Happy Reading
.
..
..
."Sejak kapan kau memiliki kalung itu?" Tanya Areola padaku.
Kami duduk didekat perapian setelah Areola mengetes kami satu-persatu. Sebenarnya ini adalah giliran ku untuk dites. Namun, Areola menghentikannya karena cuaca yang semakin dingin dan kini malah bertanya tentang kalung yang kupakai.
"Memangnya ada apa?" Tanyaku penasaran. Lihatlah, wajahku menjadi setengah hitam karena dekat dengan perapian ini.
"Itu adalah batu tanda persahabatan yang kami buat," Areola kembali mengingat tentang masa lalunya dengan Vasílissa. Nampaknya mereka terlihat seperti seorang sahabat sejati. Buktinya kini wajah tegas yang biasa Areola nampakkan menjadi murung dan suram.
"Dulu saat kami bertemu, aku pikir Ia adalah sosok gadis yang dingin karena pada waktu itu selain kulitnya yang pucat, Ia juga sosok yang pendiam. Aku dan keenam saudaraku agak takut saat bertemu dengannya, tapi seiring dengan berjalannya waktu, kami mulai dekat. Ia sudah ku anggap sebagai saudaraku sendiri. Ayah dan Ibuku juga mulai menganggapnya sebagai anak mereka sendiri. Hingga saat Ia berumur 16 tahun. Kami membuat janji, bahwa takkan ada satupun hal yang dapat direbut satu sama lain. Itulah alasannya mengapa kami sepakat membuat kalung yang terbuat dari airku dan dibekukan olehnya. Enam bulan berselang, Vasílissa menemukan sosok pria yang telah membuatnya jatuh cinta. Kami semua tak tahu tentang siapa sebenarnya pria itu. Sampai tak sengaja saat aku memergokinya sedang menyalakan perapian didekat Vasílissa yang sedang tidur. Kau tahu bukan bahwa es akan mencair bila terkena api? Oleh karena itu kenapa tanpa sengaja aku mengeluarkan kekuatanku dan menghabisi pria itu tepat disaat Vasílissa terbangun. Dan sejak saat itu kami seakan menjadi dua orang yang tak pernah akur lagi."
Aku tertegun mendengar ceritanya. Setiap kata yang Areola ucapan seakan-akan seperti Ia sedang merindukan masa-masa itu. Masa-masa dimana Ia dan Vasílissa bersama. Ia bahkan hampir saja menangis karena hal itu.
"Bagaimana dengan kedua temanku?" Tanyaku mengalihkan topik pembicaraan. Aku dengar dari Ander bahwa Azka membuat para machitís kewalahan karenanya. Ia tadi sempat berlatih kuda. Berbeda dengan Kak Adit yang membuat para Polemistís terkagum-kagum karena kemampuan pedang Kak Adit.
Kak Clara yang memang hanya sendirian memilih bergabung dengan kelompok Therapeftís. Ia adalah orang yang menyukai pengobatan. Jadi, Ia meminta para petinggi Therapeftís untuk mengajarinya teknik pengobatan dalam.
"Kau bisa menggunakan panah?" Tanya Areola sambil menggiringku ke arena panahan. Diam-diam aku berdecak kagum. Leros saja bisa mengenai sasaran panah tujuh kali berturut-turut. Aku jadi berkecil hati.
"Kau hebat!"
Leros berbalik. Ia kemudian terkekeh malu mendengar pujian yang langsung diucapkan oleh Areola. Bukan hanya itu, Ia juga malu karena aku ikut memujinya.
"Sekarang giliran kau!"
Leros memberikan busur panahnya padaku. Aku sempat bingung. Selama aku hidup, tak pernah aku menggunakan panah, kecuali saat ayah mengajakku ke arena bermain. Itupun hanya panah dari plastik, tapi kali ini benar-benar anak panah sungguhan yang ujungnya tajam.
Aku menatap busur panah itu sebentar.
"Tak apa, Crytal. Kau akan diajari untuk menggunakan panah ini. Yang penting kau hanya perlu memusatkan perhatianmu pada papan bidikan," ucap Areola meyakinkan diriku.
Dengan terpaksa, aku harus mengambil busur panah ini dan menembakkannya pada benda melingkar yang jaraknya hampir 20 meter.
Ku pejamkan mataku. Mengumpulkan semua perhatianku. Tak ada satupun suara yang bisa aku dengar kecuali angin yang mengarah ke papan.
KAMU SEDANG MEMBACA
FROZEN
FantasyApa jadinya jika segelintir anak tersesat di dunia baru berlatarkan es yang dingin? Highest Rank : #1 in Frozen #5 in Ice