Pelajaran Hidup Dari Yusuf

463 3 1
                                    

***
Sejauh apapun kaki berpijak tetap rumahlah tempat terindah,
meskipun keadaan rumah bagaikan kapal pecah.
***

Suatu hari hiduplah seorang pemuda yang bernama Muhammad Yusuf. Ia adalah laki-laki sederhana. Ia tidak miskin, tidak kaya. Ia hidup di sebuah kota bersih di Aceh. Kota tersebut adalah kota Langsa. Banyak sekali masyarakat aceh timur maupun aceh tamiang yang melakukan kunjungan wisata di sini seperti wisata hutan manggrove, wisata hutan kota, dan wisata bahari laut tembakau.

Yusuf adalah laki-laki yang masih belum terlalu dewasa. Dia berwajah tampan, berkulit putih dan hidungnya sedikit mancung. Ia bekerja sebagai penagih uang koperasi di daerah Lhoksemawe. Jadi dia merantau ke sana meninggalkan kota Langsa. Tanah kelahirannya yang begitu banyak menyimpan cerita tangis dan tawa.

Bagi anak laki-laki bekerja adalah salah satu hal yang wajib walaupun begitu lelah mencari uang sampai-sampai ia terkapar ketika terlelap. Lelah sekali menagih uang koperasi pinjaman nasabah khususnya masyarakat di pelosok.

Ada yang mudah membayar bahkan ada yang bersembunyi ketika di tagih olehnya kepada nasabah-nasabah peminjam uang koperasi tempat ia bekerja. Dan anehnya itu, ada salah satu nasabah yang meminjam uang susah sekali membayarnya. Dengan tanpa sengaja laki-laki mancung itu memaki orang yang tidak tau terima kasih itu. Akhirnya nasabah pun membayarnya dengan terpaksa.
Nah, itu bukan paksaan loh ya?
Tapi itu adalah hutang yang harus di bayar. Kalau tidak bisa bayar mana boleh berhutang. Benar tidak?
Pasti benar dong.

Suatu hari ada saudara yang menawarkan pekerjaan di Malaysia namanya Muhajir. Dia mengiming-iming di sana banyak gaji dan kerjanya sangat mudah.

Selalu saja waktunya di undur berbulan-bulan sampai ia menjadi pengangguran. Handphone pun dijual olehnya. Banyak hutang ke sana kemari untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Sampai ia tidka memiliki ponselnya lagi. Untung saja kekasihnya sangat mencintainya dan memberi ponsel biasa kepadanya. Ponsel untuk telpon dan sms saja.

Enam bulan kemudian baru ada kepastian untuk keberangkatannya. Ia pun berangkat. Namun sayangnya harus ada biaya sendiri. Sebanyak 3 juta lebih untuk biaya pesawat dan lain-lain sampai ke tempat kerja.

Saat sampai di sana di negeri Jiran. Ia pun menginap di rumah Muhajir selama tiga hari. Sesudah sampai di sana pekerjaannya sangat berat, bahkan bos kerjanya sangat bela kasih. Tetap dicoba berhari-hari untuk bertahan demi bisa membeli ponsel baru. Segala tingkah laku teman dan bosnya ia terima dengan terpaksa. Lima belas hari ia bekerja langsung pindah ke tempat kerja lainnya dan akhirnya bisa dibeli ponsel android dan bisa menghubungi keluarganya.

Saat bekerja ia bertemu seorang Datok yang baik hatinya. Mereka pun berbincang-bincang.

"Pak, apa ada kerja di tempat Bapak?" tanya Yusuf.

"Kebetulan Nak, Bapak juga sendiri bekerja. Ini usaha bapak sendiri. Jika mau, kamu bisa kerja dengan bapak." Jawab Bapak itu.

"Terima kasih Pak." Jawab Yusuf malu-malu sambil memegang piring di restoran ia bekerja.
***

Ia sudah bekerja dengan seorang Bapak pemasang kaca jendela. Namanya Atok Sripati. Umurnya sudah tua sekitar 40 tahun. Namun masi sanggup bekerja.

Sekarang Yusuf mulai bekerja dan diberi tempat penginapan di mes Bapak itu. Kondisinya cukup gelap. Dia tinggal sendiri dan tempat tinggalnya sangat kumuh. Saat bekerja dengan Bapak Sripati, ia hanya makan sekali saja sehari.

Malam itu ia kelaparan, perutnya sakit. Dia menghubungi keluarganya.

"Kak, aku sakit, doakan aku tidak mati di sini. Pesannya di watsap.

"Kakaknya sangat susah dan langsung berbicara pada ibunya.

"Bu, adik sakit di sana tidak makan."
Jelas kakaknya.

"Bagaimana anakku di sana? Ibunya menangis. Sekarang telpon aja saudara kita yang ada di Bireun untuk menghubungi anaknya di Malaysia." Jawab ibunya.

Ibunya menelpon pada keluarga yang membawanya dulu.

"Anak saya kelaparan, dia tidak makan. Tolong bawa pulang Dia dari sana. Kalau tidak ada uang, nanti saya bayar di sini." Sambil menangis ia menelpon.

"Kok bisa kelaparan Kak?"
Ibu muhajir bertanya pada ibuku.

"Saya enggak mau tau, yang penting anak saya harus pulang. Kalau dia meninggal di sana, kalian kami tuntut." Tegas ibu terasa membentak.
Ibunya pun langsung menutup telponnya.

***
Sepuluh hari kemudian, ia shalat Jumat di masjid. Ternyata di barisan jama'ah shalat Jum'at, ia bertemu orang Aceh. Ternyata di sana sedang membutuhkan pekerjaan. Yusuf pun berminat dan mau bekerja. Itu adalah satu keberuntungan jika bisa bekerja dengan orang yang satu suku.

Akhirnya ia pun bekerja di restoran yang pekerjanya adalah suku Aceh semuanya. Subhanallah, ternyata jika kita berkunjung ke tempat yang baik seperti rumah Allah, maka kita akan bertemu dengan orang yang baik juga.

SELESAI

Kumpulan Cerpen IslamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang