Chapter 9

526 56 0
                                    

Malam pun tiba, suasana malam ini sangat dingin dan hening. Bahkan aku harus menggunakan jaket musim dingin yang dibelikan Ayah saat kami berlibur ke Inggris 2 tahun lalu.

Malam ini masih jam 6 sore. Kami akan melakukannya pukul 7. Masih ada 1 jam lagi yang harus kami tunggu.

Aku pun berinisiatif untuk pergi ke dapur, membuat coklat panas dihawa dingin ini. Untung saja aku membawa persediaan minuman hangat instans, jika tidak aku akan kedinginan disini.

Ternyata sekolah ini cukup kaya. Bagaimana tidak, bahkan saat kami berlibur dipuncak gunung, kami diberikan fasilitas yang cukup besar. Seperti vila ini. Bahkan sinyal disini cukup bagus untuk bisa menelpon.

"Siapa kau?"

Tubuhku menegang saat mendengar suara seorang pria dengan lantangnya ditelingaku. Samar-samar kudengar, Ia berjalan menghampiriku.

Ia berdiri di sampingku sekarang. Aku menoleh dan terkejut mendapati bahwa Azka ada di sampingku. Bahkan, Ia terlihat biasa saat menatapku.

Ia menyipitkan matanya sebelum perkataannya membuatku ingat akan satu hal, "Bukannya kau gadis yang ada di kantin waktu itu?"

Oh astaga, dia ingat ternyata.

Aku hanya menunduk dan tak memperdulikan dirinya. Aku terus saja menyelesaikan pekerjaanku saat melihat bahwa air dalam teko sudah hampir mendidih.

Aku menatapnya heran saat Ia tiba-tiba tertawa renyah. Lampu dapur yang terang benderang membuatku bisa melihat betapa terbahaknya Ia saat tertawa seakan-akan ada yang lucu.

"Oh astaga kau itu!" Ia masih tertawa sambil memukul-mukul meja bar yang ada di dapur. Akhirnya, Ia menghentikan tawanya dan bertanya padaku, "Siapa namamu?"

"Apa itu penting?" Tanyaku balik saat aku menuangkan air panas ini kedalam gelas yang berisi coklat panas. Ia membalikkan badannya dan bersender dimeja bar dengan kedua tangannya yang Ia lipat didepan dadanya. "Kupikir, aku harus tahu namamu!"

"Maksudmu?" Tanyaku setelah aku mengaduk minuman ini.

"Oh ayolah! Kita ini tim," ucapnya yang kutahu itu adalah sebuah alasan. Bahkan, Ia tak terlalu menanggapi perkataan Kak Adit yang notabenenya adalah seorang pemimpin disini.

"Crystal," jawabku ketus. Aku memang sejak awal sempat terpesona akan senyumannya saat Ia bermain basket. Tapi, setelah tahu bahwa Ia sedikit menjengkelkan, aku jadi berusaha menghindarinya dan berusaha tak terpesona lagi olehnya.

Dia hanya mengangguk-angguk, sepertinya masalah ini akan lebih cepat selesai jika aku meninggalkannya sendirian di dapur.

Namun, sergahannya membuatku menghentikan langkahku menuju tangga. Sepertinya pria ini suka sekali mencari masalah. Sejak detik ini, aku mulai meragukan dimana letak pesonanya. Hingga para siswi mengejar-ngejarnya.

Ia berjalan menghampiriku dengan tangannya yang masih Ia lipat didepan dadanya. "Sepertinya kau harus membagi hot Chocolat itu untukku," ucapnya sambil menunjuk cangkir berisi coklat panas yang aku pegang.

"Mengapa kau tak membuatnya sendiri?" Tanyaku dengan nada menantangnya. Posisiku yang berada di tangga pertama membuat tubuhku lebih tinggi darinya. Aku jadi bisa menatapnya remeh. Azka yang seakan mengerti tatapanku, bukannya marah atau geram seperti yang kuinginkan, Ia malah terkekeh dengan semua ini.

"Kau memang gadis paling berani yang pernah kukenal." Aku mengernyitkan dahiku saat Ia mengatakannya. Apa maksudnya?. Azka hanya terkekeh saat melihat reaksiku. Benar-benar menjengkelkan.

"Kenapa kalian ada di tangga seperti ini?" Aku menoleh kearah belakang tepat asal suara tersebut. Aku membulatkan mata saat Kak Adit dan Kak Reno menatap kami layaknya tersangka yang ditangkap basah. Mata tajam Kak Adit seolah-olah membungkam mulutku. Aku hanya menunduk, menatap coklat panas yang entah sejak kapan sudah mulai mendingin.

FROZENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang