9. Istighfar

4.1K 404 8
                                    

"Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-NYA. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan, dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat."

[Q.S Hud ayat 3]

"Apa setiap orang gak berhak untuk berubah?!" tanya Ghania penuh penekanan.

Akila segera menarik lengan Ghania sehingga gadis itu kembali duduk di bangkunya. "Istighfar Nia, gak ada gunanya juga kamu marah gitu," ucap Akila pelan.

"Astaghfirullahaladzim," batin Ghania berulang kali. Dia memejamkan matanya berusaha mengatur emosinya.

"Udah jadi Ustadzah kok masih marah-marah gitu," cibir salah satunya disertai tawa.

Ghania mengepal kedua tangannya kuat-kuat. Dia berusaha menahan dirinya agar tidak emosi.

"Habis main becek-becekan di mana, Nia?" tanya salah satunya.

Pertanyaan itu lebih tepatnya seperti ejekan. Telinga Ghania sudah terasa panas mendengar ucapan-ucapan itu. Ghania bangkit dari bangkunya dan melangkah keluar kelas. Dia tidak peduli teman-temannya yang menyorakinya saat berjalan.

Akila dengan sigap mengejar sahabatnya itu.

Akila sedari tadi di dalam musholla hanya melihat Ghania yang sedang menangis. Dia sengaja membiarkan Ghania seperti ini, agar Ghania sedikit lebih tenang.

"Apa salah aku sama mereka, Kil?" tanya Ghania disela isakannya. "Apa aku emang gak pantes buat pake jilbab? Apa perlu aku melepasnya?"

"Astaghfirullahaladzim, gak boleh gitu, Nia." Akila langsung memeluk Ghania. "Kamu udah sampai sejauh ini pasti sulit, kan?" tanya Akila lembut.

"Sulit Kil." Tangis Ghania semakin menjadi.

"Masa udah sulit-sulit, mau dilepasin gitu aja, ini tantangan buat kamu, Nia."

"Tapi aku juga gak terima, apa hubungannya, aku mau berubah sama cowok, aku berubah bukan untuk itu Kil."

"Iya aku tau." Akila melepaskan pelukkannya dari Ghania. "Ingat ya, lain kali kamu harus tahan emosi, dan jangan pernah berfikiran mau melepas jilbab, karena kita udah diwajibkan untuk menutup aurat, kamu gak perlu jelasin panjang lebar ke mereka, cukup kamu diam, dan buktikan, bahwa kamu benar-benar mau berubah, lama-lama mereka juga bakal diam sendiri kok." Akila menatap Ghania yang masih tertunduk sambil terisak itu. "Udah, jangan nangis lagi, ayo kita ke kelas."

Ghania hanya mengangguk pelan.

Istirahat pertama ini Ghania dan Akila langsung ke musholla. Saat di koridor buku kecil yang selalu Akila bawa terjatuh. Akila berbalik dan dia melihat Agam sudah mengambil bukunya. Akila langsung berbalik lagi. Dia menarik lengan Ghania.

Ghania terseret begitu saja karena Akila berjalan sangat cepat. "Kenapa, Kil? Itu buku kamu kok gak diambil?"

"Gak ada yang penting juga kok disitu," jawab Akila cepat.

"Gue rasa, Akila malu, Gam," tebak Naufal.

"Ya iyalah malu," sahut Daffa.

"Sejak kapan lo jadi Akila?" tanya Naufal.

Agam dan Naufal langsung berjalan tanpa memperdulikan Naufal.

"Woy, tunggu Dedek Naufal dong!" teriak Naufal. Dia langsung berjalan cepat menyusul Agam dan Daffa.

GHANIA [Revisi Versi Cetak]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang