"Ada masalah apa Kak?" Tanya Bibi Sandra sewaktu Ia mendudukkan Ibu di sofa rumah. Ibu masing menggebu-gebu walaupun Bibi Sandra sudah menenangkannya.
Aku bingung sebenarnya. Mengapa Ayah sangat mencintai Ibu? Padahal secara sifat, Ayah terkenal sangat kalem. Berbeda dengan Ibu yang sedikit cerewet dan sinis —jika bertemu dengan orang yang tidak Ia suka—.
"Uhh! Menyebalkan sekali!" Gerutu Ibuku yang masih berlanjut dengan sekarang. Bibi Sandra menatapku dan Violet penuh tanya.
"Ibu, ada apa?" Tanyaku akhirnya. Aku benar-benar tak tahan dengan gerutuan Ibu pada tetangga sebelah.
"Bagaimana bisa Ia menghina keluarga kita seperti itu?" Kami yang mendengarnya mengernyit heran. Apa yang dimaksud Ibu? Tanyaku dalam hati.
"Maksudnya?" Tanya Bibi Sandra.
"Iya, bagaimana bisa Ia bilang bahwa kau itu pembawa sial? Padahal jelas-jelas itu juga bukan salahmu!"
Seakan petir menyambar hati Bibi Sandra. Aku dan Violet mematung mendengarnya. Apa yang dikatakan oleh tetangga sebelah memang sudah kelewat batas. Sudah bisa kupastikan bahwa Bibi Sandra akan menyalahkan dirinya sendiri atas kematian suaminya. Kejadian yang dikuburnya selama 10 tahun akhirnya menguar juga.
Aku pernah mendengar cerita ini oleh para tetangga yang menggosipkan berita ini. Mereka bilang bahwa saat itu Bibi Sandra sedang mengandung anak keduanya. Pada saat yang bersamaan pula, Paman Devin pergi ke Inggris untuk urusan bisnisnya bersama Ayah.
Pernah suatu ketika Bibi Sandra mengatakan bahwa Ia sangat merindukan suaminya. Kandungannya sudah menginjak 8 bulan. Kekhawatiran Ibu terhadap keadaannya yang semakin memburuk membuat Ibu harus menemaninya bersama denganku. Saat itu Bibi Sandra masih tinggal bersama keluarga kecilnya. Saat kami datang pun, kami hanya bisa melihat Bibi Sandra mengerang kesakitan dan Violet yang menangis sambil memeluk ibunya. Violet benar-benar takut kehilangannya.
Ibu berusaha menelpon Paman Devin agar segera kembali dari Inggris dan menemani istrinya. Tapi sudah hampir puluhan kali Ibu menelpon, tetap saja tak ada jawaban. Akhirnya Ibu berinisiatif untuk menelpon Ayah dan menyuruhnya untuk segera memberitahu Paman Devin bahwa istrinya akan melahirkan walau waktunya belum tepat. Akhirnya, Paman Devin mengatakan bahwa Ia akan terbang malam ini juga. Kami jadi ragu memintanya pulang. Tanpa sengaja siaran televisi menyala dan menayangkan siaran berita tentang badai salju di Inggris.
Ibu pun tak bisa menunggu waktu lagi. Ia akan membiarkan adik iparnya menyusul ke rumah sakit. Didalam ambulance, Bibi Sandra hanya mengerang kesakitan saat isi perutnya seperti akan keluar.
Tiba-tiba ditengah suasana hujan dan kepanikan menyelimuti seluruh bagian ambulance, Ibu mendapat telepon dari seseorang yang mengatakan bahwa kecelakaan pesawat terbang yang ditumpangi oleh Paman Devin hilang kontak karena badai salju yang sangat tebal.
Bibi Sandra yang mendengarnya langsung hilang kendali. Kesakitan diperutnya memperparah kondisinya yang sudah sangat parah. Dalam waktu yang singkat Ia tak sadarkan diri yang membuat Ibu dan Violet panik.
Aku hanya diam mematung berusaha mencerna apa yang sebenarnya Tuhan rencanakan pada Bibi Sandra. Tanpa kusadari sebening air mata menetes dari pelupuk mataku. Hatiku benar-benar sakit saat melihat dan membayangkan betapa besarnya cobaan yang dialami oleh Bibi Sandra.
Setibanya di rumah sakit, Bibi Sandra langsung dibawa keruang ICU. Ia mendapat penanganan intensif dari dokter lainnya. Ibu hanya mondar-mandir tak jelas menunggu kabar dari balik pintu kaca tersebut. Berbeda dengan Violet yang hanya duduk diam melamun sambil sesekali mengusap air matanya. Mungkin kematian Ayahnya dan kritisnya kondisi Ibunya membuatnya menjadi kalut seperti ini. Aku hanya diam sambil terus berdoa agar kondisi Bibi Sandra dan bayinya bisa terselamatkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
FROZEN
FantasíaApa jadinya jika segelintir anak tersesat di dunia baru berlatarkan es yang dingin? Highest Rank : #1 in Frozen #5 in Ice