Mataku terbuka kala melihat ada sinar matahari yang remang-remang memasuki netraku. Sinar matahari kali ini membantuku untuk bangun ditengah suhu dingin yang bisa ku rasakan.
Aku terkejut saat melihat ada seorang anak laki-laki kecil yang ada didepan mataku sambil menatapku lama tanpa berkedip. Ia nampak seperti manusia pada umumnya. Hanya saja aku bingung saat Ia mengenakan pakaian musim dingin. Seingatku, di gunung kemarin sedang musim kemarau jadi sangat tidak mungkin jika tiba-tiba ada di musim dingin.
"Kakak tak apa-apa?" Tanyanya sambil menyentuhkan punggung tangannya di dahiku.
"Kakak tak perlu bangun. Teman-teman Kakak baik-baik saja," ucapnya menghentikan diriku yang akan bangun.
"Kau mengenalku?" Dia menggeleng.
Dia berjalan menuju tempat makan sambil menjelaskan, "Aku tak mengenal kalian semua. Patéra baru menemukan kalian tadi di hutan." Ia berbalik dan membawakan makanan untukku.
"Apa semua temanku baik-baik saja?" Tanyaku padanya.
"Tidak semua. Ada dua orang pria yang lumayan parah. Giagiá sedang menyembuhkannya. Mungkin karena kalian cukup lama berada di hutan dalam kondisi dingin seperti ini," tuturnya sambil memberikan makanan itu padaku.
"Kakak bisa menjenguknya setelah Kakak selesai makan." Ia meninggalkanku sendiri dengan banyak pikiran yang kupikirkan.
Makanan ini terlihat berbeda di mataku. Makanan ini hanya berisi daun-daun dan kuah panas. Kupikir ini adalah sup saat kutahu Ia membawa sebuah mangkuk yang lumayan besar. Tapi ternyata hanya daun yang direbus saja. Tapi tetap aku akan menghormati mereka.
Selesai makan, aku keluar dari tempat itu. Ruangan-ruangan disini hampir sama seperti Ruangan yang ada di rumahku. Hanya saja, disini lebih terkesan seperti gua-gua yang tersusun rapi dengan warna mereka yang coklat. Saat kulihat keatas, ternyata ada banyak pepohonan yang hidup di setiap dindingnya.
Saat ku masuki sebuah ruangan yang dikerumuni banyak orang sana, aku pun penasaran. Kudengar banyak dari mereka yang nampak terkejut dengan kehadiranku.
"Kakak sudah selesai makannya?" Anak kecil itu lagi rupanya. Ia nampak imut sekali. Aku mengangguk sebagai jawaban.
"Ayo!" Ia menarik tanganku dan membawaku menemui seorang Wanita yang sedang mengobati Azka. Ia memakai pakaian layaknya penyihir dari negeri dongeng yang sedang berencana membunuh seseorang melalui mantranya. Bukan hanya Azka. Namun, Kak Adit juga berada didekatnya. Mereka berdua nampak dalam kondisi yang sama.
"Ada apa dengan mereka?" Tanyaku pada Anak Kecil itu. Ia masih menatap mereka dengan tatapan berharap.
"Sepertinya mereka menggunakan banyak tenaga," jawab Anak Kecil itu.
Ia menghampiri Wanita itu, "Apakah mereka akan selamat?"
Wanita itu masih belum bergeming sedikitpun dari mengobati Azka. Aku berjalan mendekat dan melihat beberapa luka luar menggores wajah milik Azka.
"Apa kau teman dari mereka?" Tanya Wanita itu sambil melihatku sekilas.
"Ehm," aku mengangguk dan terus melihat bagaimana Wanita itu mengobatinya.
Sepertinya Wanita itu menggunakan tenaga dalamnya untuk mengurangi rasa sakit yang mungkin diderita Azka saat ini. Azka sesekali mengerang kesakitan saat Wanita itu sedang mengobatinya.
"Kalian darimana?" Tanya Wanita itu agak kasar. Membuat sedikit tersentak.
"Giagiá menga-?" Anak kecil itu bertanya namun dipotong oleh Wanita itu, "Ini bukan masalah mengapa atau tidak. Jika sampai orang-orang gunung tahu, akan sangat berbahaya!!" Bentak Wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
FROZEN
FantasyApa jadinya jika segelintir anak tersesat di dunia baru berlatarkan es yang dingin? Highest Rank : #1 in Frozen #5 in Ice