereka.

Ghania berjalan sendiri di koridor. Dia sengaja menolak tawaran Akila yang ingin menemaninya.

"Hey."

Ghania melihat sekilas ke arah sumber suara. "Agam?" mau ngapain dia, mimpi apa manggil-manggil, atau dia bukan manggil aku," batin Ghania heran.

"Gue cuman minta bantuan lo buat ngasih ini ke Akila," ucap Agam datar.

"Kenapa gak ngasih langsung?"

"Kalo gue yang ngasih, pasti dia gak mau nerima."

Sejak kapan Agam seperti ini. Tapi Ghania tidak berkomentar apa-apa. Dia hanya mengambil kotak kecil yang diberikan Agam. Dan Ghania berlalu tanpa sepatah katapun. Ghania sudah duduk lagi di kursi tamu. Tepatnya di samping Akila. Acara perpisahan selesai. Tamu-tamu berangsur keluar dari ruangan tempat acara perpisahan berlangsung. "Nih." Ghania memberikan kotak kecil itu.

"Dari kamu, Nia?" sambil mengambilnya dari tangan Ghania.

"Bukan, itu dari Agam."

"Aku gak mau Nia, tolong balikin sama dia, ya."

"Emangnya kenapa, sih?"

"Pokoknya aku gak mau, kalo gak kamu aja yang simpen."

Mau tidak mau Ghania mengambil kotak itu, karena Akila sendiri yang meletakkannya di telapak tangannya. Ghania tidak tau apa yang sebenarnya terjadi diantara dua mahluk itu.

***

Satu tahun ini telah Ghania lewati. Gadis ini benar-benar tidak kuliah. Bundanya sempat beberapa kali keluar masuk rumah sakit. Dan sebulan terakhir ini, kondisi Aminah benar-benar lemah sehingga Ghania harus siap siaga menemani Aminah.

Di rumah mewah. Tepatnya di ruang makan. Saat ini Agam dan kedua orang tuanya tengah makan.

"Gam."

"Ada apa, Bi?"

"Kamu akan Abi jodohkan dengan anak sahabat Abi."

"Uhuk,uhuk!" Agam segera meminum air putih yang ada di dekatnya. "Agam gak bisa Bi, tolong untuk urusan ini biar Agam sendiri yang mengurus."

"Sejak kapan kamu jadi berani ngelawan Abi?"

"Bi, selama ini Agam udah nurut sama Abi, sama Umi, jadi tolong untuk urusan yang satu ini biarkan Agam yang memilih."

"Keputusan Abi dan sahabat Abi sudah bulat!"

"Agam gak mau, Bi!"

"Beraninya kamu sekarang bicara dengan nada tinggi sama orang tua, Abi gak pernah ngajarin kamu gitu."

Agam mendorong kursinya kuat. Nafsu makannya sudah tidak ada lagi. Dia berjalan meninggalkan Umi dan Abinya.

"Aisyah."

"Iya, ada apa Bang?"

"Samperin Agam, kasih tau dia kalo besok kita akan menemui calon istrinya."

Aisyah mengangguk paham.

"Assalamualaikum, boleh Umi masuk?"

"Waalaikumsalam. Masuk aja Mi."

Aisyah sudah duduk di tepi kasur Agam. "Besok kita akan menemui calon istri kamu."

"Apa Mi?! Gak Mi, Agam gak bisa! Agam udah punya calon sendiri Mi, bahkan Agam sudah berniat untuk melamar dia setelah Agam lulus kemarin, tapi karena Agam sibuk ngurusin tes buat kuliah, jadi Agam tunda dulu," jelas Agam.

"Umi tau, ini berat buat kamu, tapi keputusan ini udah bulat."

"Agam gak bisa, besok Agam ada kuliah."

"Ya udah, selesai kuliah besok, kamu nyusul aja ya, calonnya shaliha kok, makanya Abi kamu juga gak mempermasalahkan apa-apa, dia cantik juga."

Agam menghela nafasnya gusar. "Ini gak adil, Mi! Agam gak peduli dia cantik atau enggak, karena Agam sudah mencintai orang lain, dan Agam gak mau nerima perjodohan ini."

"Ya sudah." Aisyah keluar begitu saja dari kamar Agam.

Agam mengacak rambutnya frustasi. Uminya pasti marah kepadanya. "Arrrggghh!" kesal Agam. Hal ini benar-benar membuat Agam pusing. Dia paling tidak bisa melihat Uminya bersikap seperti itu. Mau tidak mau dia akan mencoba pergi besok.

***

"Ini kotak apa, Bun? Bukannya ini kotak yang di atas lemari waktu itu?" Ghania menatap kotak hitam yang diberikan Aminah.

"Iya," ucap Aminah susah payah.

Ghania perlahan membukanya. Dan tampaklah beberapa foto di sana. Foto yang memperlihatkan seorang pria sambil menggendong anak kecil. "Ini foto siapa, Bun?"

"Itulah foto kamu dan Ayah kamu, Dulu Ayah kamu ada kerjaan dengan Pak Ali, mereka ada kerjaan di luar kota. Saat itu Pak Ali gak bisa berangkat, karena ada meeting besar di kantornya, akhirnya Ayah mu yang diberi kepercayaan oleh Pak Ali untuk pergi sendiri, Ayah mu naik pesawat, tapi sayang, pesawat yang Ayah kamu tumpangi terjatuh," jelas Aminah.

Aminah dan Ghania tidak mampu menahan tangisnya.

"Sampai sekarang Ayah kamu masih dinyatakan hilang. Makanya sampai sekarang Pak Ali yang membiayai hidup kita, karena dia merasa bersalah, dia tau juga dengan kondisi Bunda yang seperti ini, Pak Ali sudah sangat baik sama kita, sayang."

"Kenapa Bunda baru kasih tau sekarang?" tanya Ghania dengan suara serak.

"Kamu ingat waktu itu Bunda minta kamu buat ngambil kotak ini di atas lemari? Tapi kamu bilang gak mau tau, Bunda pikir saat itu memang belum tepat, maafin Bunda ya, tidak bisa membahagiakan kamu."

Ghania langsung memeluk tubuh Aminah yang tengah terbaring lemah itu. Sungguh dia sangat rapuh saat ini. Dia takut jika harus kehilangan Aminah nantinya. Ghania melepaskan pelukkannya.

"Bunda yakin kamu sudah lebih kuat sekarang, kamu tidak akan pernah sendiri, karena Allah selalu bersama kita, kalau kamu ada masalah, ingat, kamu ceritakan sama Allah, berharap sama Allah, dan disitulah kamu akan merasa kuat."

Tangis Ghania semakin pecah. Hatinya terasa sesak saat mendengar perkataan Aminah.

Akankah Agam bisa bersatu dengan Akila?
Lalu, siapa yang akan dijodohkan dengan Agam?
Dan bagaimana nasib Ghania😭??? Bunda Aminah yang kuat ya.

Kita yang masih punya kedua orang tua, ayo berbakti kepada mereka, dan doa kan mereka agar senantiasa mengingat Allah. Yang sudah tidak ada, jangan sedih ya, selalu kirimkan doa untuk mereka. Jangan remehkan kekuatan doa😊.

GHANIA [Revisi Versi Cetak]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang