Love in Silent-36

145 6 0
                                    

"RAY!?!" Seru mereka saat mendengar suara jeritan itu.

Tak menunggu waktu lama, Adit dan dokter muda itu segera masuk ke dalam rumah tua itu dengan mengendap-endap. Tanpa suara sedikitpun mereka mendengar apapun yang diucapkan oleh dua orang dilantai atas itu.

"To-tolong.."

"Kepada siapa kau meminta tolong heh? Tidak ada yang dapat menolongmu. Tak kan kubiarkan seorang pun."

"Aldrich, kenapa kau seperti ini? Bukankah kau pernah mencintai ku?"

"Mencintai mu? Hah omong kosong. Kau hanya bagian dari target ku. Kau bagian dari rencana ku, Natasha Ray Fanny."

Ray menitikkan air matanya karena dia tak tau harus bagaimana lagi. Dia tersenyum miris menatap dirinya saat ini.

Masih dengan luka di tangannya yang mengering dan juga kakinya yang mungkin saja patah tulang, dia menatap televisi yang ada di depan nya dengan air mata yang berurai.

Dia melihat prosesi pernikahan orang yang paling di cintainya selama bertahun-tahun. Rexy. Berdiri di altar pernikahan bersama dengan Luna yang mengamit lengan kekar Rexy.

"Aku menyesal belum pernah bisa mengutarakan perasaanku, Rexy. Aku menyesal pernah mengabaikan mu. Aku sangat menyesal, jika aku diberi satu kesempatan lagi untuk hidup, aku pasti akan memohon pada Tuhan untuk mengembalikan waktu ku." -batin Ray.

Ray terus menatap layar datar itu dengan bercucuran air mata, dia menangis sesenggukan saat mendengar pendeta membacakan janji suci yang pastinya akan segera dibalas oleh Rexy.

"Tidak Rex.. hiks hiks."
"Kenapa kau tidak membunuhku saja Al!?! Kenapa? Ken-naapa... Hiks hiks.." Ray berteriak frustasi.

"Apa gunanya membunuhmu? Nanti saja membunuh mu. Aku masih ingin melihat kau tersiksa. Apa yang lebih menyakitkan dari melihat kekasih mu atau orang yang kau cintai bersama orang lain? Bahkan mengucap janji suci bersama wanita lain di depan mata mu? Hahaha... Aku suka air mata mu, Natasha." Balas Aldrich dengan bahagia.

Aldrich tertawa bahagia lalu mematikan layar televisi nya dan beralih menatap wajah pucat pasi Ray dengan sebelah kakinya yang patah tulang

Al, meraih sebelah kaki Ray yang mungkin patah tulang karena kejadian semalam. Kejadian saat tubuh mungil Ray didorong oleh Luna dari 8 anak tangga. Aldrich lalu mencengkramnya dengan kuat.

"Ah sakitt tidakk. Ku mohon jangan. Sakitt. Hiks hiks hiks." Teriak Ray dengan menangis tersedu-sedu.

"Hahaha... Kenapa kau membasahi wajah cantik mu itu Ray? Kenapa? Haha aku akan membuatmu merasakan kematian yang sangat sakit."

".... Sakit seperti yang dialami oleh Felisha."

Tatapan lelaki tak berhati itu mulai melunak. Matanya menyiratkan kesedihan yang begitu mendalam.

Rasa sakit seakan meliputi setiap pandangan matanya yang sayu. Air mata mengurai deras dari matanya saat mengingat memori itu.

"Si-siapa Felisha?" Tanya Ray dengan hati-hati.

"Felisha orang yang sangat ku cintai. Bahkan hingga detik ini. Dia meninggalkan aku. Se-la-ma-nya. ITU SEMUA KARENA SI BRENGSEK ATHAYA FEBRIO ALFAHREZA, kakakmu!!"

Aldrich bangkit dari duduknya, dan menghampiri Ray dengan seringai tajam bak serigala. Dia mengulurkan tangannya. Meraih leher jenjang Ray dan mencekiknya tanpa ampun. Tak peduli gadis itu mengadu kesakitan.

"Athaya mencintai Felisha dan memperlakukan nya dengan sangat ramah lalu menghancurkan nya dengan sangat kejam, begitu kejam. Dia merusak persahabatan nya, berselingkuh dibelakang Felisha dan membuat Felisha frustasi. Dia bunuh diri, menyayat tangan nya lalu kemudian dengan darah yang masih mengucur deras, menggantung dirinya sendiri diatas kamarnya dengan seragam SMA kesayangan nya."

"..... Hiks.. hiks.. dia menyakiti peri kecil ku. Orang yang selalu mengisi ruang hatiku dan mengusir semua wanita yang hendak masuk. Dia!! Salahkan Athaya !! Dia yang membuatku seperti ini. Setengah gila dan ...... Psikopat?! Hahaha tapi sekarang kesedihan ku sudah berakhir! Aku bahagia karena aku akan membunuh jantung dari Athaya."

"Yaitu kau Ray!! Dengan begitu dia akan merasakan sakit yang luar biasa. Kau lah target ku untuk membalas dendam kematian Felisha, gadis yang sangat ku cintai!"

Aldrich yang belum melepaskan cekikan nya kepada Ray tertawa bahagia karena melihat korbannya semakin melemas.

Di sisi lain, Adit dan dokter Ferdinand yang sudah menyusun rencana, memulai aksinya. Mereka mendobrak paksa pintu itu. Menerobos masuk dengan mata berapi-api.

"Oh kau dan kau disini rupanya, pahlawan mu datang Ray, ayo bangun sayangku..." Ucap aldrich dan menyentuh wajah cantik Ray yang mulai lemas karena kehabisan nafas.

Aldrich bertepuk tangan melihat Ray yang sama sekali tak merespon ucapan nya.

"Apa dia mati? Apa dia mati teman-teman? Eh hahaha mungkin dia telah mati." Ucap aldrich sambil memukul Pelan pipi Ray.

"Brengsek kau!!"

Bugh...

Bugh...

Prankk...

Pukulan demi pukulan menghujani tubuh kekar Joy Aldrich. Membuat lelaki itu sedikit mengadu.

Di samping itu, ferdinand mendekati tubuh Ray yang terduduk penuh luka dengan kedua tangan nya yang masih terikat ke belakang tubuhnya.

Wajah damai dan cantik Ray membuat lelaki itu turut bersedih. Kasihan. Itulah yang dirasakan nya. Ray tidak melakukan kesalahan apapun, tapi selalu gadis ini yang menerima imbasnya.

Itu semua karena bedebah di depan nya itu. Joy Aldrich dan orang yang sangat dicintainya. Luna. Dia harus menerima kenyataan pahit bahwa orang yang dicintai nya adalah dalang dari semua kekacauan ini.

Ferdinand membuka tali yang mengikat kedua tangan Ray. Dia mencoba untuk menyelamatkan gadis itu.

"Jangan berani kau dekati gadis itu. Dia milikku!! Aku akan membawanya ke alam lain, dimana dia bisa bertemu ayahnya!!" Ucap aldrich.

Ferdinand terkejut mendengar suara itu mendekati nya. Dia menatap Adit yang sudah terkapar penuh lebam dan darah di depan nya. Ferdinand yang tak siap mendapat satu pukulan telak yang membuatnya tumbang.

"Jangan ada yang mendekati target ku. Jangan..." Ucap aldrich.

"Aldrich, kau sentuh sedikit saja gadis itu kau akan ku bunuh." Ancam Ferdinand.

Saat ini posisi Aldrich duduk di belakang Ray yang pingsan sembari menggenggam sebilah pisau ditangan nya yang dihadapkan pada leher Ray, dan bersiap untuk menghunuskan nya.

"Aku dilarang menyentuh dia? aku bahkan sudah membuat luka luka ditubuhnya. Hahaha.."

Aldrich tersenyum puas menatap Ferdinand dan Adit yang tak dapat berkutik sedikit pun saat dia mengancam akan menghunuskan pisaunya ke leher Ray.

Brakk...

"JANGAN BERGERAK!! TEMPAT INI SUDAH DIKEPUNG"

Suara riuh mewarnai ruangan seukuran 5x6 meter itu.

"Lepaskan dia atau kau akan ditembak mati Joy Aldrich." Ucap Adit sembari menahan sakitnya.

"Mati? Bahkan lebih baik aku mati dengan tenang daripada melihat Athaya tidak tersiksa sedikitpun."

"Mau kah kau pergi dengan ku, nona Natasha Ray Fanny?"

Aldrich bersiap untuk menggerakkan pisau nya ke leher Ray, dan akhirnya

Dorr...
Dorr...

Dua peluru menyambut senyuman nya yang tak lagi mengembang.

Love In Silent(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang