Bab dua

12.5K 817 83
                                    

Ai POV

Aku mencoba mengatur nafasku. Karena malam ini, aku akan tidur satu ranjang dengan Biru. Oh Tuhan...ini akan sulit. Biru tidak akan meminta hal aneh kan? Aku harap tidak. Aku masih muda, untuk berhubungan intim. Aku mohon Biru...jangan minta dulu ya....

Aku semakin tak karuan saat Biru mulai masuk ke dalam kamar. Ia melihatku dan tersenyum. Biru nampak berjalan santai ke arah lemari dan membukanya. Memilih pakaian dan mengambilnya. Ia berjalan lagi ke arah sisi ranjang sebelah kanan. Lalu mulai melepas kemejanya perlahan. Aku gugup sekali, kenapa Biru harus melepas pakaiannya di situ sih?

Aku membuang muka saat Biru mulai melepas semua pakaiannya dan memakai pakaian tidurnya dan berjalan ke arahku.
"Kenapa buang muka?" Tanyanya. Haruskah ia bertanya kenapa?
"Tidak... Aku cuma..."
"Malu?" Tebaknya sembari tersenyum meledek. Dasar Biru, sama istri sendiri masih aja begitu. Aku mencebik.

"Ganti baju sana, apa mau gue bantu?"
"Nggak, aku bisa sendiri."
"Yaudah, sana ganti. Aku mau tidur." Aku langsung menatap Biru di sana. Ia menatapku bingung.
"Kenapa?" Tanyanya. Aku langsung menggeleng dan buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.
Aku melepas gaunku dengan susah payah. Tapi sialnya memang tidak bisa terjangkau oleh tanganku. Bagaimana ini?

Masa aku minta tolong Biru?

Apa yang terjadi nanti?

Tapi, kalau aku tidak minta tolong, bagaimana dengan nasibku? Masa aku tidur dengan gaun pengantin ini. Mana berat lagi?

"Ai, masih lama?" Tanya Biru yang membuat jantungku sontak lompat keluar. Hampir... Hampir...
"E.... Be... Belum selesai, tunggu dulu."
"Apa sulit? Mau gue bantu?" Hah...? Bantu? Buru-buru aku mengunci pintu kamar mandi. Aku takut Biru mendadak masuk tiba-tiba.

"Ai, kamu kunci pintu ya?" Tanyanya
"Aku mau buang air kecil, Biru." Bohong ku.
"Oh, yaudah." Aku merasa lega sedikit. Tapi sampai kapan seperti ini?

💐💐💐

Aku membuka pintu kamar mandi setelah satu jam di dalamnya. Rasanya tubuhku membeku karena suhu dingin dan lembab. Niat sekali aku menjauhi suamiku sendiri. Duh... Membayangkan kalau Biru sekarang adalah suamiku masih terasa aneh.

Perlahan aku naik ke atas ranjang. Aku melihat Biru yang sudah tertidur di sana. Syukurlah... Lega sekali rasanya. Agak sulit bagiku tidur dengan gaun pengantin ini. Benar-benar menyebalkan.

Tapi, rasa kantuk membuat aku membuang jauh fikiran itu. Aku merebahkan diriku di ranjang. Di samping suamiku, Biru. Aku menatapnya sejenak dan tersenyum. Aku bahagia Biru, karena kamu yang jadi suamiku. Tapi, aku belum bisa lebih dari ciuman. Aku takut....

Aku mencoba memejamkan mataku dan tidur.

💐💐💐

Aku terbangun karena sinar mentari pagi yang menerobos lewat jendela kamar. Kami masih di hotel, di mana terdapat pemandangan indah di luar jendela. Aku mencoba memejamkan mata sejenak untuk mengumpulkan nyawaku.

Hingga akhirnya aku siap untuk bangun. Aku melihat sekeliling. Biru tidak ada, kemana dia?
Aku menyibak selimutku dan hendak bangun. Namun, aku merasakan rasa dingin yang langsung menusuk kulit tubuhku. Seketika aku melihat tubuhku yang... Oh astaga!! Apa ini?

Aku buru-buru menutupi tubuh telanjangku dengan selimut dan tepat setelah itu, pintu kamar terbuka. Aku panik luar biasa.
"Udah bangun?" Biru bertanya. Aku hanya diam saja. Wajahku sepertinya pucat. Apa aku tanya saja ya, kenapa aku bisa telanjang? Sumpah, tidak ada sehelai apapun pada tubuhku.

Biru semakin mendekat dan memberikan aku sarapan. Aku mencoba menjauh darinya.
"Kenapa?" Tanya Biru.
"Takut," Jawab ku ragu. Biru mengerutkan keningnya. "Takut?" Ulangnya. Aku menunduk, jadi tidak enak sendiri. Padahal Biru sudah resmi jadi suamiku. Tapi kenapa aku jadi semakin takut dengannya. Biru menjauh dariku dan memintaku untuk makan sarapanku. Ia keluar dari kamar.

Aku menangis, aku merasa tidak pantas menjadi seorang istri. Aku langsung masuk ke dalam kamar mandi dan mengguyur tubuhku. Menghilangkan rasa sakit di hatiku, rasa bersalahku.

Selesai mandi aku langsung memakai pakaianku. Dan keluar mencari Biru. Ternyata ia ada di dekat kolam renang. Aku mendekatinya dan memeluk tubuhnya dari belakang. Ia tersentak, namun berusaha bersikap biasa. Ia mengusap lenganku.

"Sudah sarapan?" Tanyanya.
"Belum."
"Kenapa?"
"Aku mencarimu." Biru menghela nafas dan menatapku. Mengusap pipiku.
"Kenapa nyari gue? Bukannya lo nggak mau gue di kamar tadi?" Tanya Biru. Aku diam, rasa bersalah menyeruak lagi.
"Maaf," ucapku. Suara bergetar menahan tangis. Biru mengusap pipi ku lagi.
"Jangan minta maaf, gue tahu kok Lo belum siap, gue juga nggak akan maksalah, jadi santai aja ya, anggap aja kaya kita pacaran di sekolah dulu, oke." Aku menatap Biru dengan takjub. Suami mana yang rela menunggu dan bersabar menghadapi istri bocah seperti ku.

Aku langsung memeluk Biru lagi dengan erat.
"Cium aja nggak apa-apa kan?" Kataku. Biru langsung melepas pelukannya dan menatapku.
"Beneran?" Tanyanya. Aku tersenyum dan mengangguk. Biru menggigit bibir bawahnya. Aku mengusap bibir itu dan mendekatkan bibirku ke bibirnya.

Menekannya dan Biru mulai melumat bibirku. Aku mengalungkan kedua tanganku. Mencoba membalas ciuman Biru. Hari pertama kami sebagai sepasang suami istri. Kami habiskan dengan ciuman lembut dan menghanyutkan.

Ai dan Biru Wedding (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang