MOHON MAAF LAHIR BATIN
HAPPY READING
***
"Vio......,"
Ini benar-benar diluar nalar ku. Seseorang yang sangat kukenal kini tengah menatapku tajam. Seakan-akan aku ini adalah musuh bebuyutannya. Dengan pedang yang ada ditangannya, Ia berusaha menebas diriku. Sungguh kemalangan yang akan kuterima jika pedang itu menggores kulitku.
Semua ini terasa sangat tak masuk akal. Bagaimana bisa aku membunuh sepupuku sendiri? Bibi akan membunuhku jika putri semata wayangnya meregang nyawa di tanganku.
Aku terus mundur perlahan. Melupakan luka yang terasa begitu menyakitkan. Aku terus menatap matanya yang kian memerah. Entah racun apa yang diberikan wanita es itu hingga membuat sepupuku tampak seperti pembunuh berantai.
Duk!
Aku langsung terduduk saat kakiku tersandung oleh mayat pasukan Es yang berada dibelakangku. Rasanya menyakitkan. Apalagi saat menyadari jika baju perisai yang mereka kenakan berasal dari kawat besi.
"Crystal!!" Azka mendekat padaku. "Kau tak apa-apa?" tanyanya khawatir. Ia kemudian mengalihkan pandangannya kearah Violet. Gadis itu bahkan tak menghiraukannya.
"Az, Vio..," lirihku. Aku kemudian menatapnya sendu seakan mencari tahu apa yang akan aku lakukan selanjutnya.
"Tenanglah! Yang terpenting sekarang kita lari dari sini!" ucapnya lalu menuntunku untuk bangkit. Kami berlari sekuat tenaga. Astaga, lengaku rasanya ingin lepas. Bagaimana tidak? bayangkan, Azka adalah pemain basket. berbanding terbalik dengan aku yang...., ah sudahlah.
Panah-panah api sudah melesat guna menghalau serangan musuh. Perasaanku sedikit lega. Es akan dengan mudahnya meleleh ketika terkena hawa panas.Ah tidak, mengapa sekarang aku jadi sangat membutuhkan Chelsea. Ia sedang membawa kalung api, jika Ia ada disini pasti kami dengan mudahnya mengalahkan pasukan es ini.
Akhirnya kami sampai juga di tempat persinggahan. Tempat ini digunakan untuk korban-korban luka atau mereka yang membutuhkan makanan.
"Kau kenapa?"
Leros segera membantuku untuk duduk disalah satu batu yang ada disana. Ia juga segera mengambil obat-obatan yang ada.
"Kau tidak ikut perang?" tanyaku heran. Pasalnya Leros adalah salah satu prajurit yang tak takut mati.
"Giagia melarang ku untuk ikut perang. Dia berkata jika perang ini terlalu beresiko untuk ku," jawabnya.
"Tapi kenapa kita diperbolehkan? Bukankah usia kita sama," tanya Azka mewakili rasa penasaran dari dalam diriku.
Leros berbalik sambil membawa sebuah mangkok yang terbuat dari tanah dengan air berwarna hijau didalamnya.
"Giagia bilang jika kalian diharuskan untuk ikut andil dalam perang ini. Apalagi perang ini adalah perang tiba-tiba, setelah mengetahui bagaimana sifat kalian selama disini, Ia menyarankan hal itu dan semuanya mengalir begitu saja.
"Dia juga berkata jika kalian akan sangat membantu untuk menaklukan hal ini lebih cepat. Karena apa?"
Perkataan Leros terhenti sejenak. Aku dan Azka menggeleng.
"Karena kami tidak melihat orang yang membawa kalung api di pasukan lawan,"
Sontak aku dan Azka saling tatap. Apa maksudnya dengan itu? Bukankah kemarin dia berkata jika selain kami, mereka semua ada di istana es?
"Bagaimana bisa?" tanyaku heran.
Leros hanya mengangkat bahunya. "Kupikir karena api bisa melelehkan es, Ratu Es tidak membawanya dan atau mungkin saat kalian ada disini, dia tak ada disini," ucapnya sambil membalut luka dari lenganku. Setelah selesai, Ia kemudian beranjak pergi meninggalkan aku dan Azka dengan sejuta pertanyaan.
"Aku heran dengan itu. Bagaimana bisa Chelsea tidak ada disini? Apakah Ia tak ikut bersama kita?"
Aku menggeleng. "Tak mungkin. Kita semua memakai kalung itu dan pasti kita semua ada disini. Hanya saja mungkin dia ada ditempat lain."
Keheningan melanda. Kami berpikir sejenak. Ada berbagai kemungkinan yang terjadi dan mungkin itu salah satunya.
Ini berarti jika kunci dari perang ini hanyalah pada Chelsea. Hanya dia yang bisa mencairkan es.
"Kenapa kau masih ada disini?"
Tiba-tiba suara Leros membuat pikiranku terbuyarkan begitupun dengan Azka.
"Aku sedang terluka," jawabku sambil menunjuk balutan kain berwarna coklat yang ada di lenganku.
"Bukan kau." Leros mengambil sisi disampingku. "Tapi pria ini," tunjuknya pada Azka.
Azka terkejut saat menerima nada sinis dari Leros dan aku bisa melihatnya dengan jelas. "Hei, aku lelah, di dunia ku, hal ini tak terjadi kau tahu tidak? Biasanya aku bermain basket dan pergi ke Mal. Bukan malah memegang pedang dan melukai orang. Biarkanlah aku istirahat sebentar," jawab Azka tak terima.
Memang benar. Kehidupan disini dan tempat kami hidup sangat berbeda. Sejenak aku berpikir. Apakah guru-guru akan mengkhawatirkan keadaan kita? Atau mungkin mereka sudah melaporkan kepada polisi. Aku tak bisa membayangkan bagaimana tangis orangtuaku saat menerima kabar ini. Semoga saja aku bisa kembali dengan tenang.
"Apakah di duniamu kau sejenis pria?"
Pertanyaan Leros membuatku segera menoleh. Benar-benar diluar dugaan. Aku kemudian mengalihkan pandanganku dan menatap Azka yang nampak jengah.
Alis Azka terangkat. "Kau tidak lihat tubuhku?"
Jujur saja, aku menahan tawaku karena hal ini. Apalagi Azka yang mengenakan pakaian khas mereka membuat tubuhnya benar-benar terlihat jelas.
"Mengapa dengan tubuhmu? Bukankah kita memiliki tubuh yang sama? Benar bukan."
Leros menatapku dan aku pun mengangguk membuat Azka menggeram marah.
"Seperti kau benar. Lebih baik aku pergi perang daripada debat dengan manusia aneh seperti dirimu," ucap Azka lalu mengambil pedangnya dan meninggalkan kami berdua begitu saja. Sempat kudengar jika Leros juga sama marahnya. Ia bahkan mengancam untuk membunuh pria itu jika selesai perang.
"Benar-benar menyebalkan!" gerutu Leros.
"Kau menyukainya?" tanyaku tiba-tiba. Entah apa yang dipikirkan ku, tapi saat melihat bagaimana interaksi dua orang itu membuatku ingin menanyakan hal ini.
"Aku menyukainya?! Demi apapun jika pria lemah seperti dia tak akan pernah membuatku terkagum," ucapnya spontan.
Aku menghela napas ku. Aku juga bodoh, bagaimana mungkin orang yang menyukai seseorang akan mengakuinya terlebih lagi jika itu adalah orang yang paling dia benci.
Tiba-tiba saja teriakan-teriakan dari luar membuatku dan Leros saling bertatapan. Apa yang terjadi? Apakah Areola sudah terbunuh? Aku segera menggelengkan kepala ku dan mengenyahkan pikiran tersebut.
Hingga tiba-tiba Azka datang dengan napasnya yang terengah-engah. Aku benar-benar tak sabar untuk menantikan Azka berkata.
"Crys..., Chelsea datang."
***
Halo semuanya.
Ada yang kangen sama aku??
MOHON MAAF LAHIR BATIN
UNTUK SEMUANYA.Mungkin selama ini aku bikin kesel kalian karena gak update-update. Jadi aku minta maaf.
Makasih buat kalian yang vote dan coment.
See You,
ShalinaR.
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
FROZEN
FantasiApa jadinya jika segelintir anak tersesat di dunia baru berlatarkan es yang dingin? Highest Rank : #1 in Frozen #5 in Ice