Bab 10

9.8K 698 63
                                    

Maaf ya, lama. Hehehe
Happy reading 😘

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Ai POV

Aku kedinginan sekali. Aku mencari selimut tapi tidak ketemu. Ke mana selimutku? Aku terus mencari dengan mata masih terpejam karena rasa kantuk yang masih menggelayuti ku.

Aku akhirnya menyerah. Aku membuka mata dan melihat Biru sedang asik tidur dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya. Aku langsung cemberut dan menarik selimut itu.

"Biru, bagi selimutnya!!" Teriakku. Biru tak bergeming. Sumpah, ini aku telanjang dada loh. Biru kok tega banget sih sama aku.

"Biru!!!!!!"
"Apa sih, Ai?" Ia akhirnya bangun dan memasang tampang sebal. Aku langsung menggigit lehernya dan membuatnya berteriak Biru mendorongku hingga kami jatuh saling tindih. Gigitan ku lepas. Biru menatapku tajam.

"Kamu ngapain sih, Ai?" Tanyanya.
"Aku kedinginan! Tapi selimut kamu pakai sendiri. Nggak lihat ini, aku telanjang dada karena kamu yang suruh. Dan kamu sekarang biarin aku kedinginan kaya gini? Jahat kamu!" Aku terus saja mengomel.

Biru tak menanggapi Omelanku. Ia justru fokus menatap dadaku. Eh... Apa dada?
Aku langsung melihat dadaku dan langsung teriak.
"AAAAAA!!!!!!"

🍃🍃🍃🍃

Biru masih mesam-mesem aja sedari tadi. Nggak tau apa aku malu setengah mati. Bisa-bisanya aku ikutin ucapannya semalam. Bodoh...bodoh....

"Ai, nggak ngampus?" Tanya Biru. Aku mengacuhkannya.
"Sayang... Kok aku di cuekin sih?"
"Nggak denger."
"Nggak denger kok jawab." Biru tersenyum jahil dan mencubit pipiku.
"Ih, rese ah!"
"Biarin," ujarnya. " Eh... Yank. Kamu nggak ngampus sih?"
"Nggak ada kelas."
"Wih, enak dong. Kalau gitu aku juga...."
"Nggak usah aneh-aneh. Sana berangkat!"

Biru nampak cemberut. Ia memelukku dari belakang dan menciumi pundak dan leherku. Sesaat aku terhanyut dengan ciumannya. Namun, saat dering ponsel berbunyi aku langsung mendorong tubuh Biru.

"Siapa sih, Ai. Ganggu aja!" Sungutnya. Aku menggeleng karena nomornya juga tidak aku kenal. Siapa ya? Aku mencoba mengangkatnya dan menjauh dari Biru. Agar Biru tidak merecok.

"Hallo?"
"Ini dengan Aina?"
"Ya?"
"Syukurlah, Ai. Ini kak Baim. Hari ini bisa ke kampus? Ada pertemuan jurusan gizi seluruh angkatan. Dokter Ian akan segera datang."
"Apa? Kenapa dadakan sekali?"
"Aku juga tidak tau. Kamu bisa hadir kan?"
"Oh ya, tentu. Terima kasih infonya kak." Kak Baim mematikan sambungan telepon.

Aku melihat pesan WhatsApp yang lumayan banyak dari teman-teman jurusanku. Oh... Aku tidak tahu kalau mereka mengabari ku.

"Telepon dari siapa, Ai?" Aku tersentak karena Biru mendadak muncul.
"Dari kak Baim." Biru langsung menegang. Wajahnya berubah kesal. Pasti cemburu.
"Apa? Nggak usah cemburu. Cuma teman kok. Toh dia tau kita udah nikahkan?"
"Masa? Yakin? Serius?"
"Ya." Aku langsung pergi ke kamar mandi.

"Ai! Ngapain?"
"Mandilah!" Seru ku kesal.
"Kamu ngampus?"
"Ya!"
"Tadi katanya enggak?"
"Ada pertemuan dadakan."
"Sama siapa? Baim?"
"Dokter ahli gizi. Dokter Ian."
"Baim ada juga kan?"
"Iyalah."
"Kenapa bisa ada?" Aku membuka pintu kamar mandi setelah melilit tubuhku dengan handuk.

"Karena dia juga jurusan gizilah." Aku masuk ke dalam kamar dan memakai pakaian ku.

Aku memakai baju terusan ketat garis-garis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku memakai baju terusan ketat garis-garis. Baru selesai pakai. Biru langsung komen.
"Jangan pakai itu."
"Aku pakai cardigan lagi kok. Aku juga malu kalau polos gini doang." Aku meraih cardigan hitamku. Saat hendak memakainya. Biru keburu menarikku dan menjatuhkan ku di ranjang.

"Biru...."
"Maaf, Ai. Kamu terlalu seksi. Aku nggak sanggup nahannya." Biru langsung melumat bibirku sebelum aku sempat membalas ucapannya.

Aku gelagapan karena ciuman Biru begitu panas dan ganas. Bibirku seperti bengkak. Aku kehabisan nafas dan Biru hanya memberikan aku waktu sejenak.

Ia menangkup dadaku dan meremasnya. Sial... Aku mendesah karena tak kuasa menahan rasa nikmat yang timbul akibat remasan Biru.

Cuman Biru turun ke leherku. Dan menghisapnya beberapa kali. Lalu ia melihat dadaku yang masih tertutup. Ia mencoba menarik pakaianku namun aku tahan.
"Ai, please...." Aku menggigit bibir bawahku dan akhirnya membiarkan Biru berbuat semaunya.

Aku hanya bisa mendesah dan menggigit bibir bawahku menahan rasa nikmat akibat hisapan bibirnya pada putingku.
Oh... Enak sekali. Tanpa sadar aku mengusap rambutnya dengan sayang. Mengecup keningnya.
Hingga dering ponsel lagi-lagi mengacaukan suasana.

"Biru... Ah... Angkat telepon mu."
"Biarkan saja." Ponsel itu benar-benar menganggu acara kami. Aku pun mencoba meraih ponsel Biru yang ada di jaketnya. Aku merogohnya dan mengangkatnya.

"Ha...."
"Biru, di mana? Dosen udah dateng. Lo lupa hari ini ada quiz?"
Aku melotot. Biru ada quiz?
Aku langsung mendorong tubuh Biru. Biru menatap ku bingung bercampur kesal.

"Kamu ada quiz hari ini?" Tanyaku. Biru berfikir sejenak.
"Astaga!!! Ia, Ai. Waduh jam berapa ini?" Biru langsung loncat dan merapihkan penampilannya. Ia memberikan aku cardigan hitamku dan aku memakainya.

"Buruan, Ai." Aku mengangguk dan langsung lari mengejar Biru.

Hari ini kacau sekali!

Ai dan Biru Wedding (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang