Bab tujuh

7.2K 631 29
                                    

Biru pov

Di kelas aku tidak konsen sama sekali. Aku selalu memikirkan Ai dan Ai. Aku ini sudah menikah dengannya, tapi kenapa malah semakin khawatir begini sih?

Aku mengetuk-ngetuk pulpen di meja. Rasanya benar-benar bosan. Apa aku pindah saja ke jurusan gizi ya? Ah... Tapi itu bukan bakatku. Aku harus di sini, bisnis. Ini bakatku dari kecil. Sudahlah, percaya saja dengan Ai. Ia tidak akan bermain macam-macam kan?

Tentu bukan Ai yang macam-macam, tapi teman jurusannya. Itu yang paling menakutkan bagi Biru. Ai itu polos. Semenjak ia. Kuliah, penampilan beda. Ia lebih menarik dan percaya diri. Membuat kecantikan semakin terpancar. Membuat pria-pria tolol di sini menjadi gila. Termasuk aku!!!

Ah, sumpah aku nggak tenang.
"Pak!" Aku mengacungkan tanganku. Si dosen itu menoleh.
"Ya?"
"Ijin toilet."
"Oh, silahkan." Aku bergegas pergi dari kelas. Ku tinggalkan tasku karena aku hanya beralasan pergi ke toilet kan? Gampanglah nanti aku ambil.

🍃🍃🍃

Aku menuju gedung B. Aku sendiri di gedung A. Ah benci aku, kenapa harus kuliah di sini. Jaraknya gedung satu dan lain cukup jauh. Membuatku kesal.

Aku masuk ke gedung B dan mencari kelas Ai. Eh... Tunggu. Aku melirik jam tanganku. Aku berhenti di tengah jalan dan langsung tepok jidat. Sekarang Ai di kelas apa?

Bodohnya aku. Ah... Sudahlah, coba saja ke kelas biasanya dulu. Aku terus berjalan dan melewati kelasnya. Dan seketika aku terdiam, Ai tengah berdiri di depan dan tengah menjelaskan sesuatu. Ia nampak percaya diri. Ai memang tidak sendiri, tapi, Ai ku sudah berani melihat ke depan bahkan menjelaskan dengan sangat lugas dan santai.

Tidak ada rasa gugup sama sekali di wajahnya. Ia begitu menikmati presentasinya. Istriku... Benar-benar sudah berubah.

Tanpa sadar aku justru terus berdiri mematung melihat istriku hingga ia mendapatkan tepukan tangan yang begitu keras. Istriku... Bukan Ai yang pemalu lagi. Ia adalah gadis yang dewasa dengan pemikiran yang luas. Bahkan, Ai di sukai di kelasnya. Nampak saat Ai kembali ke bangkunya beberapa teman menyapa dan tersenyum ke arahnya.

Ada rasa bangga di hatiku melihat Ai begitu hebat dan berani. Sungguh aku terharu.

🍃🍃🍃

Ai keluar dari kelasnya dan saat aku ingin mendekat ke arahnya. Ai berpaling karena ada yang memanggil dirinya. Aku melihat siapa yang memanggilnya. Sial... Bocah itu lagi!

Aku diam sejenak, ingin tau reaksi apa yang diberikan Ai pada si cowok brengsek itu.
"Kantin, Ai," ajaknya. Aku melongo. Cowok itu nggak tau kalau Ai udah punya suami kali ya?

Begitu aku melangkah mendekat. Aku terdiam dengan jawaban Ai.
"Maaf, aku harus ke kelas suamiku. Dia pasti udah nunggu." Ai berpaling dari cowok itu dan menghadapku. Seketika Ai kaget dan hampir jatuh karena kaget.

Dan sialnya, saat seharunya aku yang meraih tubuh istriku. Justru cowok sialan itu yang mendapatkan tubuh istriku. Mereka bak bintang film dalam adegan romantis.

Buru-buru aku menarik lengan Ai dan mendorong cowok brengsek sok cakep itu hingga jatuh. Ai terpekik dan menatapku tajam. Ai tak menghiraukan ku. Ia justru menolong cowok brengsek itu dan menatapku tajam.

"Kakak nggak apa-apa?" Tanyanya. Ia lalu menatapku. "Kamu kenapa sih, Biru? Kenapa selalu kasar sama teman aku?" Tanyanya kesal.

Wow... Apa ini? Istriku marah karena cowok lain?

🍃🍃🍃

Kami di kantin. Dan Ai, masih mendiamkan ku! Aku tidak suka situasi ini.

"Ai..."
"Diam, aku malas bicara sama kamu." Aku ternganga dengan jawaban Ai.
"Ai, aku nggak suka kalau kamu terlalu dekat sama cowok kaya tadi. Kamu istriku, Ai."
"Biru, please... Apa aku terlihat seperti cewek murahan? Apa aku suka mengumbar senyum ku?"

Aku diam. Tidak, sih. Tapi kan....

"Biru, aku mohon. Aku baru merasa berubah semenjak di kampus. Mereka mau menyapaku, mereka mau berbicara dengan ku. Mereka tidak membenciku, Biru. Aku akhirnya bisa punya teman tanpa kamu Biru. Tanpa melihat kamu di belakang ku." Ai meneteskan air matanya. "Aku mohon... Ijinkan aku untuk bergaul dengan mereka. Toh, aku tidak pernah menyembunyikan status kita. Aku istrimu dan kamu suamiku. Mereka tau kok. Enggak ada yang aku sembunyiin. Percaya sama aku, biru. Aku mohon."

Aku diam. Apa aku terlalu posesif pada istriku?
Apa aku salah kalau aku cemburu?

"Maaf sayang. Maaf." Aku mencoba meminta maaf padanya. Aku tidak mau Ai ku sedih. Oke... Baiklah, mulai sekarang aku harus berubah. Ya... Berubah untuk Ai menjadi lebih baik.

"Tapi, Ai. Kami harus selalu ingat. Kamu istriku. Kamu boleh berteman dengan semuanya, tapi tolong tetap jaga perasaan ku."

"Iya, aku janji."
"Bener?"
"Bener." Aku bangun dan memeluk Ai di kantin. Tapi, yang membuat aku senang adalah Ai tidak marah dan mendorong ku. Hehehe

Cium boleh juga kali ya.

"Peluk boleh, cium jangan ya." Seketika aku lemas karena di beri peringatan lebih dulu.

Yaudahlah, di rumah aja. Hahaha

Ai dan Biru Wedding (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang