Bab Lima

7K 591 19
                                    

Biru POV

Aku melihat Ai masih tertidur nyenyak. Aku mencoba bangun dan mandi. Aku mencoba menyegarkan tubuhku dengan air dingin sebanyak-banyaknya. Kalian pasti taulah kenapa aku seperti ini.

Ya, seorang suami yang sudah seharusnya bisa menyentuh istri tapi hingga sekarang  aku masih gagal saja!

Apa aku marah pada Ai? Tentu saja tidak. Karena aku tahu wataknya seperti apa. Lagi pula, ini salah ku juga. Karena terlalu memaksa Ai untuk menikah dengan ku setelah lulus sekolah. Tentulah untuk ukuran anak usia 18 tahun. Pasti berat dan aneh baginya. Masih untung aku di beri ciuman. Kalau tidak bisa mati berdiri aku memikirkannya sendirian.

Aku meraih handuk menutupi ketelanjanganku. Aku keluar kamar mandi dan melihat Ai masih tertidur. Aku pandangi wajahnya sejenak. Wajah cantik dengan rambut acak-acakan akibat cuman panas semalam.

Aku mesem, membayangkan apa jadinya jika semalam bukan hanya sekedar ciuman? Oh.. sial... Jangan sekarang bung!

Aku buru-buru memakai pakaian ku dan keluar dari kamar.

🍃🍃🍃

Ai sudah cantik dengan pakaian kasual nya. Ai ku memang semakin hari semakin cantik saja. Senyum indahnya itu mampu mengobati setiap tekanan dalam diriku. Baiklah, ijinkan ia menyantap sarapannya dulu. Setelahnya aku minta jatah sarapan ku.

Aku melihat Ai mengunyah roti bakarnya dengan santai sembari melirikku dan tersenyum manis. Aku selalu membalas senyuman manis itu dengan tatapan sendu.

"Biru, hari ini aku pulang telat lagi ya."
"Kenapa?"
"Biasa, ada kegiatan di luar kelas nanti."
"Penting?" Ai nampak melirikku bingung. "iyalah, kalau nggak penting ngapain aku ikutin?" Jawabnya ketus.

Aku meraih tisu dan mengusap bibirku sebelum bangun dari duduk. Ai mempercepat sarapannya dan mengejar ku. Ia meraih lenganku dan memeluk tubuhku. Aku diam.

"Biru marah sama, Ai?"
"Enggak."
"Kalau enggak, kenapa Biru cuek dan dingin gini?" Aku menghela nafas. Aku bergeser sedikit dan mengusap puncak kepalanya.
"Karena aku sayang sama, Ai." Aku kembali berjalan meninggalkan Ai.

"Biruuuu." Ia kembali berlari dan menubruk punggungku.
"Ai...."
"Jangan marah sama, Ai. Kalau Ai punya salah biru langsung ngomong dong. Biru kan tau kalau Ai enggak peka. Dari kemarin aku lihat Biru aneh. Biru nggak banyak omong. Apa salah Ai sama Biru?"

Aku menggigit bibir bawahku. Apa harus aku bilang kalau aku cemburu?

Apa nanti Ai tidak akan bilang kalau aku berlebihan?

Aku menghadap ke arah. Memberikan senyum manisku. Aku kecup keningnya dengan lembut. Ku tatap kedua manik matanya lekat-lekat.

"Biru enggak akan pernah bisa marah sama Ai. Kamu selalu tau itu, sayang." Aku menarik lengannya dan membawanya turun ke bawah untuk berangkat ke kampus.

🍃🍃🍃

Di kampus. Aku harus berpisah dari Ai karena jurusan kami yang berbeda. Gedung kami pun berbeda. Agak sulit setiap ingin bertemu Ai. Rasanya hatiku tidak karuan setiap pasang mata melihat istriku.

Kenapa di sini dan si SMA sangat berbeda? Dulu, yang aku lihat di SMA mereka semua mampu mengucilkan Ai. Tidak menganggap Ai ada. Hingga aku menyukainya karena ia berbeda.

Sekarang? Semua mata banjingan itu menatap istriku. Mereka tidak sadar apa, ada anjing herder di sampingnya?

"Kak Biru, selamat siang." Aku hanya meliriknya dan tak merespon.
"Siang juga," jawab Ai yang ada di samping ku. Mereka langsung tersenyum kikuk dan pergi dengan cepat dari hadapanku. Aku melirik Ai yang bingung dengan sikap mahasiswi tadi. Aku menahan senyum ku.

"Kamu terlalu baik, sayang." Ai menatapku bingung. "Dan, sejak kapan kamu di samping ku?" Tanyaku yang baru sadar akan kehadiran istriku.
"Baru saja. Aku lapar, makan yuk," ajaknya. Tentu saja aku langsung mengiyakan. Aku meraih jemarinya dan menggandengnya ke kantin.

Aku senang Ai tidak berusaha melepas tanganku dari tangannya. Apa sudah tidak malu jalan berdua dengan ku di kampus?

Apa Ai mulai terbuka sekarang?

Ah, peduli amat. Yang penting istriku bersamaku, di samping ku, dan mencintai ku.

"Ai."
"Hmm?"
"I love you, Ai." Ai tersenyum canggung dan melirik sekitar kantin. Ia mendekatkan bibirnya ke telinga ku. "I love you too. My husband," bisiknya. Aku menarik kepalanya dan mengecup puncaknya gemas.

Ai ku sudah sangat berani sekarang.
Andai ia juga berani di ranjang. Lengkap sudah kebahagiaan ku. Aku nyengir membayangkan itu.

Ai dan Biru Wedding (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang