—
Aku menatap pria di hadapanku dengan tatapan tajam. Namun, pria di hadapanku itu malah balas menatapku tidak kalah tajam.
"Kau sadar bukan, jika kau sedang berurusan dengan orang yang salah," ujar pria itu datar, terlihat sekali ada sirat kemarahan di dalam kalimatnya.
Yah, dia benar. Aku sedang mencari masalah dengan orang yang salah. Baiklah, aku mengaku bahwa aku memang bersalah. Tapi, ini cuma kesalahpahaman dan aku sedang mencoba untuk menjelaskan kebenarannya.
Akan tetapi, pria di hadapanku ini sedang dikuasai oleh amarah. Bukan waktu yang tepat untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
"Sebenarnya, apa yang sedang kau pikirkan? Apakah kau berencana menjalin hubungan dengan pria lain? Itukah yang kau inginkan? Membuatku hancur..!" ujarnya dengan emosi yang mulai meledak.
Ingin sekali aku menampar pria di hadapanku ini. Aku tidak mengerti dengan pikiran pendeknya yang keluar di saat amarah tengah melandanya. Aku masih terdiam, sama sekali tidak berniat menjawab perkataannya. Tidak sekarang.
Aku hanya bisa memberanikan diri menatapnya yang tengah mencoba mengontrol emosi. Aku juga berusaha untuk setenang mungkin, walaupun aku tidak akan tinggal diam saat mendengar semua kalimat-kalimat bodohnya itu. Kurang baik apa coba aku.
"Ah, sudahlah! Terserah apa yang kau inginkan. Tapi, ingat satu hal bahwa aku tidak akan membiarkanmu begitu saja."
Pria itu berbalik dan melangkah menuju pintu. Aku sedikit tersentak saat mendengar suara pintu yang ditutup dengan kasar. Aku menghembuskan napas, berusaha sabar atas apa yang sedang menimpaku.
....
Perlahan aku membuka pintu di hadapanku, aku bisa melihat presensi seorang pria yang tengah duduk di kursi kerjanya dan tampak sibuk berkutat dengan laptop. Dengan perasaan yang sedikit tidak tenang, aku memutuskan untuk masuk, kemudian kembali menutup pintu sebelum akhirnya melangkah menghampiri pria tersebut.
Pria itu lantas mengalihkan pandangannya dan tersenyum manis melihat kehadiranku. Dia menyuruhku untuk duduk di sofa yang tersedia di ruangan ini. Aku hanya mengangguk dan kembali berjalan menuju sofa yang langsung diikuti olehnya.
"Jadi, tumben sekali kau datang ke kantorku, di jam makan siang begini? Apakah kau sudah makan siang?" tanya pria yang duduk di sofa di hadapanku itu.
"Kau tenang saja, aku sudah makan," jawabku.
Aku bisa melihat dia mengernyit menatapku. "Kau sakit? Kenapa wajahmu terlihat sedikit pucat seperti itu?" tanyanya lagi.
Aku hanya menggelengkan kepalaku. "Dia benar-benar melihat kita pagi tadi," ujarku membuatnya semakin mengernyitkan kening.
"Tentu saja dia melihat kita. Bukankah itu yang kau harapkan? Lalu, apa yang membuatmu jadi seperti ini?"
Aku menatap pria itu, kemudian menghela napas pelan. "Dia marah besar. Aku tidak sanggup mendengar kata-kata menyakitkan yang keluar dari mulutnya. Apa sebaiknya kita akhiri saja semua ini!?" ujarku.
Pria di hadapanku tersebut memandangku dengan raut wajah prihatin. Huh, kenapa dia malah memberiku tatapan seperti itu.
"Kau menyerah, Lianna? Bukankah kau mencintainya. Kau sendiri yang mengatakan padaku bahwa cinta itu butuh perjuangan," ujarnya.
"Tapi, kak Leo, aku benar-benar sudah tidak tahan. Aku tidak tahu lagi apa yang sebenarnya harus aku lakukan," ujarku terlihat frustrasi.
"Ayolah, jangan seperti ini! Begini saja, aku akan tetap mengontrol jalannya rencana ini. Kau hanya perlu melaksanakan peranmu dengan sebaik mungkin," ujar kak Leo.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shot|Romance|[M]✓
RomansaWARNING!! This Story a lot of Adult content. So, be wise in choosing reading!! #🏅659 - Romance in 30/03/2019 #🏅305 - Romance in 06/04/2019 #🏅114 - Romance in 28/06/2019 #🏅49 - Romance in 29/06/2019 #🏅05 - Romance in 22/09/2019 © YuiCha12