20. Sakitnya Berharap

5.2K 460 23
                                    

Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia.

-Ali bin Abi Thalib-

Di sinilah Agam sekarang, di rumah sakit. Agam menatap Ghania yang masih terpejam.

Tak lama Ghania membuka kelopak matanya. Ghania melihat ke arah sampingnya, dia mendapati Agam yang duduk di samping ranjangnya.

"Sekarang jam berapa?" tanya Ghania pelan.

Agam melihat pergelangan tangannya. "Jam delapan."

"Ya Allah, aku belum sholat isya," ucap Ghania cemas. Ghania berusaha bangkit dari posisi berbaringnya. Tidak ada luka, tapi Ghania meringis sambil memegangi kakinya.

Agam hanya memperhatikan gadis itu, tanpa berniat menolongnya.

Ghania perlahan turun dari ranjangnya. Dia berjalan tertatih-tatih karena pergelangan kakinya yang sakit.

"Aw!" Ghania tersungkur di lantai. "Gak ada niat bantuin apa? Sakit banget," ringis Ghania di dalam hati.

Agam kaget melihat tubuh Ghania yang bergetar.

Ghania menunduk dalam-dalam. "Segitu gak sukanya kamu sama aku?" tanya Ghania pelan dengan suara yang serak. "Karena masa lalu aku, iya? Maaf, aku selalu berusaha untuk berubah, tapi masa lalu ku tetap menjadi bagian diriku, satu lagi, masalah aku yang berisik, itu akan ku ubah secara perlahan, semoga dengan itu kamu bisa bahagia." Ghania masih kokoh dengan posisi tersungkurnya lalu perlahan memaksakan kakinya untuk berdiri.

Satu minggu setelah kejadian di rumah sakit. Ghania jadi tidak banyak bicara, tapi dia tetap melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Tak peduli lagi Agam memakan masakannya atau tidak, tapi dia tetap menyiapkannya.

Mulai sekarang Ghania akan membuka usaha menjual kue secara online. Tak apa jika harus mengantar barang, lelah itu risiko, karena dia ingin sekali kuliah. Ini adalah jalannya, dia harus menabung mulai dari sekarang, dia juga ingin sukses. Tentang Aisyah yang mau menguliahkannya, itu sudah Ghania tolak, karena Agam. Ya, karena lelaki dingin itu.

Entah kenapa Agam tidak suka melihat Ghania yang hanya bicara seperlunya. Kenapa dia jadi merasa rindu dengan ucapan-ucapan gadis itu.

Ghania mencium punggung tangan Agam. "Aku mau minta izin jual kue online," ucap Ghania. Baru saja dia berniat pergi, tapi Agam mencekal pergelangan tangannya.

"Ada ap--" Kepala Ghania terbentur lembut ke dada bidang Agam. Seketika jantungnya memompa di atas rata-rata. Mendadak Ghania susah untuk bernapas.

Agam dapat merasakan jantung Ghania. Hal itu membuatnya tersenyum tipis. Sayang, Ghania belum pernah melihat senyum dari lelaki tampan itu.

"Gak perlu ngerubah sifat kamu, cukup jadi diri sendiri aja," ucap Agam pelan. Entahlah dia sadar atau tidak melakukan ini. Tapi dia benar-benar tidak suka melihat Ghania yang seperti mogok bicara itu.

"Ke-kenapa?"

"Ya gak usah aja." Agam melepaskan pelukannya. "Kamu gak cocok sok kalem gitu," ucap Agam santai sambil menyentil dahi Ghania.

Ghania hanya bisa tertunduk. Dia tidak tau pipinya sudah semerah apa sekarang.

"Gak perlu juak kue."

"Tapi aku mau nabung buat kuliah."

"Pokoknya jangan, aku berangkat dulu, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Ghania tidak mengerti sekarang, sebenarnya apa isi otak lelaki itu membuatnya bingung.

GHANIA [Revisi Versi Cetak]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang