Bab enam

7.2K 593 18
                                    

Ai POV

Biru melirikku dan aku tersenyum ke arahnya. Aku janji Biru, akan lebih banyak senyum untukmu. Karena aku tau, aku tidak bisa menjadi istri sempurna mu. Belum, aku belum siap. Aku tau setiap malam kamu selalu ingin aku. Tapi, Demi Tuhan aku hanya remaja usia 18 tahun yang masih sangat polos, astaga!

Aku ciuman dan berfikir sedikit mesum saja karena kamu. Bagaimana bisa aku berfikir sampai ke arah sana. Tidak, aku tidak sanggup aku malu. Lihat, wajahku pasti sudah memerah sekarang. Aku melirik Biru yang asik mengunyah makan siangnya.

Aku menghargai Biru yang tidak pernah marah padaku walau aku agak menyebalkan. Aku taku sebenarnya kalau sampai Biru marah seperti kemarin. Aku tidak bisa di diamkan oleh Biru. Kalau ia diam aku diam mau jadi apa rumah tangga ini? Benarkan?

Aku menurunkan tangan kiriku dan menggenggam jemari Biru di bawah kolong meja kantin. Biru berhenti mengunyah dan menatapku. Lalu melirik ke bawah meja di mana aku menggenggam jemarinya.

"Ai, ikut ke perpus, yuk," ajaknya mendadak. Aku langsung bingung tapi aku iyakan. Mungkin Biru ada tugas dari dosennya. Kami pun pergi dari kantin dan pergi ke perpustakaan. Tempatnya agak jauh karena kantin dan perpustakaan berbeda gedung.

Kami berjalan beriringan dengan tangan tetap menggenggam. Aku suka sekali melihat Biru yang cuek saat ada melirik, menatap atau menyapanya. Jadi, biar aku yang menyapa, melirik dan menatap mereka. Tapi, mereka semua langsung menunduk dan pergi. Aku tau kenapa kok.

Biru melewati fakultas kak Pink. Di sebelahnya ada gedung F dan di lantai dua adalah perpustakaan. Kami pun masuk dan mendadak Biru kembali menarikku keluar. Aku sempat melirik ke dalam perpustakaan ternyata ada kak Baim senior satu tingkat di atasku.

Kenapa Biru mendadak pergi dari sana sih?

"Biru, kenapa tidak jadi ke perpustakaan?" Tanyaku bingung. Ia hanya menggeleng dan terus menarikku menjauh dari perpustakaan.
"Biru?" Langkah Biru terhenti dan aku melihat kak Pink di depan kami.
Kak Pink nampak senang dengan hadirnya Biru dan mungkin aku.

"Kalian dari mana?" Tanyanya. Biru mencoba untuk cuek dan kembali menarikku namun aku mencoba menahan Biru. Aku rasa tidak sopan jika mengacuhkan kak Pink seperti ini. Biru nampak kesal namun tak berbuat apa-apa.

"Kami dari perpustakaan kak, kak Pink dari mana?" Tanyaku basa-basi. Kak Pink tersenyum ke arahku terlebih lagi melihat tangan ku dan Biru yang masih bergandengan. Aku malu tapi aku mencoba tidak peduli.

"Habis ada kelas tadi, telat istirahatnya karena tugas banyak. Oh ya, Biru." Kak Pink mengalihkan wajahnya ke Biru. Biru melirik sekilas. "Aku ada undangan untukmu. Ya, tentu saja dengan Aina juga." Kak Pink melirikku setelah Biru menatap matanya tajam. Aku tidak begitu paham, tapi yang aku tangkap adalah, Biru tidak suka jika namaku tidak di sebut juga. Mungkin seperti itu.

Kak Pink kemudian mengeluarkan amplop berwarna Pink dari tasnya dan memberikannya pada Biru. Dengan malas Biru mengambilnya dan langsung menarikku kembali.

"Terima kasih, kak Pink." Aku sempat ngucap terima kasih dan berlaku dari sana dengan cepat karena Biru terus saja menarikku.

"Biru, udah dong. Sakit nih," keluh ku. Biru lantas melepas tangan ku dan ia duduk di kursi dekat lapangan. Aku pun ikut duduk sembari mengusap lenganku yang mulai sakit.

"Maaf." Aku menoleh ke arah Biru. Ia melirikku. "Maaf, sayang." Aku menarik nafas dan tersenyum ke arahnya.
"Iya, aku tidak apa-apa." Biru lantas menyenderkan kepalanya di kursi. Ia melihat amplop pink itu. Lalu tanpa meliahtku ia memberikan amplopnya.

"Tolong, kamu saja yang lihat. Aku malas." Aku pun membuka amplop itu dan tercetak jelas nama Biru tanpa ada namaku atau partner atau istri. Aku mesem. Siapalah aku ini?

"Kenapa?" Aku melirik Biru dan menggeleng. "Sudah dibaca?" Aku mengangguk. "Kenapa murung?" Tanyanya lagi. Aku menggeleng dan melirik jam tanganku. Aku langsung bangun. Biru menatapku heran dan meraih tanganku.

"Mau ke mana?"
"Aku ada kelas, Biru. Aku harus pergi."
"Kamu tinggalkan aku?"
"Jangan drama. Kita ini sedang belajar di sini. Kamu emang tidak ada kelas?" Biru tak menjawab.
"Kalau begitu aku ke kelas dulu."
"Ai." Aku berhenti dan menoleh perlahan.

"Aku tidak akan datang di acara Pink. Karena tidak ada namamu kan?" Aku tersentak. Namun aku mencoba bertahan. Aku tersenyum dan mengusap rambut Biru.
"Pergilah, kak Pink mengundang mu. Jangan fikirkan ...."
"Hmmm...." Aku melotot tak percaya. Biru mencium bibirku? DI KAMPUS?????

aku langsung mendorong Biru. Ia yang tak siap langsung jatuh terduduk di kursi.
"Maaf, Biru. Aku...aku...."
"Tidak apa, Ai. Aku paham. Pergi ke kelasmu. Aku juga." Biru langsung pergi meninggalkan ku sendiri. Aku menatap punggungnya dengan sedih. Maaf Biru...  Maaf....

Ai dan Biru Wedding (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang